Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha dan buruh masih menunggu berasan Upah Minumum Provinsi (UMP) 2020. UMP ini akan diumumkan secara serentak pada 1 November 2019.
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015, penetapan UMP 2020 dilakukan oleh Gubernur per 1 November 2019 dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahah.
"Dewan Pengupahan telah memberikan rekomendasi dari 2 angka ke Gubenur dari 3 unsur yang ada di Dewan Pengupahan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (28/10/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia menjelaskan, unsur pengusaha dan pemerintan mengusulkan angka sesuai dengan PP 78 naik sebesar 8,51 persen di angka Rp 4.276.349. Sedangkan dari unsur Serikat Pekerja mengusulkan UMP sebesar Rp 4.619.878 atau naik sebesar 17 persen.
"Mereka tidak memakai rumusan PP 78 tahun 2015," kata dia.
Menurut Sarman, saat ini pengusaha masih menunggu besaran UMP yang ditetapkan oleh Gubernur. Dia berharap, kenaikan UMP 2020 sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Sekarang kita tunggu kebijakan Gubernur tanggal 1 November 2019 untuk dapat menetapkan secara bijak untuk kepentingan bersama. Biasanya tanggal 1 November melalui Peraturan Gubernur," tandas dia.
* Dapatkan pulsa gratis senilai jutaan rupiah dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Buruh Tuntut UMP 2020 Naik hingga 15 Persen
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,51 persen sebagaimana yang disebutkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan. Sebab kenaikan ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (PP 78/2015) yang selama ini ditolak oleh buruh Indonesia.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah segera merevisi PP 78/2015, khususnya terkait dengan pasal mengenai formula kenaikan upah minimum.
"Dengan demikian, dasar perhitungan UMP harus didahului dengan survei kebutuhan hidup layak di pasar," kata Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Lebih lanjut dia menjelaskan, bahwa KHL yang digunakan dalam survei pasar adalah KHL yang baru, yang sudah ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Adapun KHL yang baru tersebut berjumlah 78 item dari yang sebelumnya 60 item.
Menurut informasi, KHL baru sudah disepakati Dewan Pengupahan Nasional berjumlah 78 item. Namun demikian, KSPI menghitung KHL baru adalah 84 item.
Menurut Said Iqbal, jika perhitungan kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan KHL yang baru tersebut, maka kenaikan upah minimum 2020 berkisar 10 persen-15 persen.
"Oleh karena itu, buruh menolak kenaikan upah minimum sebesar 8, 51 persen," tegasnya.
Terlebih lagi, di dalam UU Ketenagakerjaan diatur, dasar hukum kenaikan UMP/UMK adalah menghitung KHL dari survei pasar. Setelah hasil survey didapat, besarnya kenaikan upah minimun dinegosiasi dalam Dewan Pengupahan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor yang lain.
Advertisement
Temui Jokowi
KSPI menilai, surat edaran tersebut melanggar UU Ketenagakerjaan. Apalagi sudah ada keputusan Mahkamah Agunh yang memenangkan buruh yang menyatakan menolak keputusan Gubernur Jawa Barat yang membuat keputusan terkait nilai upah minimum padat karya yang nilainya di bawah upah minimum yang berlaku.
Sebagai langkah tindak lanjut, kata Iqbal, pihaknya akan kembali menemui Presiden Jokowi untuk meminta agar segera membentuk Tim Revisi PP No 78 Tahun 2015 sesuai janji presiden yang disampaikan saat May Day 2019 dan pertemuan dengan KSPSI dan KSPI pada 1 Oktober 2019.