Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo menurunkan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari 7 persen menjadi 6 persen. Penurunan ini diharapkan bisa menggariahkan sektor usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyambut baik penurunan itu. Namun, ia mengingatkan penurunan KUR tidak akan efektif tanpa adanya akses yang memadai.
Bila demikian, tetap saja pelaku usaha memilih pinjaman yang aksesnya lebih mudah meski bunganya tinggi, seperti fintech.
Advertisement
Baca Juga
"Yang lebih terpenting dari UMKM adalah akses mendapatkan permodalan tersebut, karena seperti contoh misalnya di pedagang-pedagang pasar, ada koperasi atau fintech yang bunganya lebih besar, tetapi tetap orang mengarah ke fintech atau koperasi pasar tersebut karena kemudahan akses," jelas Ikhsan kepada Liputan6.com, Minggu (17/11/2019).
Seperti diketahui, masalah pinjaman online (pinjol) mulai menghantui masyarakat karena bunganya tinggi. Teror psikologis pun sering terjadi jika peminjam tidak mampu membayar karena bunganya amat tinggi.
Masalah terkait lain yang menurut Ikhsan harus segera diatasi adalah agar program KUR tepat sasaran. Ia berharap agar KUR bisa dinikmati oleh petani atau nelayan, dan tidak hanya jasa perdagangan.
Pasalnya, asosiasi kerap menemukan penikmat KUR ternyata tidak tepat sasaran. Akumindo mencatat rata-rata sebanyak 80 persen KUR justru diberikan kepada jasa perdagangan ketimbang unit produksi UMKM.
Ia juga berharap pemerintahan Joko Widodo dapat membuat aturan yang tegas agar penikmat KUR juga dari pihak unit produksi agar ada dampak positif pada perekonomian.
"Makanya harus diberikan Instruksi Presiden yang tidak boleh dilanggar kalau untuk mengingkatan perekonomian bangsa, kalau enggak, saya pesimis," pungkas Ikhsan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Suku Bunga KUR Turun jadi 6 Persen Mulai Januari 2020
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, memimpin rapat koordinasi mengenai penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Rapat tersebut memutuskan untuk menurunkan suku bunga KUR menjadi 6 persen dari sebelumnya 7 persen.
"Telah disepakati KUR yang akan didorong ke depan adalah KUR yang pro kerakyatan. Januari suku bunga turun dari 7 persen menjadi 6 persen," ujar Airlangga di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa, 12 November 2019.
Adapun total plafon penyaluran KUR tahun depan naik sebesar 36 persen Rp 140 triliun menjadi Rp 190 triliun sesuai dengan ketersediaan anggaran pada APBN 2020. Penyaluran tersebut akan terus meningkat menjadi Rp 325 triliun pada 2024.
"Plafon maksimum KUR Mikro pun dilipatgandakan, dari semula Rp 25 juta menjadi Rp50 juta per debitur. Kebijakan ini akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2020," jelas Airlangga.
Airlangga menuturkan, kebijakan penurunan suku bunga KUR menjadi 6 persen akan memperbanyak jumlah UMKM yang mendapatkan akses pembiayaan di sektor formal dengan suku bunga rendah.
“Selain perubahan plafon KUR Mikro, total akumulasi plafon KUR Mikro untuk sektor perdagangan pun mengalami perubahan, dari semula sebesar Rp100 juta menjadi Rp200 juta. Sedangkan, untuk KUR Mikro sektor produksi tidak dibatasi," paparnya.
Perubahan kebijakan KUR ini diharapkan mendorong percepatan pertumbuhan UMKM di Indonesia, mengingat begitu penting dan strategisnya peran UMKM bagi perekonomian Indonesia. Data BPS 2017 menunjukkan total unit usaha UMKM mencapai 99,9 persen dari total unit usaha.
Selain itu, penyerapan tenaga kerjanya sebesar 96,9 persen dari total penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Jika ditinjau dari kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) pun, UMKM menyumbang hingga sebesar 60,34 persen.
"KUR ini didorong untuk semua sektor, tapi kita akan fokus membangun KUR berbasis kelompok atau klaster, karena akan lebih efisien untuk perekonomian," tandas Airlangga.
Advertisement
Penyaluran KUR Capai Rp 115,9 Triliun hingga September 2019
Airlangga Hartarto juga mengatakan, penyaluran KUR mencapai Rp 115,9 triliun hingga 30 September 2019. Adapun penyaluran KUR tersebut telah mencapai 82,79 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 140 triliun.
"Hal ini terlihat dari komposisi penyaluran KUR Mikro sebesar 64,6 persen, KUR Kecil sebesar 35 persen dan KUR TKI sebesar 0,4 persen," ujarnya.
Airlangga mengatakan, manfaat KUR sangat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah dalam meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan skala ekonomi usahanya. Adapun total debitur penerima KUR sampai dengan September 2019 sebanyak 4,1 juta orang.
"Untuk penyaluran KUR sektor produksi sampai 30 September 2019 mencapai 50,4 persen dari target minimal 60 persen," jelasnya.
Berdasarkan data Kemenko Perekonomian sejak 2015, pemerintah mengubah beberapa kebijakan KUR secara signifikan. Hasilnya, total realisasi akumulasi penyaluran KUR dari Agustus 2015 sampai dengan 30 September 2019 sebesar Rp449,6 triliun dengan outstanding sejumlah Rp158,1 triliun.
Total debitur penerima KUR dari Agustus 2015 sampai 30 September 2019 mencapai 18 juta debitur dengan 12 Juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tidak berulang. Sedangkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) terjaga di kisaran 1,23 persen.