Buruh Diminta Tak Terburu-buru Tolak Omnibus Law

Buruh diharapkan bisa memahami omnibus law secara keseluruhan terlebih dahulu daripada hanya melihat satu demi satu poin spesifik.

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Jan 2020, 11:15 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2020, 11:15 WIB
20160929-Demo-Buruh-Jakarta-FF
Ribuan buruh berjalan menuju Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya mereka menolak Tax Amnesty serta menaikan upah minumum provinsi (UMP) sebesar Rp650 ribu per bulan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020) kemarin.

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.

Meski demikian, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyatakan, memang sulit untuk menyatukan dua kepentingan yang tidak bisa dipisahkan.

"Jadi memang sulit menyatukan kepentingan buruh dan pengusaha, mau omnibus law tidak dibuat pun buruh dan pengusaha saya rasa akan selalu terjadi tarik ulur kepentingan," ujar Piter saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (21/1/2020).

Namun begitu, buruh diharapkan bisa memahami omnibus law secara keseluruhan terlebih dahulu daripada hanya melihat satu demi satu poin spesifik.

"Memang ada satu dua poin yang dinilai tidak sesuai, tapi jangan terburu-buru ditolak, coba kita pahami dulu semua aturannya secara keseluruhan, karena sebenarnya ini bagus untuk investasi," ujarnya.

Lanjut Piter, percepatan omnibus law tidak hanya akan menyelesaikan tumpang tindih aturan, tapi sebagian besar masalah ketenagakerjaan dan perpajakan yang saling berkaitan.

"Jadi penyusunannya harus bersama-bersama, beriringan. Dua-duanya prioritas," paparnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tolak Omnibus Law, Buruh Kepung Gedung DPR

20151124-Demo-Buruh-YR
Ratusan buruh menggelar aksi demo di kawasan industri Pulogadung, Jakarta, Selasa (24/11/2015). Buruh menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hari ini kembali mendatangi DPR RI untuk menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Senin (20/1/2020).

Tidak hanya di Jakarta, gerakan penolakan, serentak juga dilakukan di berbagai provinsi lain di Indonesia. Misalnya Aceh, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Gorontalo.

Presiden KSPI yang juga Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal mengatakan, pada dasarnya kaum buruh setuju dengan investasi. Namun demikian, kaum buruh dipastikan akan melakukan perlawanan, jika demi investasi kesejahteraan dan masa depan kaum buruh dikorbankan.

Said Iqbal khawatir, keberadaan omnibus law cipta lapangan kerja akan merugikan kaum buruh. Hal ini jika dalam praktiknya nanti, omnibus law menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, membebaskan buruh kontrak dan outsoursing (fleksibilitas pasar kerja), mempermudah masuknya TKA, menghilangkan jaminan sosial, dan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.

"Jika pemerintah serius ingin menghilangkan hambatan investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja, maka pemerintah jangan keliru menjadikan masalah upah, pesangon, dan hubungan kerja menjadi hambatan investasi," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (20/1/2020).

Menurut World Economic Forum, kata Said Iqbal, dua hambatan utama investor enggan datang ke Indonesia adalah masalah korupsi dan inefisiensi birokrasi. "Jadi jangan menyasar masalah ketenagakerjaan," tegasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya