Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi yang masih jalan di tempat membawa dampak bagi dunia usaha, terkecuali sektor usaha seperti UMKM yang ada di pusat-pusat perbelanjaan atau mal. Oleh sebab, pemerintah diminta untuk mendahulukan perkembangan UMKM dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang stagnan saat ini cukup berpengaruh terhadap dunia usaha.
"Utamanya terhadap UMKM yang ada di pusat-pusat perbelanjaan atau Mall. Lesunya UMKM disejumlah pusat-pusat perbelanjaan sebenarnya sudah terasa sejak dua tahun lalu (tahun 2018). Banyak outlet-outlet yang tutup. Misalnya, Giant, Hero, Matahari," ungkap Ikhsan di Jakarta, Senin (10/02/2020).
Advertisement
Diungkapkannya, lesunya pusat-pusat perbelanjaan saat ini bisa dilihat dari sejumlah indikator.
Baca Juga
"Pertama, pengunjung mal berdasarkan riset Akumindo, pengunjung berkurang sampai 50 persen-60 persen karena daya beli masyarakat yang menurun. Kedua, adanya perubahan pola perilaku masyarakat dimana Mal saat ini hanya dijadikan tempat kongkow, makan, hiburan," katanya.
Lebih lanjut Ikhsan melihat bahwa perubahan perilaku tersebut bisa jadi karena uang yang mereka pegang cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.
"Ditengah daya beli menurun, bisa jadi masyarakat lebih hemat dalam menggunakan uangnya dan mereka lebih selektif membeli barang-barang dalam kondisi ekonomi stuck sepertie saat ini," ujarnya.
Selain itu, kata dia, lesunya usaha berbasis offline yang ada di pusat-pusat perbelanjaan bisa jadi karena terdampak apa yang dikenal disrupsi digital saat ini.
"Adanya shifting dari pola konvensional ke pola digital yang diakomodir oleh platform-platform e-commerce menjadi salahsatu indikator juga lesunya usaha yang ada di pusat-pusat perbelanjaan saat ini," terangnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemberdayaan UMKM
Kendati demikian, Ikhsan mengaku optimis bahwa usaha di pusat-pusat perbelanjaan akan kembali bergairah jika saja dibarengi atau di dukungan oleh regulasi yang memadai.
"Kami berharap adanya pemberdayaan bagi UMKM. Selain itu UMKM juga mesti diprioritaskan dalam sebuah regulasi. Apalagi saat inikan pemerintah lagi gencar-gencarnya menyuarakan soal Omnibus Law," katanya.
Ikhsan menegaskan, Akumindo sendiri berharap agar ada perhatian lebih dari pemerintah saat penyusunan Omnibus Law. Dimana pemberdayaan UMKM menjadi prioritas.
"Kami berharap dalam Omnibus Law itu isinya ada semangat dari pemerintah dalam hal pemberdayaan UMKM. Misalnya, ada kemudahan-kemudahan untuk UMKM nantinya. Kemudahan berupa akses permodalan, meningkatkan produk-produk UMKM dalam negeri dan lainnya," harap Ikhsan. Khusus untuk akses permodalan bagi UMKM, saran Ikhsan, di Omnibus Law nantinya Pemerintah harus lebih fleksibel dalam memberikan kemudahan modal bagi UMKM.
"Akses permodalan bagi UMKM nantinya bisa disalurkan melalui LPDB, PNPM, koperasi yang dipercaya. Jadi tidak lagi melalui perbankan. Itu harapan kita," tandasnya.
Adapun terkait banyaknya produk import utamanya dari negeri tirai bambu yang beredar dipasaran saat ini, Ikhsan meminta agar pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri.
Untuk diketahui, jelas dia, barang impor Indonesia terbesar datang dari Negara China sebesar 35 persen, baik dari bahan baku juga barang jadi.
"Barang asli produk UMKM atau IKM Indonesia harus diprioritaskan, harus dibeli daripada barang-barang import. Ini juga semoga masuk dalam UU Omnibuslaw Pemberdayaan UMKM," tandasnya.
Advertisement