GAPMMI: Pengenaan Cukai Bakal Naikkan Harga Produk Minuman

Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman menyatakan langkah pemerintah mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis tidak tepat sasaran.

oleh Athika Rahma diperbarui 21 Feb 2020, 17:16 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2020, 17:16 WIB
Demi Hidup Sehat, Arab Saudi dan UEA Terapkan Pajak Dosa
Pajak dosa dikenakan pada produk-produk olahan tembakau dan minuman ringan, yang membuat orang lalai hidup sehat. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan wacana pembebanan cukai untuk minuman berpemanis. Alasannya, karena masyarakat Indonesia berpotensi terkena obesitas jika terus menerus mengkonsumsi minuman jenis tersebut.

Rencananya, setiap minuman berpemanis akan dikenakan cukai sebesar Rp 1.500 hingga Rp 2.500 per liternya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman menyatakan langkah pemerintah tidak tepat sasaran.

"Ini hal lama yang diulang lagi. Pada dasarnya belum ada data yang menunjukkan kalau pengenaan cukai bisa menurunkan PTM dan obesitas," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (21/02/2020).

Lebih lanjut, Adhi justru mempertanyakan tujuan pengenaan cukai ini. Jika memang ingin menurunkan obesitas, upayanya bisa berbagai macam bahkan dari segi kesehatan itu sendiri, tidak serta merta mengenakan cukai.

Tak hanya itu, produk pangan olahan memiliki kontribusi 30 persen dari total konsumsi pangan olahan secara keseluruhan. Dan menurut kajian GAPMMI, pengenaan cukai justru hanya akan menaikkan harga dan menurunkan daya beli masyarakat.

"Kami pernah lakukan kajian bahwa pengenaan cukai akan menaikkan harga dan menurunkan daya beli. Kami sangat mengkhawatirkan ini, karena itu tujuannya harus jelas," kata Adhi mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sri Mulyani Usul Minuman Berpemanis Kena Cukai

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dok: Tommy Kurnia/Liputan6.com

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan usulan pengenaan cukai minuman berpemanis kepada Komisi XI DPR RI.

"Minuman berpemanis ini apabila disetujui (Komisi XI) menjadi objek cukai, maka kami untuk tahap ini mengusulkan," katadia di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (19/9/2020).

Terkait, minuman berpemanis yang dikenakan cukai, Dia menyasar produk yang mengandung pemanis dari gula maupun buatan (sintetik).

"Yang sudah siap konsumsi, jadi kaya kopi sachet, yang isi banyak sekali gulanya," imbuhnya.

Terkait tarif cukai yang dikenakan minuman berpemanis, produk teh kemasan dikenakan cukai Rp.1.500 per liter, dengan jumlah produksi 2.191 juta liter ditargetkan penerimaan negara sebesar 2,7 triliun.

Untuk minuman berkarbonasi di patok Rp.2.500 per liter dengan total produksi 747 juta liter dapat memberikan pemasukan Rp 1,7 triliun.

Sedangkan, produk minuman berpemanis lainnya, seperti energi drink, kopi, konsentrat, dan lain-lain dikenakan tarif Rp 2.500 per liter dengan jumlah produksi 808 juta liter yang ditaksir mencapai Rp 1,85 triliun.

"Apabila ini dikenakan akan mendapat penerimaan Rp.6,25 triliun," paparnya.

Ia menegaskan untuk saat ini aturan tarif cukai tersebut belum diberlakukan, ia akan menggunakan skema multi tarif yang didasarkan kandungan pemanis didalamnya.

"Tarif berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan, jika kandungan tinggi maka cukainya juga lebih tinggi," terangnya.

Untuk diketahui, tidak semua minuman berpemanis dikenakan cukai. Ia mengusulkan adanya pengecualian tarif cukai untuk produk yang dibuat dan di kemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa gula, dan barang di ekspor yang mudah rusak dan musnah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya