Tangkal Dampak Corona, Stimulus Fiskal Jilid II Habiskan Dana Rp 10 Triliun

Stimulus Fiskal Jilid II berupa keringanan bagi Pajak Penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 11 Mar 2020, 18:10 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2020, 18:10 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah siap meluncurkan Stimulus Fiskal Jilid II guna menangkal wabah virus corona yang telah menyebar di Indonesia. Insentif baru itu berupa keringanan bagi Pajak Penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edi Pambudi mengatakan, pemerintah siap menggelontorkan anggaran lebih dari yang dikeluarkan pada stimulus jilid I, yakni sekitar Rp 10,3 triliun untuk merilis Stimulus Fiskal Jilid II.

"Saya rasa lebih (dari Rp 10,3 triliun). Kalau dari hitung-hitungan sebenarnya lebih dari itu. Karena ini kan sifatnya multisektor, jadi tidak terbatas di sektor tertentu," kata Edi di Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Selain pajak penghasilan, ia melanjutkan, stimulus kedua ini juga akan memberikan kemudahan proses pengembalian restitusi. Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah disebutnya akan coba memutuskan final kebijakan tersebut Rabu sore ini.

"Jadi tujuan untuk dari sisi produksi pajak ini adalah supaya mereka mempunyai aliran uang yang cukup. Jadi tidak tertahan karena harus kewajiban di pembayaran pajak. Desainnya, detilnya kan harus kita sepakati sore ini," tuturnya.

Edi pun berharap, segala kemudahan yang diberikan dalam Stimulus Jilid II ini termasuk relaksasi pajak penghasilan akan bisa menaikkan atau menjaga daya beli, sehingga pekerja akan mendapatkan bagian secara penuh.

"Ada mekanisme ditanggung pemerintah itu artinya sebagian dari pajak itu akan tidak dibayarkan oleh pembayar pajak. Dengan demikian si pembayar pajak akan mendapatkan take home pay, pendapatan dibawa pulang lebih tinggi, sehingga dia bisa menjaga kemampuan daya beli untuk konsumsi dan lain-lain," ungkapnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Virus Corona Tekan Kinerja Perusahaan Pembiayaan

Ilustrasi tablet, tablet Android. Kredit: Karolina Grabowska via Pixabay
Ilustrasi tablet, tablet Android. Kredit: Karolina Grabowska via Pixabay

Penyebaran Virus Corona membuat kinerja ekonomi tertekan. Kini, infeksi virus asal Wuhan, China tersebut diprediksi bakal mempengaruhi kinerja perusahaan pembiayaan. Sempat membaik usai tersungkur tahun lalu, sektor yang paling terpukul adalah pembiayaan otomotif.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB OJK, Bambang Budiawan mengatakan, penurunan kinerja pembiayaan juga dipengaruhi oleh mispersepsi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai perjanjian fidusia.

"Ketika ini mulai naik, datang isu corona, datang lagi issue, mispersepsi keputusan MK ini yang lumayan diperkirakan cukup berpengaruh signfikan pada multifinance," ujarnya di Kantor OJK, Jakarta, Rabu (11/3/2020).

Pembiayaan otomotif tahun ini diprediksi melambat karena industrinya yang tengah mengalami penurunan. "Tahun 2020 kelihatannya memang prospeknya bisa dipastikan melambat, faktor utama pertama adalah karena sektor yang dibiayai khususnya otomotif, industrinya turun," jelas dia.

Prospek kinerja perusahaan pembiayaan tahun ini secara keseluruhan juga diperkirakan melambat. Paling tidak pertumbuhan perusahaan pembiayaan akan tidak lebih besar atau sama seperti tahun lalu yang hanya 4 persen.

"Kedua pembiayaan-pembiayaan alat-alat berat, mesin-mesin konstruksi dan seterusnya diperkirakan juga tidak akan naik. Maksimum flat, rata saja begitu (pertumbuhannya)," kata Bambang.

Dari catatan OJK, tahun lalu aset perusahaan pembiayaan tercatat Rp518 triliun dengan utang pembiayaan tumbuh empat persen sekitar Rp425 triliun. Kredit perusahaan pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan multiguna sebesar 61 persen, investasi 30 persen, dan sisanya modal kerja.

"Laba menarik, naik 13 persen cukup tinggi sehingga menjadi Rp18,13 triliun, pertumbuhannya Rp2 triliun. Dan dari sisi kualitas masih terjaga, non performing finance (NPF) 2,4 persen," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber; Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya