6 Rekomendasi KPK buat Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Rekomendasi itu telah disampaikan KPK sejak November tahun lalu kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Purtanto.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mar 2020, 22:19 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2020, 22:19 WIB
MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan enam rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka mengurangi defisit anggaran BPJS Kesehatan. Rekomendasi itu telah disampaikan KPK sejak November tahun lalu kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Purtanto. P

Pertama, KPK meminta Kementerian Kesehatan untuk menyelesaikan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK). Usulan yang telah disampaikan sejak tahun 2015 ini berisi penyeragaman penindakan terhadap suatu penyakit. Dari 80 penyakit, hingga Juli 2019 baru ada 32 penyakit yang memiliki PNPK. 

Hal ini perlu dilakukan lantaran tagihan klaim BPJS Kesehatan membengkak karena tidak adanya PNPK. Tiga penyakit yang tagihannya tinggi yaitu katarak, bedah sesar dan fisioterapi. 

Tahun 2018, BPJS Kesehatan mendapati tagihan untuk penyakit katarak hingga Rp 2 triliun. Kondisi ini terjadi karena tidak ada aturan terhadap batas kekaburan yang operasinya bisa diklaim BPJS Kesehatan. Akibatnya, pasien dengan kekaburan 20 persen pun bisa ditanggung biayanya oleh pemerintah. 

"Jadi semua orang (penderita katarak) datang untuk operasi," kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nangiolan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020). 

Pahala melanjutkan, jika hal ini bisa ditekan, minimal terdapat aturan batas kekaburan yang dapat diklaim BPJS diperkirakan bisa menghemat anggaran sampai Rp 200 miliar. Begitu juga dengan bedah sesar dan fisioterapi. 

Kedua, KPK merekomendasikan adanya pembatasan manfaat penyakit yang bisa diklaim BPJS Kesehatan. Penyakit yang diakibatkan gaya hidup diusulkan tidak ditanggung pemerintah. Misalnya sakit jantung, stroke, kanker, diabetes dan gagal ginjal. 

Kelima jenis penyakit itu biasanya diakibatkan oleh gaya hidup yang kurang sehat, seperti banyak mengonsumsi lemak, makanan-minuman manis dan jarang olahraga. Pahala menyebut klaim atas penyakit ini bisa mencapai 30 persen dari total tagihan kepada BPJS Kesehatan.

"Total klaim BPJS sekitar, Rp 28 triliun," kata Pahala. 

Ini perlu dilakukan, lantaran penyakit tersebut banyak dialami oleh kelompok kelas menengah atas. Jika hal ini bisa diterapkan, diperkirakan akan menghemat anggaran BPJS Kesehatan hinggan 10 persen atau Rp 2,8 triliun. 

 

 

Rekomendasi Lain

MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Petugas melayani peserta di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Ketiga, KPK merekomendasikan pemandatan coodrination of benefit. Pahala menuturkan, selama ini ada 45 juta orang yang memiliki dua asuransi kesehatan yaitu asuransi BPJS Kesehatan yang memang diwajibkan dan asuransi perusahaan swasta. Sehingga tiap orang tiap bulannya membayar 2 asuransi tiap bulannya. 

Dalam hal ini, KPK menyarankan agar pemerintah mengajak perusahaan asuransi swasta untuk berbagi tanggungan. Masing-masing pihak menanggung jenis penyakit yang berbeda. Sehingga bisa melakukan efisien perusahaan swasta yang memiliki asuransi kesehatan selain BPJS Kesehatan. 

Keempat, meminta peserta kelas 1 mandiri untuk membayar 10 persen dari total tagihan. Aturan ini sebenarnya sudah tertuang dalam Permenkes No 51 Tahun 2018. Namun hingga kini belum juga direalisasikan.

Usulan ini perlu ditindaklanjuti karena peserta BPJS Kesehatan kelas 1 mandiri dianggap sebagai orang mampu dan dapat membayar. 

"Sudah ada Pemrmenkes-nya tapi belum dijalankan. Ini jadi ada asas keadilan," kata Pahala.

Kelima, pentapan kelas rumah sakit yang dilakukan dinas di daerah tidak tunduk pada aturan Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, tidak sesikit rumah sakit kelas tertentu yang mengklaim pembiyaan di atas kelas yang semestinya. 

KPK, Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan pernah meninjau 6 rumah sakit yang ada di Manado, Balikpapan dan Jawa Barat pada 2018 lalu. Dari 6 rumah sakit yang dikunjungi ada 4 rumah sakit yang mengajukan klaim setingkat di atas kelasnya. 

"Kita hitung dari 6 rumah sakit ada 4 rumah sakit yang beda dengan realita, sehingga ada Rp 33 miliar over payment," kata Pahala.

Usai pengecekan ini, Kementerian Kesehatan lalu melakukan pengkajian ulang di leih dari 7000 rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hasilnya terdapat 898 rumah sakit yang tidak sesuai dengan kelasnya.

Atas temuan itu, 898 rumah sakit ini diminta untuk melengkapi persyaratan kelas rumah sakit atau diminta turun kelas. 

Keenam, indikasi kecurangan (fraud) karena fasilitas kesehatan tidak efisien.

Dalam hal ini KPK meminta rumah sakit yang kedapatan melakukan fraud untuk diberikan sanksi. Bila fraud baru dilakukan pertama kali, KPK mengusulkan rumah sakit mengembalikan kelebihan bayar yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. 

Jika hal itu dilakukan dua kali, maka sebaiknya dilakukan pemutusan kerja sama secara perdata. Bila ini dilakukan sampai tiga kali, KPK merekomendasikan kasus ini dibawa ke ranah pidana. 

Reporter: Anisyah Alfaqir

Sumber: Merdeka.com

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya