Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mengapresiasi langkah pemerintah dalam penanganan wabah pandemic virus corona, Covid-19. Pemerintah berupaya menjaga agar penularan Covid-19 tak menyebar di banyak orang.
Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif Apjatel menyatakan, pihaknya sangat mendukung program-program pemerintah untuk melakukan social distancing dan work from home.
Advertisement
"Dukungan konkrit kami yaitu dengan memberikan beberapa insentif atau paket tambahan untuk para pelanggan tanpa dikenakan biaya tambahan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Advertisement
Selain itu, Apjatel juga mengapresiasi langkah pemerintah yang menyiapkan Paket Kebijakan Insentif Pajak untuk 19 bidang usaha.
Meski demikian, Apjatel menyayangkan, Paket Kebijakan Insentif Pajak untuk 19 bidang usaha itu tak memasukkan sektor telekomunikasi masuk dalam kesepakatan.
Untuk itu, Apjatel memandang perlu memberi masukan terhadap pemerintah mengenai kebijakan ini. Pasalnya, saat ini, sektor infrastruktur telekomunikasi menjadi tulang punggung dalam industri dan perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 guna mendukung Transformasi Digital demi menjadikan Indonesia berbasis industri 4.0.
Apjatel juga memandang perlunya sektor telekomunikasi masuk dalam paket kebijakan insentif pajak itu karena saat ini ekonomi global terdesak karena dampak Covid-19. Apjatel berharap paket kebijakan insentif pajak yang dikeluarkan pemerintah dapat membuat industri telekomunikasi melewati masa sulit ini.
“Pada prinsipnya, telekomunikasi merupakan industri penyedia jasa, oleh karena itu kami meminta agar diberikan keringanan dalam penerapan pajak PPh 21, setidaknya selama enam bulan, terhitung dari April 2020,” ungkap Muhammad Arif.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kontribusi Sektor Telekomunikasi
Dia mengatakan, saat ini sektor telekomunikasi dibebani biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa BHP 0,5 persen dan kontribusi USO 1,25 persen yang masing-masing diperhitungkan dari pendapatan kotor. Hal ini, kata Arif, begitu memberatkan karena meski dalam kondisi rugi perusahaan telekomunikasi tetap akan membayarknya.
“Kami selaku penyelenggara jaringan telekomunikasi harus tetap membayar biaya-biaya tersebut dan tidak adanya mekanisme restitusi sebagaimana diterapkan dalam perpajakan,” kata dia.
Terakhir, Apjatel berharap, Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat mengetahui kondisi ini.
“Kami juga berharap agar segala bentuk pungutan dari Pemerintah Daerah dapat diberikan keringanan pada masa periode 2020 ini, sehingga kebijakan di daerah pun dapat mendukung industri infrastuktur telekomunikasi,” tutup dia.
Advertisement