Liputan6.com, Jakarta - Mudik Lebaran tahun 2020 memang agak beda dengan mudik lebaran tahun sebelumnya. Penyebabnya adalah adanya pandemi Covid-19 yang belum mereda, dan dikhawatirkan proses penularan akan lebih cepat apabila mudik bersama diselenggarakan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno, mengatakan agar pemerintah tegas untuk meniadakan mudik lebaran tahun 2020.
Pasalnya, meskipun Kementerian Perhubungan sudah memutuskan tidak ada program Mudik Gratis. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swastapun dihimbau untuk melakukan hal yang sama.
Advertisement
“Namun kendaraan antar kota antar provinsi (AKAP) gelap diperkirakan bermunculan saat musim mudik Lebaran 2020. Salah satu faktornya, yakni dihapuskannya program mudik gratis oleh pemerintah mengantisipasi penyebaran virus Corona (Covid-19),” kata Djoko dikutip dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com, Senin (20/4/2020).
Selanjutnya, Djoko menyampaikan terkait data survei yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi terkait mudik Lebaran 2020.
Bahwa berdasarkan hasil survei itu 87,75 persen kepala desa menyatakan tidak setuju warganya yang berada di kota mudik Lebaran 2020. Sementara 10,25 persen kepala desa lain menyatakan setuju warganya mudik.
Lakukan Mudik Dini
Sementara menurut survei online Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan terkait Pengaruh Wabah Covid-19 terhadap Penyelenggaraan Angkutan Lebaran 2020.
Ada 42.890 responden yang turut berpartisipasi. Responden berasal dari Jabodetabek 32,7 persen, lalu 12,3 persen Jatim, 12 persen Jateng, 9,7 persen Jabar, sisanya 33,3 persen dari daerah lain seluruh Indonesia.
Sebanyak 57 persen diantaranya memutuskan untuk tidak mudik, 37 persen belum mudik dan 7 persen sudah mudik. Sejumlah 99 persen sudah memahami dan mengetahui terkait virus Corona atau Covid-19. Namun yang tidak paham nol persen, lalu yang sangat paham 55 persen, paham 44 persen, dan sangat tidak paham.
Selanjutnya, alasan melakukan mudik dini (7 persen) adalah 28,9 persen telah menerapkan work from home (WHF), 28 persen untuk menghindari penularan di tempat kerja/belajar, 15,5 persen penerapan belajar/kerja di rumah (e-learning), 6,9 persen tempat bekerja ditutup sementara, dan 20,7 persen alasan lainnya.
“Lebih rinci lagi, moda yang digunakan terbanyak mobil pribadi 23,9 persen, sepeda motor 22,6 persen, pesawat udara 17,7 persen, kereta 14,6 persen, bus 10,1 persen dan kapal laut 1,1 persen,” jelasnya.
Advertisement
Puncak Arus Mudik
Disamping itu, responden yang menyatakan belum mudik sebesar 37 persen. Namun, setelah mendapatkan informasi tentang bahaya virus corona, sebanyak 66 persen tidak jadi mudik dan 34 persen tetap akan mudik.
Dari 34 persen yang tetap akan mudik, diperkirakan titik puncak arus mudik dan arus balik terjadi pada H-3 untuk arus mudik dan H+7 untuk arus balik.
“Menunda mudik bukan berarti tidak mudik. Cuma waktunya tidak sekarang, masih bisa diganti di lain hari. Keselamatan kesehatan keluarga dan lingkungan menjadi pertimbangan untuk menunda mudik. Berharap ketegasan pemerintah untuk meniadakan mudik lebaran tahun 2020,” tutupnya.