Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik langkah pemerintah untuk melakukan ekspor alat pelindung diri (APD) di tengah pandemi Covid -19. Sebab, produksi APD dalam negeri dinyatakan telah surplus sehingga sulit untuk diserap pasar domestik.
"Produksi APD kita memang surplus sampai saat ini. Sekarang memang kesulitan diserap pasar kita," tegas Sekretaris Eksekutif API, Rizal Tanzil Rakhman saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (11/6).
Menurutnya pangkal permasalahan terjadi disebabkan oleh waktu kedatangan impor APD yang tidak tepat. Di mana datangnya APD impor bersamaan dengan fokus industri dalam negeri yang sedang menggenjot produksi barang tersebut.
Advertisement
Ironisnya mayoritas APD yang saat ini laku dibeli masyarakat justru berasal dari impor. Alhasil Rizal menyebut, bahwa pelaku usaha tekstil domestik kini dihadapkan pada kondisi sulit dalam menjaga kelangsungan usaha di tengah pandemi setelah APD lokal tidak mampu terserap pasar dalam negeri.
Baca Juga
"APD ini kan bisa dibilang nafasnya industri tekstil. Maka, saat tidak terserap pasti kita akan sulit menjaga bisnis," keluhnya.
Oleh karenanya, Rizal mendorong pemerintah khususnya Kementerian Perdagangan RI untuk segera melakukan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 tahun 2020 tentang Larangan Ekspor Antiseptik, Bahan Baku Masker, Alat Pelindung Diri, dan Masker. Sehingga ekspor APD dapat dilakukan dalam waktu dekat untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi industri tekstil nasional.
"Sejumlah negara yang kami anggap potensial untuk Asia ialah Jepang, Korea Selatan, dan lainnya. Terlebih, Afrika itu potensi pasar yang bagus karena mereka juga sedang butuh APD kita. Ini tentu akan menambah income bagi industri tekstil kan? ," pungkasnya. Â
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kinerja Indsutri Tekstil
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian berupaya memacu optimalisasi kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Sebab, industri TPT merupakan salah satu sektor manufaktur yang terdampak cukup berat akibat pandemi Covid-19.
"Guna mempertahankan kinerjanya, kami mendorong industri TPT untuk melakukan diversifikasi produk dan membantu pemenuhan alat pelindung diri (APD) dan masker bagi tenaga medis, serta memproduksi masker dari kain," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya, Selasa (9/6).
Dia menjelaskan, saat ini terjadi peningkatan signifikan pada produksi coverall/protective suite, surgical gown dan surgical mask. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, terjadi surplus produksi sampai Desember 2020 sebesar 1,96 miliar buah untuk masker bedah, kemudian 377,7 juta buah masker kain, sebanyak 13,2 juta buah pakaian bedah (gown/surgical gown), dan 356,6 juta buah untuk pakaian pelindung medis (coverall).
"Gerak cepat yang dilakukan oleh industri tekstil dalam negeri, baik yang skala besar maupun rumahan, membuat banjir produksi APD seperti masker medis. Sehingga perlu dicarikan solusi untuk pemasaran, tuturnya.
Apalagi, APD yang diproduksi industri lokal ini mampu memenuhi persyaratan medis menurut standar WHO. Bahkan, beberapa produk dalam negeri itu juga telah lulus uji ISO 16604 standar level tertinggi WHO (premium grade) yang dilakukan di lembaga uji di Amerika Serikat dan Taiwan, sehingga dapat aman digunakan oleh tenaga medis di seluruh dunia.
Adapun tiga produk baju APD berbahan baku dalam negeri dan diproduksi oleh industri nasional yang sudah mencapai standar internasional, yaitu baju APD dari PT Sritex, PT SUM dan Leading Garmen serta PT APF dan Busana Apparel, yang semuanya telah lolos uji standar ISO 16604 Class 2 bahkan lebih tinggi
"Banyak negara di dunia yang kini masih membutuhkan masker dan APD. Misalnya, Amerika Serikat dan Korea Selatan, ungkap Agus. Ekspor APD dan masker oleh produsen lokal sebenarnya bukan hal baru. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), faktanya, Indonesia sempat melakukan ekspor APD senilai USD 257 ribu pada April 2020," jelasnya.
Â
Advertisement