Target Cukai Rokok Naik Jadi Rp 172,8 Triliun di 2021, Ini Alasannya

Kenaikan tarif cukai rokok tahun depan telah mempertimbangkan adanya dampak pandemi Covid-19 bagi ekonomi Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Agu 2020, 18:45 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2020, 18:45 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memastikan target cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar Rp 172,8 triliun di tahun depan. Angka tersebut naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp 164,9 triliun. Kenaikan tarif ini akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti.

Namun, hal itu masih menjadi polemik lantaran kenaikan tarif CHT sekitar 23 persen tahun 2020 ini ternyata tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.

Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Sunaryo mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tahun depan telah mempertimbangkan adanya dampak pandemi Covid-19 bagi ekonomi Indonesia. Sekaligus mengikuti asumsi makro tahun 2021.

"Tentu asumsi makro akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan policy dan penentuan target cukai di tahun 2021," ujarnya dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021', di Jakarta Minggu (30/8/2020).

Sunaryo menjelaskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021, Kementerian Keuangan mematok penerimaan cukai sebesar Rp 178,5 triliun. Jumlah tersebut naik 3,6 persen year on year (yoy) dibanding outlook akhir tahun ini yang mencapai Rp 172,2 triliun.

Kemudian, ada empat aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah soal kenaikan cukai rokok pada 2021. Pertama, hasil survei dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja reksan cukai yang menunjukan secara umum masih memiliki resilience untuk melindungi tenaga kerja (padat karya).

Kedua, berdasarkan hasil indepth interview, secara umum kontributor utama mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal cukai. Ketiga, berdasarkan monitoring HTP, pabrikan belum sepenuhnya melakukan fully shifted/ forward shifting, kondisi saat ini pabrikan masih menalangi (backward shifting).

Terakhir, titik optimum menjadi penentuan target 2021 yang tidak serta merta penambahan beban berkorelasi positif terhadap sektor penerimaan.

Lanjutnya, dalam prakteknya, performa cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2012 sampai 2018 secara nominal, produksinya terus menurun, prevalensi total Global juga turun. Namun penerimaan cukai tercapai dan meningkat secara nominal serta proporsional.

Sehingga, kenaikan cukai rokoktidak hanya mempertimbangkan penerimaan negara. Sebab, tidak serta merta penambahan tarif cukai dapat menambah penerimaan.

"Makanya ini tantangan bagi kita ini sendiri untuk membuat solusi. Bagaimana dengan situasi yang seperti ini bisa tumbuh penerimaan cukai tetapi pertimbangannya dari industri dan kesehatan bisa optimum," jelasnya.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan video pilihan berikut ini:

3 Pertimbangan

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Wawan Juswanto mengatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai mempertimbangkan tiga hal. Yakni Undang-Undang Cukai, optimalisasi kebijakan, dan kebijakan industri.

"Yang dipertimbangkan mana? tiga-tiganya ini kita pertimbangkan secara mix," ungkapnya.

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu memprediksi volume produksi rokok bakal anjlok signifikan imbas dari pandemi Covid-19 dan kenaikan cukai rokok ini. Sehingga perlu adanya Roadmap yang jelas dan memberi kepastian terhadap industri ini.

Dia menerangkan, estimasi penerimaan negara dari cukai akan terkoreksi menjadi Rp165 Triliun atau turun dari target penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang ditetapkan sebesar Rp173,14 Triliun. Sehingga untuk tetap mempertahankan kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT), pemerintah harus segera menyelesaikan roadmap.

Terlebih di tengah pandemi Covid-19 saat ini, industri apapun tengah membutuhkan kepastian termasuk IHT yang saat ini posisinya senantiasa merasa terancam. Mulai dari agenda perubahan struktur cukai, kenaikan tarif cukai yang eksesif hingga perubahan regulasi yang terus menekan IHT.

"Kondisi IHT saat ini sangat terhimpit, perlu komitmen bersama pemerintah dan pemangku lepentingan lainnya untuk memberi masa pemulihan. Dan berhenti menerbitkan kebijakan yang menciptakan ketidakpastian usaha selama 3 tahun bagi usaha IHT selama masa pemulihan," paparnya.

Reporter : Sulaeman

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya