Chatib Basri: Pemulihan Ekonomi Indonesia Bakal Lebih Lama

Chatib Basri meyakini masa pemulihan ekonomi Indonesia diprediksikan membutuhkan waktu yang panjang.

oleh Tira Santia diperbarui 03 Sep 2020, 18:30 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2020, 16:30 WIB
Menteri ESDM dan Mantan Menkeu Jadi Keynote Speech Transformational Business Day
Mantan Menteri Kuangan Indonesia Chatib Basri saat menjadi pembicara dalam Transformational Business Day: Indonesia Energy, Gas & Renewables di Jakarta, Rabu (14/3). (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Penasihat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Chatib Basri, meyakini pola pemulihan ekonomi nasional tidak akan berbentuk “V” shape, melainkan "U" shape. Dengan begitu, masa pemulihan ekonomi Indonesia diprediksikan membutuhkan waktu yang panjang.

“Saya yakin ekonomi kita akan pulih tapi saya berharap saya salah, recovery kita bentuknya agak susah untuk bentuk V, mungkin bentuknya huruf U, kalau bentuk huruf U artinya setiap perusahaan harus siap untuk proses pemulihan agak panjang,” kata Chatib  dalam seminar nasional daring AFPI, Kamis (3/9/2020).

Sehingga jika pemulihan itu terbukti U shape maka para pelaku UMKM dan usaha besar harus bisa bertahan hingga perekonomian Indonesia pulih di masa mendatang.

“Namun yang jadi masalah adalah kalau proses pemulihannya agak panjang, apakah akan survive atau tidak tergantung nafasnya cukup atau tidak,” ujarnya.

Menurut  Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014, nafas yang dimaksud adalah kemampuan bertahan di situasi krisis dampak pandemi Covid-19. Kata Chatib Basri nafas yang cukup itu bisa didorong oleh akses keuangan yang dimiliki si pelaku usaha.

“Katakanlah UKM kalau punya tabungan terbatas sementara pemulihannya memakan waktu Panjang, nafasnya tidak cukup namun sebelum pulih sudah keburu tutup. Artinya yang mereka butuhkan adalah relaksasi dari kredit dana, karena kalau panjang recovery nya baru bisa kembali normal itu dia akan mengalami kesulitan membayar kreditnya,” jelasnya.

Chatib berpendapat bahwa industri fintech memiliki keunggulan yang bisa dimanfaatkan di masa pandemi ini. Salah satunya aktivitas pembiayaan bisa dilakukan secara digital tanpa harus bertatap muka, selain itu prosesnya cepat dan tidak sulit.

Begitupun terkait agunan, untuk pembiayaan konvensional jika dalam situasi pemulihannya lambat, malah mengakibatkan pelaku usaha menutup usahanya karena sulitnya mengakses pembiayaan kredit.

“Saya justru melihat bahwa Peer to Peer bisa membantu kita di situasi saat ini. Tetapi bahwa itu tidak berdiri sendiri regulatornya juga harus mensupport, misalnya relaksasi kalau dari debiturnya minta relaksasi kredit mau gak mau itu treatmentnya kepada Peer to Peer harus sama seperti di perbankan,” pungkas Chatib Basri.

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pinjaman Online Dinilai Belum Cocok Salurkan Dana PEN

Ilustrasi Fintech
Ilustrasi Fintech. Dok: edgeverve.com

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman mengatakan, saat ini pemerintah belum memungkinkan penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui fintech lending atau pinjaman online.

“Terkait fintech, memang kita berkeinginan namun saat ini masih memang belum memungkinkan dalam program kita, karena masih ada regulasi yang perlu kita selesaikan. Diantaranya sampai saat ini yang bisa diterima dalam audit untuk penyaluran bantuan Pemerintah itu melalui perbankan,” kata Hanung dalam seminar nasional daring AFPI, Kamis (3/9/2020).

Dirinya di Kementerian Koperasi dan UKM pun tidak menampik keinginannya untuk mendorong UMKM segera onboarding secara menyeluruh. Namun, untuk melaksanakan itu bukan hal yang mudah. sebab kesuksesan UMKM di ekosistem digital hanya 5 persen.

“Sukses ratenya itu hanya 5 persen. Jadi untuk itu kita melakukan beberapa langkah untuk membantu mereka masuk ke dunia digital. Diantaranya ada program-program membuat reseller untuk perantara mereka,” jelasnya.

Kendati begitu, menurutnya penggunaan fintech lending untuk UMKM memerlukan persetujuan dari pemerintah untuk bisa menyalurkan bantuan pembiayaan. Di mana masih terhambat regulasi dan infrastruktur.

“Masih ada hambatan regulasi, yang harus segera kita selesaikan Bersama-sama. Tapi memang saat ini kami pemerintah belum bisa secara langsung  menyalurkan pembiayaan melalui fintech,” ujarnya.

Saat ini masih ada beberapa program pembiayaan. Pertama, yaitu program restrukturisasi pinjaman, subsidi bunga dalam proses restruktrukturisasi, perluasan KUR untuk UMKM. 

Kemudian juga ada program hibah kepada UMKM yang baru diluncurkan oleh Presiden yang disebut Bantuan Presiden (Banpres) produktif untuk usaha mikro yang besarnya Rp 2,4 juta untuk 12 juta UMKM.

Penyalurannya melalui 3 institusi keuangan, yakni BRI, BNI dan Mandiri Syariah. Selanjutnya ada skema penyaluran yang disiapkan Pemerintah diantaranya perluasan KUR atau disebut KUR super mikro dengan bunga 0 persen.

“Ini untuk bantu UMKM tadi dalam situasi sekarang agar mereka lebih berani merektivasi kembali usahanya. Memang dalam kondisi seperti ini perlu banyak insentif pemerintah,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya