Buruh Tuntut Kenaikan Upah Minimum 8 Persen di 2021

KSPI) meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021 sekurang-kurangnya sebesar 8 persen.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 05 Sep 2020, 10:40 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2020, 10:40 WIB
Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Para buruh mendesak Pemprov DKI Jakarta melakukan revisi UMP 2018 DKI Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021 sekurang-kurangnya sebesar 8 persen.

Di mana kenaikan sebesar 8 persen tersebut, setara dengan kenaikan upah minimum dalam tiga tahun terakhir. Demikian disampaikan Presiden KSPI Said Iqbal di Jakarta, Sabtu (5/9).

“Walaupun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi minus dalam 2 kwartal terakhir, tetapi daya beli masyarakat harus tetap dijaga. Dengan demikian, adanya inflansi harga barang tetap terjangkau dengan adanya kenaikan upah yang wajar,” kata Said Iqbal di Jakarta, Sabtu (5/9/2020).

Dengan kenaikan upah minimum sekurang-kurangnya 8 persen tersebut, kata Said Iqbal, bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus sebagai upaya untuk melakukan recovery ekonomi.

“Dalam situasi seperti sekarang ini, eksport belum bisa diharapkan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar recovery ekonomi tetap terjadi, yang harus dilakukan adalah meningkatkan nilai konsumsi dengan cara meningkatkan kenaikan upah minimum tahun 2021,” tegasnya.

Said Iqbal membandingkan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998, 1999, dan 2000. Sebagai contoh, di DKI Jakarta, kenaikan upah minimum dari tahun 1998 ke 1999 tetap naik sekitar 16 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1998 minus 17,49 persen. Begitu juga dengan upah minimum tahun 1999 ke 2000, upah minimum tetap naik sekitar 23,8 persen, padahal pertumbuhan ekonomi tahun 1999 minus 0,29 persen.

“Jadi tidak ada alasan upah minimum tahun 2020 ke 2021 tidak ada kenaikan, karena pertumbuhan ekonomi sedang minus,” tambahnya.

Justru karena pada saat itu pemerintah tetap menaikkan upah meskipun pertumbuhan ekonomi sedang minus, akhirnya konsumsi tetap terjaga.

“Jadi bukan hal yang baru, ketika ekonomi minus, upah tetap dinaikkan,” tegas pria yang juga menjabat sebagai Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) ini.

Untuk itu, KSPI akan memerintahkan seluruh kadernya yang duduk di dalam Dewan Pengupahan di seluruh Indonesia untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum 2021.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perusahaan yang Kena Dampak Covid-19

Massa Buruh Kepung Balai Kota DKI
Massa buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyemut di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (10/11). Puluhan ribu buruh berunjuk rasa menuntut agar UMP di Jakarta direvisi dari Rp3,6 juta menjadi Rp3,9 juta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sementara itu, bagi perusahaan di industri tertentu yang terpukul akibat resesi ekonomi dan covid 19 seperti hotel, maskapai penerbangan, restoran, dan sebagian industri padat karya domestik, jika memang keberatan dengan kenaikan upah minimum dapat mengajukan penangguhan sebagaimana yang sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Itu pun harus ada pesetujuan dengan serikat pekerja dan dibuktikan dengan laporan keuangan yang menyatakan benar-benar rugi.

“Intinya, KSPI berpendapat kondisi ini tidak bisa dipukul rata. Hanya karena pertumbuhan ekonomi minus, seluruh perusahaan kemudian tidak naik upah minimumnya,” ujarnya.

Di saat yang sama, Sadi Iqbal kembali menegaskan, bahwa KSPI meminta agar klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja atau isi dari Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan ada yang dikurangi sedikitpun.

“KSPI tetap menolak omnibus law RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan sebagaimana sikap di atas. Sikap KSPI ini juga menjadi sikap serikat pekerja dalam tim perumus RUU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan bersama DPR RI,” ungkap Said Iqbal.

“Terhadap sikap ini, KSPI tidak akan kompromi. Bilamana ada hal-hal terkait ketenagakerjaan yang akan diatur dalam omnibus law, sebaiknya hanya menyangkut penguataan pengawasan perburuhan, meningkatkan produktifitas melalui pendidikan dan pelatihan, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerja di industri startup, UMKM, dan tranpostrasi online. Sedangkan isi dari Undang-Undang No 13 tahun 2003 tidak boleh direvisi,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya