Subsidi LPG Ditambah, Belanja Negara 2021 Naik Jadi Rp 2.750 Triliun

Kenaikan belanja negara terjadi dikarenakan subsidi energi atau LPG yang juga mengalami kenaikan jadi Rp 2,4 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Sep 2020, 13:15 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2020, 13:15 WIB
FOTO: Sri Mulyani Bahas Program PEN Bersama Komisi XI DPR
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020). Rapat di antaranya membahas perkembangan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui kenaikan belanja negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengusulkan belanja Negara tahun depan naik Rp 2,5 triliun menjadi Rp 2.750 triliun, dari usulan sebelumnya sebesar Rp 2.747 dalam RUU APBN 2021.

"Belanja negara dari Rp 2.747,5 triliun jadi Rp 2.750 triliun. Kenaikan dari cost belanja pemerintah pusat, non-KL cadangan untuk PEN yang sudah disampaikan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Bendahara Negara ini menyebut, kenaikan belanja negara terjadi dikarenakan subsidi energi atau LPG yang juga mengalami kenaikan jadi Rp 2,4 triliun, karena penambahan volume LPG menjadi 7,5 juta metrik ton. Sementara dalam RUU APBN diusulkan hanya 7,0 juta metrik ton.

Adapun jika merincikan, kenaikan belanja negara seiring dengan kenaikan belanja pemerintah pusat mengalami sebesar Rp 3,3 triliun. Di mana dari sebelumnya Rp 1.951 triliun menjadi Rp 1.953 triliun.

Di mana jumlah itu terdiri dari, belanja KL sebesar Rp 1.029 triliun dan belanja non KL Rp 924 triliun.

Sementara, untuk transfer ke daerah dan dana desa (TKDD), justru mengalami penurunan menjadi Rp 795 triliun dari sebelumnya mencapai Rp 796 triliun.

Adapun jumlah itu terdiri dari dana transfer ke daerah mencapai Rp 723 triliun dan untuk dana desa sebesar Rp 72 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Ketua DPR: Beban Utang Makin Besar, Belanja Negara Harus Efektif dan Berkualitas

FOTO: AHY Temui Puan Maharani Bahas COVID-19
Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan sambutan saat menerima kunjungan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (6/8/2020). Pertemuan membahas krisis COVID-19 sektor ekonomi dan kesehatan hingga koalisi Pilkada 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR RI telah memberikan dukungan kepada pemerintah dalam menangani pandemi covid-19. Diantaranya dengan menetapkan Perpu 1 tahun 2020 menjadi undang-undang nomor 2 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk Penanganan pandemi covid-19 dan atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.

“DPR akan terus melakukan evaluasi dan pengawasan atas pelaksanaan APBN 2020 khususnya dalam penanganan pandemi covid-19 dan dampaknya agar pemerintah dapat bertindak memenuhi harapan rakyat dalam menjalankan berbagai program perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi rakyat,” ujar Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Rapat Paripurna DPR RI dalam Rangka HUT ke 75 DPR RI, Selasa (1/9/2020).

Dalam APBN 2021, pemerintah mengusung tema kebijakan fiskal yaitu “Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi”. Adapun rancangan kebijakan kali ini diarahkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, mendorong reformasi struktural, mempercepat transformasi ekonomi digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.

“Dengan asumsi makro yang diproyeksikan oleh pemerintah, maka RAPBN tahun 2021 akan berisikan pendapatan negara sebesar Rp 1776,4 triliun. Belanja negara sebesar Rp 2747,5 triliun serta defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp 971,2 triliun atau 5,5 persen dari PDB,” papar Puan.

Dalam menghadapi situasi ketidakpastian yang bersumber dari pandemi covid 19, maka diperlukan antisipasi fiskal dalam proyeksi pendapatan negara, penajaman belanja negara dan pembiayaan defisit.

Defisit anggaran tahun 2021 yang diperkirakan mencapai Rp 971,2 atau setara 5,5 persen dari PDB ini, kata Puan, akan bertumbuh pada pembiayaan utang.

“DPR RI akan mencermati upaya pemerintah dalam memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati, dengan strategi pembiayaan utang yang memperhatikan risiko dan kapasitas APBN di masa yang akan datang. Dengan beban utang yang semakin besar maka pemerintah wajib memastikan bahwa Belanja Negara benar-benar efektif dan berkualitas,” tukas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya