OJK Pastikan Transaksi Saham Kena PPN 12 Persen

OJK menyatakan, tata cara perhitungan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN sudah diatur oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 07 Jan 2025, 19:38 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2025, 19:38 WIB
OJK Pastikan Transaksi Saham Kena PPN 12 Persen
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penjelasan soal pengenaan PPN 12 persen pada transaksi saham. (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan penjelasan soal pengenaan PPN 12 persen pada transaksi saham. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon (OJK, Inarno Djajadi mengatakan saham bukan merupakan objek pajak. 

Namun, anggota bursa atau sekuritas merupakan Pengusaha Kena Pajak atau PKP yang wajib memungut jasa transaksi efek sebagai Jasa Kena Pajak atau JKP. 

"Sehingga dasar pengenaan PPN adalah fee atau komisi transaksi efek dan ini merupakan salah satu komponen biaya atas penjualan efek,” kata Inarno dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB Desember 2024, Selasa (7/1/2025). 

Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyesuaikan terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12 persen mulai Januari 2025. Merujuk Surat Edaran BEI No. S-13561/BEI.KEU/12-2024, transaksi setelah 1 Januari 2025 dikenakan PPN 12 persen. Tagihan sebelum 1 Januari 2025 tetap mengacu PPN 11 persen.

Pengenaan tarif PPN 12 persen untuk 2025 dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Nilai lain yang dimaksud pada poin tersebut adalah sebesar 11/12 dari nilai invoice. Dengan ketentuan ini, tarif PPN tetap sesuai dengan ketentuan terbaru 12 persen, tetapi dengan nilai objek pajak yang dikalikan 11/12. Alhasil, nilai akhirnya sama dengan PPN 11 persen.

Inarno menambahkan tata cara perhitungan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN sudah diatur oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui surat edaran No: S-0001/BEI.KEU/01-2025 tanggal 1 Januari 2025. 

 

Pemerintah Beri Waktu Transisi 1 Bulan untuk Barang Mewah Kena PPN 12

Cerminkan Prinsip Keadilan dan Gotong Royong, Benarkah Kenaikan PPN Lebih Baik Daripada Kenaikan PPh?
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Sebelumnya, Pemerintah memberikan masa transisi pada pengenaan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% bagi barang mewah. Masa transisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.

Sebagai informasi, Pasal 5 PMK 131 Tahun 2024 mencantumkan bahwa pengenaan tarif pajak 12% untuk barang mewah mulai berlaku pada 1 Februari 2024.

"Secara prinsip kami memberikan atau meluangkan waktu transisi," kata Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo dalam konferensi pers di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (2/1/2025)

Suryo menjelaskan, transisi ini diberikan kepada pengusaha barang mewah untuk penyesuaian faktur pajak, dari yang penghitungannya masih menggunakan sistem PPN tarif 11% menjadi 12%.

"Karena faktur pajak yang dibuat wajib pajak sebagian besar sudah berada dalam dokumen digital secara sistem. Sehingga waktu ubah sistem kami beri rentang waktu yang cukup bagi teman-teman wajib pajak untuk siapkan sistemnya," terang Suryo.

Sementara itu, tidak ada masa transisi untuk tarif PPN pada barang non mewah karena tarif akhirnya masih senilai 11% sesuai dengan keputusan Presiden Prabowo Subianto pada akhir Desember 2024.

Apa Saja Barang Mewah yang Kena PPN 12%?

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12% yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

Kebijakan tersebut merupakan amanah  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dengan tujuan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga inflasi rendah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Supaya jelas, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah, yaitu barang dan jasa tertentu yang selama ini sudah terkena PPN barang mewah, yang dikonsumsi oleh golongan masyakat berada, masyarakat mampu," tegas Presiden Prabowo Subianto.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa saat ini dunia masih dihadapkan dengan tantangan global yang penuh ketidakpastian dan ketegangan yang memberikan tekanan kepada perekonomian dunia.

 

Imbas Langsung

Dapatkah PPN Multitarif Menjadi Solusi Adil untuk Mengurangi Ketimpangan Ekonomi?
Ilustrasi pajak. (belchonock/depositphotos.com)

Meski hal tersebut berimbas langsung kepada harga-harga komoditas dan memengaruhi penerimaan negara, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Pemerintah telah melakukan pengelolaan keuangan negara secara prudence, dengan bijak, dan dengan hati-hati serta mampu mengendalikan defisit tetap berada dalam koridor.

Lebih lanjut, Pemerintah memastikan bahwa setiap kebijakan perpajakan akan selalu mengutamakan kepentingan rakyat secara keseluruhan, perlindungan daya beli rakyat, serta mendorong pemerataan ekonomi.

Presiden Prabowo Subianto juga menegaskan komitmen Pemerintah untuk selalu berpihak kepada rakyat banyak, melihat kepada kepentingan nasional, serta berjuang dan bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

"Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak yang tetap diberikan pembebasan PPN, yaitu tarif nol persen. Antara lain, kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telor, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum,” ungkap Prabowo Subianto.

 

Pemberlakuan PPN

Ilustrasi Pajak. Foto: Freepik
Ilustrasi Pajak. Foto: Freepik

Seiring dengan pemberlakuan kebijakan PPN tersebut, Pemerintah juga telah menyiapkan 15 (lima belas) paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dengan nilai mencapai Rp38,6 triliun.

Pemberian insentif tersebut menyasar kepada rumah tangga berpenghasilan rendah, masyarakat kelas menengah, dan bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya.

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 dimana pengenaan PPN 12% hanya dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor.

Khusus untuk barang-barang tertentu yang tergolong mewah yang dikenai PPnBM selain kendaran bermotor, PPN 12% akan dikenakan bagi kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual Rp 30 miliar atau lebih.

Kemudian, kelompok balon udara dan pesawat udara tanpa tenaga penggerak dan peluru senjata api, kecuali untuk keperluan negara. Selanjutnya kelompok pesawat udara selain yang dikenai tarif PPnBM 40%, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga seperti helikopter, serta kelompok senjata api seperti senjata artileri, revolver, dan pistol, kecuali untuk keperluan negara.

Dan yang terakhir yakni kelompok kapal pesiar mewah yang penggunaannya bukan untuk keperluan negara atau angkutan umum seperti kapal pesiar, kapal ekskursi, dan yacht.

“Dengan ini, saya kira sudah sangat jelas bahwa Pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan pro rakyat,” pungkas Presiden Prabowo Subianto.

 

Infografis Contoh Barang Mewah dan Jasa Premium Kena PPN 12 Persen
Infografis Contoh Barang Mewah dan Jasa Premium Kena PPN 12 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya