Corona Bikin Pertumbuhan Ekonomi Sulit Diproyeksi

Pemerintah berulang kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Sep 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2020, 17:30 WIB
Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Pandangan udara permukiman warga dan gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berulang kali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional di 2020. Pada Maret-April lalu, pemerintah memberikan pandangan kepada DPR ekonomi di 2020 bakal berada dikisaran minus 0,4 persen hingga positif 2,3 persen.

Kemudian berdasarkan data hingga Juli dan Agustus pemerintah kembali memperkecil proyeksi pertumbuhan. Di mana, saat ini berada di kisaran minus 1,1 persen hingga 0,2 persen.

Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengakui jika Pemerintah tengah kesulitan dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dan 2021 secara solid. Menurut dia, kesulitan diakibatkan oleh kondisi serba tidak pasti selama pandemi Corona berlangsung.

"Ya memang sangat sulit melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang solid. Proyeksi yang solid ini menjadi sulit, di tengah pandemi Covid-19 ini," kata Suahasil dalam webinar bertajuk 'Dualisme Peran UMKM di Tengah Krisis Ekonomi Nasional', Sabtu (19/9).

Hal ini tercatat dari perbedaan data oleh Pemerintah maupun sejumlah lembaga riset internasional atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 dan 2021 mendatang. Dimana Kementerian Keuangan memprediksi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia antara -0.4 sampai 1.0. Kemudian tahun 2021 tingkat pertumbuhan ekonomi dipatok antara 4.5 sampai 5.5 persen.

Sementara lembaga dana moneter atau IMF meramalkan tingkat ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini -0,3. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi diprediksi mencapai 6.1 persen.

Lalu, Bank Dunia meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 ialah 0.0 persen. Sedangkan angka pertumbuhan tahun depan sebesar 4.8 persen.

Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) sendiri memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini antara -3.9 sampai -2.8 persen. Sementara untuk tahun 2021 angka pertumbuhan ekonomi Indonesia dipatok antara 2.6 hingga 5,2 persen.

Sedangkan, Bank Pembangunan Asia Atau ADB memprediksi ekonomi Indonesia tahun ini -1.0 persen. Lalu, untuk tahun depan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini mencapai 5,3 persen.

Terakhir, Bloomberg (median) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 mencapai 0.5 persen. Kemudian untuk 2021, angka pertumbuhan ekonomi nasional dipatok sebesar 5.5 persen.

"Ini mereflesikan sulitnya membuat proyeksi ke depan. Jadi ibaratnya tuh, mau dibilang bahwa kita lewati dulu tahun ini. Lewati dulu masa sekarang. Karena membuat proyeksi kedepan Itu tidak semudah yang kita pikirkan," tegasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5 Persen di 2021

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen di 2021. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan berada pada kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen tahun 2021 telah ditetapkan titiknya adalah di 5 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Bendahara Negara ini mengatakan, keputusan yang diambil dalam kesepakatan Panja sangat tepat. Asumsi pertumbuhan ekonomi di titik 5 persen tersebut menggambarkan antara harapan namun juga kehati-hatian terhadap kondisi 2021.

"Diakui dengan adanya perkembangan Covid terutama akhir-akhir ini kita melihat eskalasi ketidakpastian meningkat untuk tahun 2020 dan masih akan berlangsung di 2021. Sehingga kita memang patut waspada namun tidak kehilangan fokus untuk optimis dalam hadapi masalah," terang dia.

Sementara itu, inflasi dan nilai tukar Rupiah tidak mengalami perubahan dari RAPBN 2021 yang disampaikan sebelumnya. Di mana inflasi dipatok sebesar 3,0 persen dan Rupiah Rp14.600 per USD.

"inflasi 3 persen sesuai RUU yang disampaikan pak presiden. Nilai tukar Rupiah Rp14.600 masih sama yang disampaikan RUU APBN 2021," jelas dia.

Tak hanya itu, tingkat suku bunga SBN 10 tahun, harga minyak mentah Indonesia, lifting minyak bumi juga tidak mengalami perubahan. Di mana masing-masing berada di posisi 7,29 untuk SBN, USD 45 per barel harga minyak mentah Indonesia, dan USD 705 per barel untuk lifting minyak bumi.

"Yang berubah adalah cost recovery yang menurun dari USD 8,5 miliar, menjadi USD 8 miliar. Turun USD 500 juta," jelas dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, untuk sasaran dan indikator pembangunan tidak banyak berubah dalam RAPBN 2021. Di mana tingkat pengangguran dalam rentang 7,7 - 9,1. Tingkat kemiskinan dalam 9,2 - 9,7, gini ratio indeksnya 0,377-0,379, dan IPM 72,78 - 72,95.

Sementara untuk dua sasaran pembangunan yang juga diminta oleh DPR, Banggar maupun di Komisi XI, yakni tentang nilai tukar petani 102 dan nilai tukar nelayan 104.

"Ini adalah yang jadi basis asumsi kita untuk menghitung dari apbn 2021 dan sekaligus ada beberapa target pembangunan," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya