Pertumbuhan Ekonomi Dipatok 5 Persen di 2021

Asumsi pertumbuhan ekonomi di titik 5 persen tersebut menggambarkan antara harapan namun juga kehati-hatian terhadap kondisi 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Sep 2020, 11:19 WIB
Diterbitkan 11 Sep 2020, 11:17 WIB
FOTO: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal II 2020 Minus 5,32 Persen
Anak-anak bermain di bantaran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang gedung pencakar langit di Jakarta, Kamis (6/8/2020). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia Kuartal II/2020 minus 5,32 persen akibat perlambatan sejak adanya pandemi COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen di 2021. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN), pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan berada pada kisaran 4,5 persen sampai 5,5 persen.

"Pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen tahun 2021 telah ditetapkan titiknya adalah di 5 persen," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, saat rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Bendahara Negara ini mengatakan, keputusan yang diambil dalam kesepakatan Panja sangat tepat. Asumsi pertumbuhan ekonomi di titik 5 persen tersebut menggambarkan antara harapan namun juga kehati-hatian terhadap kondisi 2021.

"Diakui dengan adanya perkembangan Covid terutama akhir-akhir ini kita melihat eskalasi ketidakpastian meningkat untuk tahun 2020 dan masih akan berlangsung di 2021. Sehingga kita memang patut waspada namun tidak kehilangan fokus untuk optimis dalam hadapi masalah," terang dia.

Sementara itu, inflasi dan nilai tukar Rupiah tidak mengalami perubahan dari RAPBN 2021 yang disampaikan sebelumnya. Di mana inflasi dipatok sebesar 3,0 persen dan Rupiah Rp14.600 per USD.

"inflasi 3 persen sesuai RUU yang disampaikan pak presiden. Nilai tukar Rupiah Rp14.600 masih sama yang disampaikan RUU APBN 2021," jelas dia.

Tak hanya itu, tingkat suku bunga SBN 10 tahun, harga minyak mentah Indonesia, lifting minyak bumi juga tidak mengalami perubahan. Di mana masing-masing berada di posisi 7,29 untuk SBN, USD 45 per barel harga minyak mentah Indonesia, dan USD 705 per barel untuk lifting minyak bumi.

"Yang berubah adalah cost recovery yang menurun dari USD 8,5 miliar, menjadi USD 8 miliar. Turun USD 500 juta," jelas dia.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, untuk sasaran dan indikator pembangunan tidak banyak berubah dalam RAPBN 2021. Di mana tingkat pengangguran dalam rentang 7,7 - 9,1. Tingkat kemiskinan dalam 9,2 - 9,7, gini ratio indeksnya 0,377-0,379, dan IPM 72,78 - 72,95.

Sementara untuk dua sasaran pembangunan yang juga diminta oleh DPR, Banggar maupun di Komisi XI, yakni tentang nilai tukar petani 102 dan nilai tukar nelayan 104.

"Ini adalah yang jadi basis asumsi kita untuk menghitung dari apbn 2021 dan sekaligus ada beberapa target pembangunan," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video di bawah ini:

Pemerintah Memperlebar Defisit APBN Jadi 5,7 Persen di 2021

Ilustrasi APBN
Ilustrasi APBN
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperlebar defisit APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) sebesar 0,2 persen pada 2021. Dengan pelebaran tersebut maka defisit 2021 menjadi 5,7 persen dari sebelumnya 5,5 persen.
 
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, defisit APBN naik karena penerimaan negara yang disepakati mengalami penurunan sedangkan belanja mengalami kenaikan.
 
Dalam postur sementara, belanja negara ditetapkan naik sebesar Rp 2,5 triliun menjadi Rp 2.750 triliun dari sebelumnya sebesar Rp 2.747,5 triliun di RAPBN 2021.
 
Sedangkan, penerimaan negara turun Rp 32,7 triliun menjadi Rp 1.743,6 triliun dari sebelumnya Rp 1.776,4 triliun.
 
"Maka sementara dari sisi pendapatan terjadi perubahan, defisit anggaran alami kenaikan 0,2 persen dari yang disampaikan presiden," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Jumat (11/9).
 
Dia menjelaskan, kenaikan belanja terjadi karena adanya penyesuaian anggaran pendidikan yang akan menjadi pos pembiayaan serta adanya tambahan cadangan belanja untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sekitar Rp 15,8 triliun.
 
Dengan kenaikan defisit ini maka terjadi juga perubahan pembiayaan anggaran. Pembiayaan tambahan defisit sebesar Rp35,2 triliun tersebut akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) hingga menggunakan uang kas negara yang masih tersedia.
 
Adapun tambahan SBN untuk pembiayaan direncanakan sebesar Rp 34,9 triliun, penggunaan SAl Rp15,8 triliun dan tambahan cadangan pembiayaan pendidikan Rp 15,4 triliun.
 
Reporter: Dwi Aditya Putra
 
Sumber: Merdeka.com
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya