Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebut, terlalu dini untuk menilai jika UU Cipta Kerja akan membuat buruh rentan terkena PHK. Sebab, dia menilai semangat undang-undang anyar ini justru telah banyak mengakomodir kepentingan buruh.
"Sangat prematur apabila secara tergesa-gesa kita menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja akan rentan terhadap PHK pekerja/buruh. Padahal semangat yang dibangun dalam RUU Cipta Kerja ini justru untuk memperluas penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan kualitas perlindungan bagi pekerja/buruh, utamanya perlindungan bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)," tegas Ida di Jakarta, Selasa (6/10).
Baca Juga
Lebih jauh, Ida juga menanggapi polemik yang terjadi pada tataran masyarakat atas penolakan pengesahan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Menurutnya, ada dua cara yang akan di maksimalkan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat agar legowo menerima kehadiran UU kontroversial itu.
Advertisement
"Bagaimana meyakinkan para buruh untuk menerima RUU Cipta Kerja agar tujuan utama RUU memulihkan ekonomi tercapai?. Terdapat 2 (dua) hal penting yang dilakukan oleh Pemerintah," jelasnya.
Petama, mengintensifkan dialog dengan pemangku berbagai pemangku kepentingan. "Utamanya unsur pekerja/buruh dan pengusaha dengan dibantu jejaring kementerian/lembaga terkait serta pemerintah daerah, khususnya dinas-dinas yang membidangi urusan ketenagakerjaan di daerah," jelasnya.
Terakhir, Pemerintah segera menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan lain dibawahnya.
"Hal ini untuk meyakinkan kepada pekerja/buruh bahwa amanat perlindungan terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja dapat segera dijalankan," terangnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
UU Cipta Kerja Disahkan, Berdampak ke Formula Kenaikan UMP?
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan RUU Cipta Kerja tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja/buruh sebagaimana peraturan perundang-undangan eksisting (UU 13/2003 dan PP 78/2015) dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang baru.
“Terdapat penegasan variabel dan formula dalam penetapan Upah Minimum berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Selain itu, ketentuan mengenai Upah Minimum Kabupaten/Kota tetap dipertahankan,” kata Ida dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (6/10/2020).
Jelasnya, dengan adanya kejelasan dalam konsep penetapan Upah Minimum dimaksud, maka RUU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai penangguhan pembayaran Upah Minimum.
Disamping itu, dalam rangka memperkuat perlindungan upah bagi pekerja/buruh serta meningkatkan pertumbuhan sektor Usaha Mikro dan Kecil, maka RUU Cipta Kerja mengatur ketentuan pengupahan bagi sektor Usaha Mikro dan Kecil.
“RUU Cipta Kerja semakin mempertegas pengaturan mengenai “upah proses” bagi pekerja/buruh selama PHK masih dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incraht). Hal ini sebagaimana amanat Putusan MK No.37/PUU-IX/2011,” jelasnya.
Selain itu, RUU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja/buruh Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja. Disamping itu, RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja/buruh pada saat berakhirnya PKWT.
“Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat tetap diatur seperti UU eksisting (UU 13/2003) dan menambah ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu,” ujarnya.
Menurut Ida, hal itu untuk mengakomodir tuntutan perlindungan pekerja/buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu yang di era ekonomi digital saat ini berkembang secara dinamis.
Advertisement
RUU Cipta Kerja Jadi Undang-Undang, Serikat Buruh Kecewa
Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Jumisih, mengutarakan sikap kekecewanya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Pengesahan tersebut, dianggal terlalu cepat dan sangat merugikan buruh di tengah kondisi terjadi sekarang ini.
"Pasti kami sangat kecewa sekali, kita marah, ingin nangis, ini kekecewaan yang luar biasa buat buruh dan pekerja yang masih bekerja di pabrik," kata dia saat dihubungi, Senin (5/10/2020).
Dia menuturkan, dengan disahkannya UU Cipta Kerja semakin menunjukan keyakinan bahwa sebetulnya pemerintah dan DPR tidak berpihak kepada rakyat. Keduanya, justru berpihak kepada pihak-pihak tertentu seperti korporasi dan pemilik modal.
"Mereka yang punya uang punya kuasa, jadi sbgai negara yang punya cita-cita tetapi secara hukum tidak mendapatkan itu denga diberlakunya ominus law," kata dia.
Menurutnya, sikap DPR hari ini betul-betul tidak mendengarkan aspriasi dari rakyat yang setiap menit melakaukan upaya untuk menggunakan ruang demokrasi untuk menyampaikan aspirasi. "Tetapi betul-betul mengecewakan," singkat dia.
Dalam pandangannya, kehadiran UU Cipta Kerja akan sangat mengerikan. Sebab UU ini akan memberikan ruang yang sangat panjang untuk mengekspoitasi rakyar dan alam.
"Jadi sebetulnya pemerintah sedang mewariskan kehancuran untuk generasi kita dan genrasi akan datang. Jadi pemeritnah mewariskan bukan kebaikan tapi kehancuran untuk rakyatnya sendiri, per har ini," tandas dia.