Ekonomi Indonesia Terkontraksi, Menko Airlangga Bandingkan dengan Malaysia hingga India

Menko Airlangga Akui penanganan wabah virus corona di Indonesia terhadap sektor ekonomi berada di bawah China, Taiwan, Korea Selatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2020, 14:11 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 10:45 WIB
Airlangga Hartarto
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi nasional kuartal III-2020 pada Kamis, 5 November 2020 ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto berharap agar pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga ini lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya.

"Hari ini, agak siang nanti disampaikan hasil dari kuartal ketiga. Kita berharap di Q3 in akan lebih baik daripada Q2," kata Airlangga dalam Webinar bertajuk Transformasi Ekonomi: Momentum Menuju Indonesia Maju dan Unggul, Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Airlangga menuturkan jika pertumbuhan ekonomi nasional para kuartal ketiga ini lebih baik, maka Indonesia akan memasuki tren pertumbuhan ekonomi positif. Meskipun secara tahunan tetap akan negatif.

"Sehingga kalau dari segi tren kita akan masuk ke tren yang lebih positif. Walaupun nanti pertumbuhannya tetap jadi negatif," tutur dia.

Meski begitu, kondisi Indonesia kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut masih lebih baik dibandingkan negara-negara tetangga.

Semisal di Malaysia yang mengalami kontraksi hingga minus 17 persen, Singapura, minus 13 persen, Filipina minus 16 persen dan India minus 23,9 persen.

Dia menambahkan penanganan wabah virus corona di Indonesia terhadap sektor ekonomi berada di bawah China, Taiwan, Korea Selatan.

"Nah, inilah yang perlu dilihat bahwa penanganan kita dibandingkan negara lain itu, kita berada di bawah China, Taiwan, Korea Selatan," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video di bawah ini:

Pemerintah Siapkan Instrumen Penyelamat Ekonomi Kala Resesi, Apa Saja?

Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia diramal akan kembali terkontraksi pada kuartal III 2020. Pencapaian itu melengkapi pertumbuhan ekonomi di triwulan sebelumnya yang minus 5,32 persen, sehingga memastikan Indonesia tersungkur di lubang resesi.

Pemerintah tak menutup mata akan kemungkinan buruk tersebut. Berbagai instrumen pun telah dipersiapkan agar perekonomian nasional bisa kembali pulih pasca resesi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan masih ada harapan adanya pemulihan kinerja ekonomi. Terutama kegiatan manufaktur dan adanya perbaikan harga sejumlah komoditas di kuartal III tahun ini.

Dalam hal ini, Sri Mulyani mengutip harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang terus merangkak naik setelah tertekan luar biasa di Mei dan Juni. Sehingga pada Agustus dan September harga pasarannya sudah terpantau pulih.

Selain itu, ia juga menyinggung soal harga minyak dunia yang masih tinggi. Bahkan melebihi asumsi pada Perpres 54/2020, dimana baseline asumsi harga Indonesia Crude Price (ICP) sebesar USD 38 per barel untuk harga rata-rata sepanjang 2020.

"Ini dilihat dari berbagai harga komoditas, harga minyak di atas USD 40 per barel. Lebih tinggi dari asumsi di Perpres yang masih di USD 35, USD 36, dan sekarang sudah ada di atas USD 40 per barel," jelas Sri Mulyani, seperti dikutip Kamis (5/11/2020).

Sinyal pemulihan ekonomi lainnya, harga emas yang disebut Sri Mulyani terus naik seiring dengan posisinya sebagai aset aman investasi (safe haven).

"Harga komoditas lain ada perbaikan, emas safe haven dari situasi ketidakpastian, makanya melonjak di Agustus dan masih bertahan tinggi di September. LNG turun tajam di September, dari harga tembaga juga mengalami kenaikan," paparnya.

Sektor perikanan pun dinilai mampu memulihkan perekonomian nasional pasca resesi. Hal itu diutarakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, yang optimis sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi solusi mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Untuk meyakinkan kita bahwa dalam menghadapi sulitnya kondisi saat ini imbas Covid-19, saya sangat optimis sektor kelautan dan perikanan menjadi solusi, baik itu lapangan pekerjaan maupun devisa negara," ungkapnya.

Optimisme ini berangkat dari tercerminnya permintaan hasil perikanan Indonesia yang tetap tinggi di pasar internasional. Terjadi peningkatan ekspor sebesar 6,9 persen pada semester I 2020, atau setara USD 2,4 miliar.

Sumber daya ikan di laut Indonesia juga sangat melimpah. Baik di sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

Perikanan tangkap memiliki potensi mencapai 12,5 juta ton per tahun, dan lahan budidaya lebih dari 4,5 juta ha. Hanya saja, Edhy menganggap hasilnya saat ini belum optimal.

 

 

Bantuan Swasta

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pedagang melintasi lajur penyebrangan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional (Satgas PEN), Budi Gunadi Sadikin, juga turut mencermati risiko terjadinya resesi. Oleh karenanya, ia meminta bantuan kepada pihak swasta untuk mau bergerak guna memulihkan perekonomian jika Indonesia benar-benar jatuh ke lubang resesi.

"Di mata kami memang setelah kita lihat struktur ekonomi Indonesia paling besar tetap kontribusinya ada di swasta. 70 persen lebih dari ekonomi Indonesia yang Rp 1.000 triliun ini merupakan kontribusi swasta. Sisanya 16 persen BUMN, sisanya lagi baru pemerintah," terangnya.

Secara porsi, ia menyebutkan, pemerintah telah mengeluarkan banyak effort melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun itu kontribusinya hanya sekitar 16-17 persen saja dari kementerian/lembaga, ditambah 5-6 persen untuk PEN.

"Sebagian besar tetap sangat bergantung ke temen-temen di swasta," sambung pria yang juga menjabat selaku Wakil Menteri BUMN I ini.

Potensi Wakaf

Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammad Fuad Nasar, menilai wakaf merupakan instrumen penting untuk menopang perekonomian Indonesia di tengah masa krisis akibat resesi.

"Pengembangan wakaf menjadi salah satu isu penting sebagai buffer penyangga ekonomi nasional kita yang sedang menghadapi resesi," kata Fuad.

Menurut dia, gerakan wakaf memperoleh momentum baru dengan terafirmasinya kebijakan pemberdayaan dana sosial keagamaan. Pemerintah juga telah memasukan pengembangan kelembagaan ekonomi umat dalam program prioritas nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Pemerintah melalui Kementerian Agama RI memiliki peran yang strategis sebagai regulator dan dinamisator pengelolaan (dana) wakaf sesuai perundang-undangan," ungkap Fuad.

Fuad menyatakan, pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah dengan dukungan instrumen wakaf haruslah ditempatkan dalam konteks memakmurkan bangsa. Sinergitas kebijakan lintas otoritas disebutnya harus memberikan kontribusi terhadap ekosistem wakaf, bahkan menjangkau seluruh pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah

"Beberapa tahun belakangan ini semakin disadari pentingnya memperkuat ekosistem dan sinergi pengembangan wakaf. Pengembangan tata kelola wakaf memerlukan ekosistem yang mengembangkan hubungan timbal balik para pembuat kebijakan dan praktisi di lapangan," ucapnya.

"Sejalan dengan spirit penguatan ekosistem pemberdayaan wakaf, maka regulasi, tata kelola, struktur kelembagaan, literasi dan sebagainya harus lebih terkonsolidasi dan berkolaborasi lebih sinergis dengan lingkungan eksternal yang berkembang secara dinamis," seru dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya