Indonesia Resesi, Jokowi Harus Reshuffle Tim Ekonomi

Indonesia perlu mempersiapkan diri hadapi gelombang kedua Covid-19 sehingga bisa segera keluar dari jurang resesi.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2020, 17:56 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 17:00 WIB
Pelantikan Menteri Kabinet Indonesia Maju
Presiden Joko Widodo atau Jokowi didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin berfoto bersama jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik di tangga beranda Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di kuartal III 2020, ternyata ekonomi Indonesia terkontraksi atau minus 3,49 persen. Kontraksi juga terjadi pada kuartal II 2020 sebesar 5,23 persen. Hal ini membuat Indonesia resmi resesi.

Dalam kondisi ini, Peneliti Indef Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah perlu melakukan perombakan tim ekonomi. Hal ini perlu segera dilakukan karena salah satu penyebab lain kontraksi ekonomi lantaran respons menteri yang kurang sigap mengatasi keadaan.

"Reshuffle tim ekonomi mendesak untuk dilakukan segera, kontraksi ekonomi terjadi karena respons menteri yang kurang cepat, dan inkompeten," kata Bhima di Jakarta, Kamis (5/11).

Dia menilai perombakan tim ini dilakukan untuk melakukan penyegaran. Bhima menyarankan Presiden Joko Widodo untuk mengganti tim dengan para sosok profesional dan memiliki senses of crisis.

Sehingga bisa mempercepat eksekusi stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) baik dalam waktu 2 bulan terakhir maupun tahun 2021 mendatang. Dengan begitu, diharapkan Indonesia bisa segera keluar dari jurang resesi. 

Selain merombak tim, Pemerintah disarankan juga untuk merombak total seluruh program PEN yang pencairannya macet dan konsepnya bermasalah. Salah satu contohnya, program Kartu Prakerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di perbankan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Anggaran Kesehatan

Pemkot Depok Gelar Simulasi Vaksin COVID-19
Petugas kesehatan menyuntik pasien saat simulasi vaksin COVID-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (22/10/2020). Pemkot Depok menggelar simulasi vaksin COVID-19 dalam rangka persiapan vaksinasi yang rencananya akan dilaksanakan bulan November 2020. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Anggaran kesehatan tahun 2021 sebaiknya dinaikkan bukan malah dikurangi hingga minus 71 persen. Menurutnya, Indonesia perlu mempersiapkan diri hadapi gelombang kedua Covid-19 dan biaya besar untuk distribusi vaksin.

Anggaran perlindungan sosial perlu ditambah dan diperluas bagi kelas menengah rentan miskin. Anggaran yang ada saat ini dinilai masih relatif kecil karena secara total anggaran jaminan sosial berada dibawah 3 persen dari PDB.

Bentuk anggaran perlindungan sosial yang lebih efektif kata Bhima berupa uang tunai yang ditransfer karena langsung dibelanjakan untuk konsumsi. "Jangan mengulang kesalahan kartu pra kerja dengan mekanisme yang berbelit-belit, dan timpang secara akses digital," ungkap Bhima.

Terakhir, mempercepat program UMKM go digital. Dia mengatakan, jangan sampai yang menikmati program ini hanya bonanza digital. Mereka ini barang-barang impor, disaat porsi UMKM yang masuk platform digital baru 13 persen.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya