Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengakui bahwa salah satu sumber permasalahan pelik pada sektor perunggasan adalah adanya indikasi oversupply. Akibatnya banyak peternakan unggas yang menderita kerugian di sejumlah daerah.
"Kejadian ini terus terang saya belum bisa membaca yang benar yang mana apakah oversupply atau surplus produksi. Tapi boleh saya memberikan gambaran, kita bicara di luar situasi pandemi. Beberapa tahun sebelumnya kondisi perunggasan kita selalu seperti ini," tegasnya dalam webinar bertema "Menata Ulang Industri Perunggasan yang Berdaya Saing"Rabu, (11/11/2020).
Baca Juga
Guna mengatasi oversupply tersebut, Dirjen PKH dan Menteri Pertanian mengeluarkan Surat Edaran (SE) untuk cutting Hatching Egg (HE) dan afkir dini Parent Stock (PS). Dengan adanya cross-monitoring, pemberian teguran, dan penegakan sanksi tegas maka realisasi pengurangan mencapai lebih dari 75 persen (di Jawa) dan 85 persen (di luar Jawa).
Advertisement
Akibatnya, harga ayam sudah mulai naik belakangan ini. Namun demikian, diakuinya bagaimanapun kebijakan cutting dan Afkir dini merupakan kebijakan 'pemadam kebakaran' yang bersifat darurat.
"Sehingga yang mana SE itu kaya obat. Kaya sakit kepala minum obat sembuh, jadi kaya brodexin. Tentunya ini kita harapkan untuk penataan unggas agar kedepannya tidak terjadi lagi," paparnya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tata Ulang
Oleh karena itu, pihaknya tengah berupaya menghadirkan kebijakan yang dapat menata ulang industri perunggasan dalam negeri. Sehingga tidak hanya terjadi stabilitas harga, namun juga mampu mewujudkan industri perunggasan yang inklusif, terintegrasi dan berdaya saing.
"Sehingga demikian ada sesuatu (kebijakan) yang harus kita perbaiki dalam penataan unggas. Yakni dengan mencari keseimbangan pasokan dan permintaan, penyediaan data secara real time kedepannya," imbuh dia.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement