Penandatanganan RCEP Bawa Rupiah Menguat

Rupiah dibuka di angka 14.130 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 16 Nov 2020, 10:52 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2020, 10:43 WIB
Donald Trump Kalah Pilpres AS, Rupiah Menguat
Petugas menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Jakarta, Senin (9/11/2020). Menjelang siang, rupiah terus menguat ke level 14.145 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan awal pekan ini.

Mengutip Bloomberg, Senin (16/11/2020), rupiah dibuka di angka 14.130 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Menjelang siang, rupiah terus menguat ke 14.124 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.130 per dolar AS hingga 14.170 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih melemah 1,86 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.139 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.222 per dolar AS.

Penguatan nilai tukar rupiah pada awal pekan pasca ditandatanganinya Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP).

Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra, mengatakan sentimen positif kelihatannya membayangi pergerakan aset berisiko di Asia termasuk nilai tukar.

"Setimen positif datang dari ditandatanganinya perjanjian dagang multilateral antara 15 negara Asia Pasifik termasuk Indonesia yang disebut RCEP atau Regional Comprehensive Economic Partnership. Salah satu benefitnya adalah penurunan hingga peniadaan tarif perdagangan antar negara," ujar Ariston dikutip dari Antara, Senin (16/11/2020).

Selain itu, lanjut Ariston, sentimen positif juga datang dari pengakuan kemenangan Biden secara tersirat oleh Donald Trump yang paling tidak memberikan harapan politik AS akan lebih stabil pasca pemilu dan AS segera fokus kembali ke soal ekonomi.

Menurut Ariston, rupiah juga berpotensi menguat dengan sentimen tersebut.

"Hari ini juga ada data neraca perdagangan Indonesia yang akan dirilis yang mungkin akan memberikan sentimen positif ke rupiah karena kemungkinan hasil yang surplus," kata Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp14.050 per dolar AS hingga Rp14.200 per dolar AS.

Pada Jumat (13/11) lalu, rupiah ditutup stagnan di posisi Rp14.170 per dolar AS, sama dengan posisi penutupan pada Kamis (12/11) lalu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Gubernur BI Sebut Rupiah Masih Undervalued

Ilustrasi Mata Uang Rupiah
Ilustrasi Mata Uang Rupiah. Kredit: Mohamad Trilaksono (EmAji) via Pixabay

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yakin nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bakal terus menguat. BI melihat bahwa nilai tukar rupiah saat ini masih di bawah nilai semestinya. 

"Sekarang diperdagangkan sekitar 14.100 per dolar AS. Kami melihat bahwa nilai tukar rupiah masih berpotensi untuk menguat, kami melihat bahwa level sekarang secara fundamental masih undervalued," katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Jakarta, Kamis (12/11/2020).

Menurut Perry, jika melihat fundamental ekonomi Indonesia yang ada saat ini, nilai tukar rupiah masih jauh di bawah nilai fundamental. Oleh sebab itu, dia meyakini rupiah masih akan bisa menguat.

Dia mencontohkan dari sisi inflasi, saat ini masih berkisar di level 1,44 persen secara tahunan pada Oktober 2020. Sedangkan transaksi berjalan defisit USD 2,9 miliar kuartal II-2020 dan premi risiko menurun.

"Dengan melihat bahwa inflasi rendah, transaksi berjalan defisitnya rendah, daya tarik aset keuangan Indonesia yang tinggi dan premi risiko yang menurun," tegas dia.

Menurut Perry, beberapa indikator risiko di pasar keuangan juga mulai mereda sehingga bisa mendorong rupiah. contohnya adalah Credit Default Swap (CDS) yang di posisi 73 dan VIX Index di posisi 26 meskipun ketidakpastian pasar keuangan masih tinggi.

"Di pasar keuangan global juga ketidakpastian mulai turun meski tetap tinggi karean faktor geopolitik dan second wave Pandemi COVID. VIX dan CDS turun terutama di bulan-bulan November setelah pemilu di AS," ucap dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya