Antisipasi Vaksin Palsu, Pemerintah Harus Edukasi Masyarakat

Pemerintah berencana memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat pada awal 2021.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 21 Nov 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2020, 17:00 WIB
Gambar Ilustrasi Vaksin Virus Corona
Sumber: Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memberikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat pada awal 2021. Namun tidak semua masyarakat bisa mendapatkan vaksin tersebut secara gratis.

Ada dua program kebijakan pemerintah terkait vaksin Covid-19. Pertama, program vaksin gratis atau subsidi pemerintah yang menyasar pengguna BPJS Kesehatan. Kedua, program vaksin mandiri yang disediakan untuk 75 juta orang kelompok masyarakat mampu.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menganggap, skema penyaluran vaksin Covid-19 ini masih menyisakan celah. Menurutnya, pemerintah perlu mengedukasi masyarakat demi menghindari penyebaran barang palsu.

"Sekarang yang kita tahu kan dijualnya mahal, hanya orang-orang tertentu yang bisa. Untuk itu nanti yang murah dijual, yang bikin itu palsu atau pasar gelap. Kemungkinan itu harusnya sudah diantisipasi dari jauh-jauh hari," kata Agus kepada Liputan6.com, Sabtu (21/11/2020).

"Jadi Erick Thohir (dan Satgas Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) sudah punya tools bagaimana cara pencegahannya, karena ini kan perdagangan jasa," dia menambahkan.

Tanpa ada penjelasan rinci, masyarakat akan kesulitan untuk bisa membedakan mana vaksin Covid-19 yang terverifikasi, dan mana barang palsu yang berasal dari pasar gelap atau black market.

"Jadi intinya pemerintah harus jelasin kalau masyarakat mau dapat yang asli dimana. Kan itu juga membingungkan, apakah di puskesmas, dimana itu, pembagian wilayahnya dimana. Kemudian bayar atau tidak, atau masuk BPJS. Hal-hal ini yang belum dibahas," imbuhnya.

Agus menekankan, pemerintah juga perlu tegas dalam menindaki oknum penyebar vaksin Covid-19 palsu. Siapapun yang memalsukan itu harus diadili.

"Jangan cuman basa-basi nanti dimasukin penjara tapi kemudian keluar, enggak akan pernah beres. Enggak harus (bikin aturan/kebijakan baru), pakai KUH Pidana aja. Ngapain bikin lagi," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Manjur 95 Persen, Vaksin COVID-19 Pfizer Akan Dipakai di AS Desember 2020?

Banner Infografis 180 Juta Warga Indonesia Target Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis 180 Juta Warga Indonesia Target Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

Pfizer dan mitranya BioNTech pada Jumat 20 November 2020 mengajukan penggunaan otorisasi darurat di AS untuk vaksin COVID-19 mereka. Itu berarti, vaksin tersebut bisa digunakan dalam jumlah dan untuk kalangan terbatas.

Namun, erupakan tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk memutuskan apakah vaksin itu aman untuk diluncurkan.

Tidak jelas berapa lama FDA akan mempelajari data tersebut. Namun, pemerintah AS mengharapkan untuk menyetujui vaksin tersebut pada paruh pertama Desember 2020, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (21/11/2020).

Data dari uji coba lanjutan menunjukkan vaksin melindungi 94% orang dewasa di atas 65 tahun.

Inggris telah memesan 40 juta dosis di muka dan seharusnya mendapatkan 10 juta pada akhir tahun.

Kebutuhan vaksin di AS disorot oleh jumlah kematian akibat COVID-19 yang tercatat pada Kamis 19 November 2020. Untuk pertama kalinya sejak Juni, angka kematian dalam satu hari naik di atas 2.000 jiwa.

Jika otorisasi FDA benar-benar datang pada paruh pertama bulan depan, Pfizer dan BioNTech akan "siap untuk mendistribusikan kandidat vaksin dalam beberapa jam", kata kedua perusahaan tersebut.

Ini akan menjadi sangat cepat untuk pengembangan vaksin --dalam 10 bulan setelah merinci kode genetik. Rata-rata untuk mendapatkan otorisasi penggunaan vaksin di AS memerlukan hampir delapan tahun.

CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan pada Kamis 19 November 2020 bahwa pengajuan untuk penggunaan darurat adalah "tonggak sejarah dalam perjalanan kami untuk mengirimkan vaksin COVID-19 ke dunia."

Namun, dosis awal akan langka, dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDCP) akan memutuskan siapa yang akan mendapat kesempatan pertama.

Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan Uni Eropa juga dapat bergerak cepat - pada akhir tahun ini.

Tapi ada peringatan. Stephen Evans, profesor farmakoepidemiologi di London School of Hygiene & Tropical Medicine, mengatakan FDA dan European Medicines Agency (EMA) akan "melakukan evaluasi yang sangat hati-hati," atas vaksin COVID-19 itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya