Lewat UU Cipta Kerja, Pelaku Usaha Mikro Bisa Ajukan Kredit Tanpa Agunan

Menteri Teten menilai ada keengganan untuk membiayai sektor usaha mikro yang dianggap memiliki resiko kredit macet lebih besar.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Nov 2020, 20:32 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2020, 20:32 WIB
FOTO: Mengunjungi Pameran Produk UMKM dalam Program Bangga Buatan Indonesia
Pengunjung memilih produk UMKM pada acara In Store Promotion di Mal Kota Kasablanka, Jakarta. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyebutkan hanya ada 11 persen UMKM yang mendapatkan akses kredit perbankan. Penyebabnya, akibat kurangnya literasi keuangan dari pelaku usaha mikro.

Sementara dari sisi debitur, Teten menilai ada keengganan untuk membiayai sektor usaha mikro yang dianggap memiliki resiko kredit macet lebih besar.

"Ini saya kira disebabkan selain kurangnya literasi keuangan dari pelaku usaha mikro, juga saya kira masih enggannya membiayai sektor-sektor produksi yang dianggap berisiko tinggi untuk melahirkan kredit macet," kata dia dalam Economic Outlook 2021: Manfaat UU Cipta Kerja Bagi Dunia Usaha, Selasa (24/11/2020).

Untuk itu, Teten menyampaikan jika melalui UU Cipta Kerja, UMKM bisa mengakses pembiayaan tanpa agunan. Hal ini merujuk pada kondisi pelaku usaha mikro yang memang tidak memiliki banyak modal, apalagi aset untuk dijadikan agunan kredit.

"Saya kira di UU Cipta Kerja kita sudah lihat bersama bahwa nanti akses kepada pembiayaan tidak lagi lewat pendekatan lama, menggunakan agunan atau aset. Dimana UMKM punya masalah di aset, mereka tidak punya aset," jelas dia.

"Sekarang kegiatan usaha bisa dijadikan tanda petik agunan untuk memperoleh akses pembiayaan," sambungnya.

Selain itu, pemerintah melalui UU Cipta Kerja juga menyediakan pasar untuk UMKM. Dimana 40 persen belanja kementerian atau lembaga diprioritaskan untuk produk UMKM.

Saksikan video di bawah ini:

BKPM Yakin UU Cipta Kerja Bakal Munculkan Banyak Pengusaha Baru

FOTO: Mengunjungi Pameran Produk UMKM dalam Program Bangga Buatan Indonesia
Pengunjung memilih produk UMKM pada acara In Store Promotion di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (18/11/2020). Sektor UMKM mendapat perhatian serius dari pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan menopang pertumbuhan ekonomi di masa pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) optimis bahwa UU Cipta Kerja akan melahirkan banyak pengusaha baru. Sebab, melalui UU ini, proses pengajuan izin usaha menjadi jauh lebih singkat dan sederhana.

Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal BKPM Riyatno mengatakan, hal yang umumnya dikeluhkan dan diharapkan terjawab melalui UU ini, yakni kemudahan izin usaha.

“Kami optimistis Undang-Undang Cipta Kerja akan berikan multiplier effect bagi perekonomian, juga akan mendorong pembentukan lapangan kerja di Indonesia dan pengusaha-pengusaha baru karena dimudahkan usahanya dalam hal perizinan,” ujar dia dalam dalam Economic Outlook 2021: Manfaat UU Cipta Kerja Bagi Dunia Usaha, Selasa (24/11/2020).

Sesuai namanya, UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, termasuk melalui investasi. Dengan adanya iklim investasi yang baik, ini akan menarik lebih banyak investor, baik lokal maupun asing akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. Sehingga peluang terbukanya lapangan kerja baru semakin besar.

“Secara spesifik, untuk investasi kami juga optimis undang-undang ini akan mendorong investasi dalam negeri. Jadi, mari kita kawal peraturan pelaksanaannya yang terdiri dari rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan Perpresnya. Agar manfaatnya dapat dirasakan secara keseluruhan,” kata Riyatno.

Riyatno menjabarkan, berdasarkan UU Cipta Kerja ada tiga skala bisnis, yakni risiko rendah, menengah, dan tinggi. Pada bisnis resiko rendah, izin yang dibutuhkan hanya satu yaitu Nomor Induk Berusaha (NIB).

Sementara untuk bisnis risiko menengah, izinnya hanya dua yaitu NIB dan pernyataan sertifikat standar. Artinya, hanya butuh pernyataan pelaku usaha bahwa bisnisnya telah memenuhi standar. Sedangkan, pada bisnis risiko tinggi, izinnya tetap dua yaitu NIB dan izin persetujuan dari pemerintah pusat untuk memulai usaha.

“Untuk yang resiko tinggi, misalnya untuk industri dibutuhkan waktu dua tahun mulai dari bangun pabrik sampai produksi komersial baru izinnya keluar, karena perlu Amdal. Tapi, jangan khawatir selama comply dengan persyaratannya maka izinnya akan keluar,” jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya