Menkeu Sri Mulyani Jelaskan Kondisi Utang Indonesia ke Anak Sekolah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpartisipasi dalam acara Kementerian Keuangan Mengajar atau Kemenkeu Mengajar.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Nov 2020, 11:27 WIB
Diterbitkan 30 Nov 2020, 11:25 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpartisipasi dalam acara Kementerian Keuangan Mengajar atau Kemenkeu Mengajar. Dalam acara ini, Sri Mulyani mengajar kepada siswa dan siswi anak sekolah yang berpartisipasi secara virtual. Gelaran ini dilakukan secara serempak di hari yang sama oleh lebih dari 1.250 Relawan dan 84 sekolah di Tanah Air.

Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan mengenai kondisi utang yang terjadi di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Dia mengatakan, pendapatan negara tahun ini tidak sebanding dengan belanja dikeluarkan pemerintah. Sehingga untuk menutup selisih tersebut pemerintah terpaksa menarik utang.

Di dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020 sendiri pendapatan negara ditetapkan hanya sebesar RP1.699,1 triliun. Sementara belanja negara mencapai Rp2.738,4 triliun. Dengan demikian, masih ada selisih atau defisit sebesar Rp1.039,2 triliun.

"Kalau pendapatnya cuma Rp 1.699 triliun tapi belanjanya lebih banyak ibu dapat dari mana? dari utang," kata dia dalam acara Kemenkeu Mengajar 5, Senin (30/11).

Sri Mulyani menyadari utang sering dianggap jelek oleh sekelompok masyarakat. Namun di satu sisi, pemerintah tetap perlu membutuhkan utang karena kebutuhan dikeluarkan begitu banyak karena adanya pendemi Covid-19.

Dia menambahkan, sebetulnya bisa saja belanja negara dikurangi. Akan tetapi dampaknya bisa kepada masyarakat. Sebab ketika pemerintah melakukan pengurangan belanja maka harus betul-betul menjaga belanjanya harus hemat, efektif, efisien dan tidak boleh dikorupsi.

"Nah kalau belanjanya sudah dijaga pendapatannya kurang kita memang berhutang karena alasan tadi kebutuhan begitu banyak," kata dia.

Dia menyebut, alokasi anggaran untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi mencapai ratusan triliun. Di mana anggaran kesehatan mencapai Rp 97,90 triliun, perlindungan sosial Rp 233 triliun, dan sektoral K/L dan pemda Rp65,97 triliun.

Selain itu ada juga bantuan UMKM sebesar Rp 115 triliun, pembiayaan korporasi Rp 61,22 triliun dan insentif usaha sebesar Rp 120,6 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sri Mulyani Beberkan Berbagai Syarat jika Indonesia Ingin Jadi Negara Maju

Rapat Kerja
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/6/2019). Pemerintah bersama Komisi XI DPR RI kembali melakukan pembahasan mengenai asumsi dasar makro dalam RAPBN 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan beberapa persyaratan agar Indonesia bisa menjadi negara berpenghasilan tinggi (high income country) atau negara maju. Salah satunya mengenai kualitas ketersediaan infrastruktur yang baik.

“Untuk mencapai sebagai negara maju dibutuhkan persyaratan. Hal ini tidak datang tiba-tiba. Dibutuhkan persyaratan mengenai kualitas dan ketersediaan infrastruktur yang baik," kata dia seperti dikutip dari laman kemenkeu, Minggu (29/11/2020).

Selain infrastruktur, hal lain yang dibutuhkan adalah kualitas sumber daya manusia yang baik. Mulai dari kesehatan, pendidikan, skill, karakter menjadi luar biasa penting untuk jadi perhatian.

Prasyarat lain, kemampuan untuk memanfaatkan teknologi secara lebih baik dan kemampuan untuk inovasi. Indonesia juga perlu untuk menata wilayah yang begitu luas agar semakin mampu mencerminkan suatu mobilitas yang efisien dan baik serta sehat.

Selain itu, Indonesia juga membutuhkan sektor keuangan yang makin maju. Stabilitas ekonomi baik pada skala makro maupun pada level mikro, stabilitas politik dan juga peraturan hukum yang ditegakkan secara konsisten juga menjadi persyaratan utama.

Sri Mulyani melanjutkan dengan berbagai perhitungan dari sisi demografi maupun ekonomi, Indonesia akan memiliki populasi sebanyak 318 juta penduduk yang didominasi oleh kelompok muda.

Indonesia akan memiliki penduduk yang tidak hanya muda, tetapi juga produktif, yang sebagian besar (73 persen) tinggal di perkotaan sebagai kelas menengah.

Apabila Indonesia bisa maju terus, maka Indonesia akan menjadi negara dengan ukuran ekonomi yang sangat besar. Bahkan diperkirakan Indonesja bisa masuk di dalam 5 besar dunia dengan pendapatan perkapita mencapai USD 23.000.

Seperti diketahui, Indonesia saat ini sedang pada taraf negara berpendapatan menengah. Namun jika dilihat dari grafik perkembangan pertumbuhan income perkapita Indonesia, ada suatu trend yang menunjukkan peningkatan menuju negara middle-upper income country.

Namun dia mengingatkan bahwa hal ini tidak bisa serta merta menjadi jaminan bagi Indonesia akan secara mudah naik kelas sebagai negara berpendapatan tinggi. Sebab, banyak negara-negara yang sudah mencapai middle income coutry selama beberapa dekade, namun sampai sekarang mereka masih tetap disana.

“Inilah yang perlu untuk kita perhatikan sebagai para akademisi untuk mempelajari apakah kita bisa belajar dari sejarah kita sendiri maupun dari sejarah negara-negara lain, dan apakah kita mampu berubah dan membawa perubahan itu,” sebut dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya