UU Cipta Kerja Mampu Kurangi Potensi Terjadinya Kekerasan terhadap ABK Indonesia

Kasus kekerasan yang dialami anak buah kapal (ABK) dari Indonesia di kapal asing sering terjadi karena kewenangan ada di berbagai lembaga dan kementerian.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Des 2020, 11:12 WIB
Diterbitkan 07 Des 2020, 11:10 WIB
Pemerintah Indonesia melalui KBRI Dakar memfasilitasi kepulangan 13 Anak Buah Kapal (ABK) WNI yang bekerja di kapal Tiongkok, Long Xing.
Pemerintah Indonesia melalui KBRI Dakar memfasilitasi kepulangan 13 Anak Buah Kapal (ABK) WNI yang bekerja di kapal Tiongkok, Long Xing.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan yang dialami anak buah kapal (ABK) dari Indonesia di kapal asing sering terjadi. Penanganan kasus kekerasan kepada ABK ini sering terkatung-katung karena kewenangannya ada di berbagai kementerian.  Dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) diharapkan kasus kekerasan ke ABK bisa tertangani dengan baik. 

Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini menjelaskan, nerbagai kasus kekerasan yang dialami ABK kerap dilimpahkan tanggung jawabnya kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Padahal, keterlibatan KKP hanya 5 persen. Sedangkan sisanya menjadi kewenangan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan.

"Pengawakan kapal ini sangat sensitif. Selama ini KKP keterlibatannya hanya 5 persen. Sisanya ada di Kementerian Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan," kata Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, Muhammad Zaini dalam dialog Serap Aspirasi: Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Pertanian, Kelautan & Perikanan, Lombok, NTB, Senin (7/12/2020).

Kewenangan yang dilakukan lintas kementerian ini kata Zaini nyatanya menjadi peluang bagi kegiatan penyaluran ABK secara ilegal. Lewat UU Cipta Kerja ini, kewenangan terkait ABK akan menjadi tanggung jawab KKP.

"Nah ke depan, semuanya, sertifikassi ABK, pelaksanaan pemberangkatan ABK, persyaratan meaning agent ini akan dipersiapkan KKP," kata Zaini.

Sehingga kata Zaini berbagai kasus yang perah terjadi tidak akan terjadi lagi. Sebab KKP mengawal prosesnya dari awal sampai akhir.

"Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang pernah didengar, pelarungan jasad di tengah laut, pemukulan di tengah laut , pembunuhan ABK kita ini, KKP bisa ambil alih karena kita terlibat dari proses awal sampai akhir," tutur Zaini.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Sertifikat

MV Costa Mediterania
Sejumlah ABK kapal MV Costa Mediterania tiba di dermaga JICT 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/10/2020). Dari total 99 orang yang tiba, 82 di antaranya adalah WNA dari delapan negara, seperti Kolombia, Honduras, Filipina, Etiopia, Sri Lanka, Peru dan India. (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain itu, dalam pengawakan kapal ini terkait dengan keterampilan ABK. Menurutnya, semakin banyak sertifikat yang dimiliki ABK akan menjadi daya tawar upah yang diterima ABK.

"Semakin banyak sertifikat skala internasional yang dimiliki, semakin besar bargaining season untuk menentukan upah nelayan-nelayan kita," kata dia.

Untuk ini ketentuan tersebut akan dimasukkan kepada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai UU Cipta Kerja. KKP juga akan bekerja sama dengan perusahaan skala internasional sehingga dalam penentuan upah ini berdasarkan kompetensi yang sudah disusun.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya