Pemerintah Diminta Perhatikan Perajin Tempe Tahu dan Tinjau Ulang Pola Impor Kedelai

Sempat terjadi mogok produksi 160 ribu perajin tahu-tempe karena meningkatnya harga kedelai dari kisaran Rp 6.500/kg menjadi Rp 9.400/kg.

oleh Tira Santia diperbarui 07 Jan 2021, 19:31 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2021, 19:31 WIB
Produsen Tempe Cirebon Bertahan Dengan Kurangi Ukuran Imbas Kedelai Naik
Produsen Tempe di Cirebon mengeluhkan kenaikan harga kedelai yang signifikan. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta lebih serius mengamankan pasokan dan harga kedelai agar produksi tempe bisa terjaga. Serta tidak ragu menindak para pelaku yang mengambil keuntungan secara tidak adil dari situasi kelangkan kedelai belakangan.

“Kami sangat prihatin dengan kenaikan harga kedelai yang luar biasa. Tempe dan tahu banyak dikonsumsi rakyat Indonesia, sumber protein yang terjangkau orang banyak. Karena itu, perlu ada campur tangan pemerintah sehingga pasokan dan harga kedelai kembali normal,” kata Direktur Eksekutif DPP PSI, Andy Budiman, dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/1/2021).

Selain itu, pemerintah juga diminta meninjau ulang pola impor kedelai. Dengan membuka pihak mana saja yang mendapatkan kuota impor tempe, juga sistem distribusinya.

"Jangan sampai kenaikan harga kedelai kembali terulang. Kebutuhan rakyat yang satu ini harus mendapat perhatian lebih,” lanjut Andy.

Seperti diketahui, sempat terjadi mogok produksi 160 ribu perajin tahu-tempe karena meningkatnya harga kedelai dari kisaran Rp 6.500/kg menjadi Rp 9.400/kg.

"Kedelai adalah komoditas penting di Indonesia karena diolah menjadi tahu dan tempe. Sumber protein dengan harga terjangkau terutama untuk kalangan menengah bawah. Pasokan dan harganya seharusnya dapat terus dijaga agar aman," ujar juru bicara PSI, Kokok Dirgantoro.

Indonesia mengimpor 2,6-2,7 juta ton kedelai setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang berkisar 3 juta ton di mana dua juta ton bahkan lebih diserap perajin tahu tempe.

"Mengingat dampak pengganda kedelai ini sangat besar, sudah seharusnya pemerintah mengamankan harga berikut pasokannya," jelas Kokok.

 

Saksikan Video Ini

Rekomendasi

Ketersediaan Kedelai Di Gudang Kota Cilegon, Banten. (Kamis, 07/01/2021). (Liputan6.com/Yandhi Deslatama).
Ketersediaan Kedelai Di Gudang Kota Cilegon, Banten. (Kamis, 07/01/2021). (Liputan6.com/Yandhi Deslatama).

Beberapa hal yang direkomendasikan PSI antara lain merampingkan jalur impor dan distribusi kedelai ke perajin sehingga mengurangi rantai dan rente distribusi. Disparitas harga internasional dan eceran relatif tinggi.

"Dibuka saja siapa yang mendapatkan kuota impor kedelai, dari negara mana dan bagaimana sistem distribusinya. Dengan demikian akan ketahuan biaya tinggi yang membebani perajin tempe ada di mana," katanya.

Berikutnya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan menggali alternatif tempe non kedelai.

Produksi kedelai dalam negeri terus turun. Kini mungkin produksi kedelai berkisar 500-600 ribu ton per tahun.

Sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harga kedelai lokal juga relatif lebih mahal dibandingkan impor karena perbedaan skala produksi, benih dan teknologi.

"Untuk meningkatkan produksi dalam negeri, perlu keseriusan terutama dalam hal benih unggul dan luas lahan. Produktivitas kedelai nasional berkisar satu ton per hektar. Di negara produsen utama kedelai, bisa 3-4 ton," ungkapnya.

Kokok juga menambahkan perlunya pemerintah mengkaji penggunaan komoditas lokal non kedelai untuk perajin khususnya tempe. Produk tersebut antara lain Koro Pedang, Koro Benguk, Petai Cina (Lamtoro) hingga daun singkong.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya