1,5 Juta Orang Ajukan Izin Usaha Secara Online di BKPM

Lebih dari 70 persen pelaku usaha perorangan telah mengurus perizinan berusaha melalui Online System Submission (OSS) di BKPM.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jan 2021, 17:58 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2021, 15:13 WIB
20151026-BKPM Luncurkan Layanan Investasi 3 Jam-Jakarta
Seorang konsumen saat berada di loket Migas kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Lebih dari 70 persen pelaku usaha perorangan telah mengurus perizinan berusaha melalui Online System Submission (OSS) di BKPM.

Sampai dengan 30 November 2020 tercatat ada 1,59 juta pelaku usaha perorangan atau 70,9 persen yang telah terdaftar. Sedangkan pelaku usaha non perorangan yang telah mendaftar di OSS sebesar 655 ribu atau 29,1 persen.

"Lebih dari 70 persen pelaku usaha yang mengurus perizinan merupakan perorangan," kata Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Yuliot dalam FGD RPP MOdal Dasar PT & PT UMK dan RPP UMKM, Jakarta, Jumat (8/1/2021).

Namun, dilihat dari skala usaha, 78,5 persen atau 1,76 juta pendaftar merupakan peserta dari sektor UMKM. Sedangkan dari sektor non-UMKM sebanyak 21,5 persen atau 484 ribu jenis usaha.

Dari sisi jenis penanaman modal 98,5 persen atau 2,19 juta berasal dari dalam negeri. Hanya 1,5 persen atau 31,5 ribu yang pendanaan modalnya berasal dari asing.

"Jenis penanaman modal didominasi PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dimana kurang dari 5 persen merupakan PMA (Penanaman Modal Asing)," kata dia.

Sementara itu, berdasarkan data yang dirilis Kementerian Koperasi dan UKM, baru ada 1,8 juta pelaku usaha UMKM yang mengurus izin di OSS. Padahal jumlah UMKM yang ada saat ini sekitar 64, 2 juta.

"UMKM yang dapat perizinan di OSS ini baru 1,8 juta. Cuma 2,8 persen dari pelaku usaha," kata dia mengakhiri.

 

Anisyah Al Faqir

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kepala BKPM Akui Kemudahan Usaha Indonesia Masih Tertinggal dari Negara Tetangga

20151026-BKPM Luncurkan Layanan Investasi 3 Jam-Jakarta
Sejumlah konsumen menunggu di kantor BKPM, Jakarta, Senin (26/10/2015). Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) merupakan komitmen pemerintah demi memberikan pelayanan prima dan cepat kepada investor. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengakui tingkat kemudahan berusaha di Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara lain.

Di mana saat ini tingkat kemudahan berusaha di Tanah Air berada di level 73, di bawah negara-negara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

"Kita punya tingkat kemudahan berusaha di Indonesia ini ini masih jauh sebenarnya harus jujur. Apa sih sebenarnya di sektor mana, kok kita sampai ke level 73," kata Bahlil dalam acara Seminar Evaluasi dan Proyeksi Ekonomi 2020, secara virtual, Rabu (23/12/2020).

Padahal Presiden Joko Widodo sendiri menargetkan agar kemudahan berusaha di Indonesia bisa ditekan berada di level 50-40. Namun sejak 2018 sampai dengan 2020 tingkat kemudahan berusaha masih berada di level 72-73.

Dia menyadari, ada beberapa sektor yang memang masih lemah. Diantaranya adalah perizinan untuk mendirikan bangunan, perdagangan lintas negara, memulai usaha, pendaftaran properti, dan penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan.

"Ini yang merah-merah ini yang membuat kita lambat, makanya undang-undang Cipta Kerja itu penting," kata dia.

Dia berpandangan, kebanyakan orang malas menjadi pengusaha karena mengurus izin yang terlalu ribet. Bahkan dirinya berani menjamin tamatan mahasiswa kebanyakan lari untuk menjadi karyawan dibandingkan untuk menjadi pengusaha.

"Karena mengurus izin aja susah mintain duit segala macam kadang-kadang ijazah aja belum ambil dari kampus karena nggak punya duit sekarang mau jadi pengusaha tidak bisa," jelasnya.

Di sisi lain, Bahlil juga menyoroti soal pertumbuhan ekonomi yang tidak berkembang. Padahal berdasarkan data pertumbuhan investasi Indonesia selalu tinggi setiap tahunnya. Namun tidak diikuti dengan pertumbuhan ekonomi.

"Kenapa demikian? karena icor kita 6,6. Filipina lebih bagus daripada kita. Sampai kapanpun sampai ayam tumbuh gigi pun kalau kita kejar investasi saja yang naik kalau tidak memperbaiki biaya perekonomian ini sama saja tidak bisa maju," tuturnya.

Oleh karena itu, apa yang dilakukan pemerintah dan BKPM saat ini selain mengejar realisasi investasi juga berupaya menekan biaya-biaya ekonomi agar menjadi lebih tinggi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya