Mendag: Harga Kedelai Dunia akan Terus Naik hingga Mei 2021

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memprediksi harga kacang kedelai dunia masih menguat hingga Mei 2021.

oleh Tira Santia diperbarui 11 Jan 2021, 12:49 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2021, 12:20 WIB
Produksi Tempe Kembali Menggeliat
Perajin menunjukkan rendaman biji kedelai yang akan diolahnya menjadi tempe di kawasan Sunter, Jakarta, Senin (4/1/2021). Perajin tempe setempat berupaya mengurangi kerugian akibat melonjaknya harga kedelai impor dengan memperkecil ukuran tempe dan menaikan harga jual. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memprediksi harga kacang kedelai dunia masih menguat hingga Mei 2021. Sehingga diharapkan harga kedelai akan kembali normal pada Juni setelah negara importir melanjutkan produksi.

“Kedelai ini harganya akan menguat terus mungkin sampai akhir Mei 2021. Kami baru melihat bahwa harga karena memang hasil daripada kedelai ini dan Brazil akan kembali kepada produksi mungkin lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya,” kata Mendag dalam Konferensi pers trade Outlook 2021, Senin (11/1/2021).

Menurutnya harga kedelai akan mulai membaik pada Juni 2021, selama harga landed cost kedelai di atas Rp 8.000. Kementerian Perdagangan akan menjadi penengah antara pengrajin dan pasar untuk memberitahukan berapa harga tahu dan tempe yang wajar.

“Kacang kedelai seperti saya prediksi bahwa kacang kedelai itu memang menjadi sesuatu Permasalahan yang tidak mudah, karena kacang kedelai ini adalah barang penting bagi makanan dan ketersediaan gizi bangsa Indonesia,” ujarnya.

Tapi lebih dari 90 persen kebutuhan kacang kedelai itu adalah barang impor, sehingga yang terjadi sekarang ini adalah tingginya permintaan dunia terhadap kacang kedelai seiring  dengan terganggunya oleh cuaca maupun keadaan ekonomi di dunia.

“Sekarang ini harga kedelai itu USD 13 per bushels-nya, dan ini adalah harga tertinggi dalam 6 tahun terakhir. Kenapa? karena yang pertama adalah gangguan cuaca El Nina di Latin Amerika yang menyebabkan basah di Brazil dan Argentina,” katanya.

Selain itu faktor lainnya, diperparah dengan aksi mogok Argentina seperti mogoknya di sektor distribusi dan mogok di Pelabuhan. Ini menjadi permasalahan logistik dan permasalahan demand atau permintaan.

“Pada tahun 2019-2020 yang lalu itu Cina mengalami yang disebut dengan flu babi yang menyerang ternak babi mereka dimana seluruh ternak babi yang ada di China ini dimusnahkan. Jadi hari ini mereka memulai ternak babi itu lagi dengan jumlah sekitar 470 juta yang tadinya makan nya tidak diatur sekarang makanannya diatur,” jelasnya.

 “Tetapi kami pastikan bahwa stok kacang kedelai untuk Indonesia dalam 3 sampai 4 bulan ke depan adalah cukup, yang terjadi adalah kenaikan harga karena di sini adalah tugas pemerintah menjembatani antara importir dan pengrajin dan pedagang,” pungkasnya.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Paling Laris Manis, Kenaikan Harga Tempe Tahu Bikin Pusing Pengusaha Warteg

Produksi Tempe Kembali Menggeliat
Perajin memproduksi tempe di kawasan Sunter, Jakarta, Senin (4/1/2021). Perajin tempe setempat berupaya mengurangi kerugian akibat melonjaknya harga kedelai impor dengan memperkecil ukuran tempe dan menaikan harga jual kisaran Rp1.000 - Rp2.000 per potong. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ketua Koordinator Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, menyebut kenaikan harga kedelai impor menjadi beban tersendiri bagi pelaku usaha warteg. Pasalnya dengan harga kedelai yang melonjak membuat harga jual tahu dan tempe ikut meroket di pasaran.

"Kenaikan harga kedelai impor ini menjadi beban tersendiri lah buat kita orang warteg. Kan ini akibatnya harga tahu dan tempe juga jadi naik di pasaran," keluhnya saat dihubungi Merdeka.com, Sabtu (9/1).

Dia menyebut, dengan kenaikan harga tahu dan tempe otomatis membuat biaya produksi menjadi lebih meningkat. Menyusul kenaikan harga jual kedua pangan tersebut mencapai hingga 20 persen.

"Untuk tempe yang ukurang sedang tadinya bisa Rp5 ribu sekarang Rp7 ribu. Tahu juga sama biasa kita beli Rp4 ribu jadi naik ke Rp6 ribu. Otomatis kita niak juga biaya produksinya mas," tegasnya.

Padahal, imbuh Mukroni, selama ini tahu dan tempe selalu menjadi menu andalan yang laku diburu pelanggan setia dan warteg. Mengingat harga jualnya yang relatif murah, mempunyai kandungan gizi yang baik, dan juga mudah untuk diolah menjadi aneka masakan.

"Karena tahu dan tempe itu termasuk yang paling laris. Karena cukup murah, sehat, dan ini mudah diolah jadi tidak membosankan untuk dimakan sehari-hari," jelas dia.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah untuk mampu segera menurunkan harga kedelai impor. Kemudian, pemerintah juga diminta untuk segera melakukan operasi pasar untuk memantau harga jual tempe dan tahu yang masih tinggi di lapangan.

"Untuk harapannya ya mampu ini, turunkan secepatnya harga kedelai impor. Operasi pasar juga perlu biar tahu kan harga kenaikan (tahu dan tempe) dilapangan," tukasnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya