Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dengan rata-rata 12,5 persen mulai Februari 2021. Namun, tarif baru ini tidak berlaku untuk rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, mengapresiasi tidak naiknya cukai rokok SKT. Menyusul golongan SKT erat kaitannya dengan padat karya, sehingga mempunyai peranan besar bagi perekonomian petani tembakau.
Baca Juga
"Kami menyambut baik keputusan pemerintah dengan tidak menaikkan cukai untuk SKT 2021. Pemerintah dengan ini telah memperhatikan keprihatinan kami karena dimasa pandemi ini sektor SKT adalah padat karya," tegasnya saat dihubungi Merdeka.com, Kamis (28/1).
Advertisement
Budidoyo mengungkapkan, dengan tidak adanya kenaikan untuk SKT dalam tarif cukai baru ini, maka beban ekonomi kelompok petani tembakau bisa lebih ringan di masa kedaruratan kesehatan. Ini lantaran SKT termasuk kelompok padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Sebab, kata dia, dalam satu batang rokok SKT mempunyai kandungan komposisi tembakau dan cengkeh yang lebih besar. "Ini (kandungannya) jauh dibandingkan rokok SKM maupun SPM. Sehingga rokok jenis SKT lebih banyak menyerap hasil dari petani tembakau," terangnya.
Maka dari itu, dia menilai, kebijakan penyesuaian tarif cukai rokok pada tahun ini sebagai suatu keputusan yang logis kendati belum menyenangkan semua kelompok. Mengingat pemerintah tetap mengutamakan kesejahteraan petani tembakau dan tenaga kerja yang terkait.
"Sebenarnya pilihan ini konsekuensi logis walau belum menyenangkan semua kelompok. Ketika SKT tidak naik, ada konsekuensi logis mestinya SKM dan SPM akan naik. Ya nggak apa- apa, tapi keberpihakan pemerintah harus ada bagi SKT terkait kesejahteraan petani dan tenaga kerja," tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meskipun secara umum total kenaikannya 12,5 persen namun masing-masing kelompok atau golongan kenaikannya berbeda-beda.Misalnya untuk produk Srigaret Keretek Mesin (SKM) 2B dan Sigaret Putih Mesin (SPM) 2B kenaikan tarif nya lebih tinggi daripada SKM 2 A dan SPM 2A. Hal itu ditujukan untuk mempersempit gap tarif atau sebagai sinyal simplifikasi.
Sementara untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) ditetapkan tarif cukainya tidak mengalami kenaikan, hal itu mempertimbangkan sektor padat karya yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Jadi harga banderolnya ini akan mengalami penyesuaian sesuai dengan kenaikan tarif dari masing-masing kelompok yang memang berbeda-beda meskipun secara umum total kenaikannya 12,5 persen," jelas dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1).
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sri Mulyani Naikkan Tarif Cukai Tembakau, Ini Rincian Terbaru Harga Rokok
Tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok rata-rata naik 12,5 persen di 2021. Keputusan ini mulai berlaku pada Februari 2021.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meskipun secara umum kenaikannya 12,5 persen namun masing-masing kelompok atau golongan kenaikanya berbeda-beda.
Misalnya untuk produk Srigaret Keretek Mesin (SKM) 2B dan Sigaret Putih Mesin (SPM 2B kenaikan tarif nya lebih tinggi daripada SKM 2 A dan SPM 2A. Hal itu ditujukan untuk mempersempit gap tarif atau sebagai sinyal simplifikasi.
Sementara untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) ditetapkan tarif cukainya tidak mengalami kenaikan, hal itu mempertimbangkan sektor padat karya yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Jadi harga bandrolnya ini akan mengalami penyesuaian sesuai dengan kenaikan tarif dari masing-masing kelompok yang memang berbeda-beda meskipun secara umum total kenaikannya 12,5 persen," jelas dia dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1/2021).
Adapun kenaikan berdasarkan golongan dan tarifnya sebagai berikut:
- SKM I naik 16,9 persen, tarif cukainya jadi Rp 865 per batang
- SKM IIA naik 13,8 persen, tarif cukainya jadi Rp 535 per batang
- SKM IIB naik naik 15,4 persen, tarif cukainya jadi Rp 525 per batang
- SPM I naik 18,4 persen, tarif cukainya jadi Rp 935 per batang
- SPM IIA naik16,5 persen, tarif cukainya jadi Rp 565 per batang
- SPM IIB naik18,1 persen, tarif cukainya jadi Rp 555 per batang
Sementara untuk golongan SKT IA, SKT IB, SKT II, dan SKT III tidak ada kenaikan sama sekali atau 0 persen.
"Kita membuat nol persen kenaikannya jadi kelihatan sekali dari sisi desain kebijakannya kita berpihak kepada buruh supaya mereka tidak terkena sedangkan yang mesin yang sangat efisien dan produksinya luar biasa besar kita naikkan cukup tinggi," jelas dia.
Bendahara negara itu menambahkan dari kenaikan tersebut maka estimasi pertumbuhan produksi rokok untuk SKM dan SPM akan turun sekitar 3,2 persen, atau volume produksinya 288 miliar batang.
Sementara dari kenaikan itu pemerintah mengharapkan prevalensi merokok untuk anak turun 1,26 persen. Atau dari 33,8 persen di tahun 2020 menjadi 32,2 persen di tahun 2021.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Imbas Kenaikan Cukai Rokok, Serapan Tembakau dari Petani Bisa Merosot
Sebelumnyak, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tak menaikkan cukai sigaret kretek tangan (SKT).
Dalam pertimbangannya, pemerintah melihat banyak tenaga kerja yang diserap dari industri SKT ini. Sehingga pemerintah hanya menaikkan cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
“Kami sendiri juga terima kasih ketika SKT tidak dinaikkan cukainya. Itu sebagai simbol bagaimana melindungi tentang kearifan lokal rokok di Indonesia,” kata Agus dalam dalam diskusi virtual, Rabu (23/12/2020).
Namun secara umum, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji menilai kenaikan cukai, utamanya SKT akan memberikan efek domino terhadap permintaan tembakau untuk industri kretek, baik kretek tangan maupun kretek mesin.
“Perlu diketahui bahwa penyerapan tembakau di tingkat nasional ini tergantung dari volume penjualan rokok kretek. Baik rokok Kretek tangan maupun rokok kretek mesin,” kata Agus.
“Sehingga ini simalakamanya disitu. Ketika volume penjualan turun, maka penyerapan (tembakau) juga akan turun,” sambung dia.