Liputan6.com, Jakarta - Tok, pemerintah mengeluarkan kebijakan relaksasi pajak. Bentuknya, penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) hingga nol persen. Seiring itu, Bank Indonesia ikutan mengeluarkan kebijakan relaksasi kredit kendaraan bermotor berupa pembebasan uang muka atau DP 0 persen.
Kedua kebijakan ini dikeluarkan otoritas fiskal dan moneter bukan tanpa maksud. Apalagi kalau bukan guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Wajar saja, pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama setahun ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi.
Sepanjang 2020, ekonomi Indonesia hanya minus 2,07 persen. Angka ini merupakan terburuk pasca krisis 1998.
Advertisement
Terkuak, salah satu sektor yang terkontraksi besar adalah sektor industri pengolahan yang minus 2,93 persen. Secara mendetail, sektor mobil minus 46,37 persen dan sepeda motor minus 40,21 persen.
Baca Juga
Pembebasan pajak mobil baru ini sebenarnya sudah sejak tahun lalu jadi usulan Kementerian Perindustrian sejak tahun lalu. Namun tak kunjung direstui. Baru pada Februari 2021 ini aturan tersebut mendapat lampu hijau.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, kebijakan PPnBM ini dilakukan secara bertahap. Relaksasi PPnBM diberikan sepanjang 2021.
Skenarionya, PPnBM 0 persen untuk Maret hingga Mei, PPnBM 50 persen pada Juni hingga Agustus, dan 25 persen untuk September hingga November.
Adapun kendaraan yang dapat PPnBM mobil 0 persen yakni segmen kendaraan kurang dari 1.500 cc. Dengan kategori sedan dan 4x2, sebagaimana diusulkan Kementerian Perindustrian. Hitungannya, keberadaan skenario relaksasi PPnBM bisa mendongkrak produksi mencapai 81.752 unit.
Buat kantong negara, prediksinya relaksasi PPnBM mobil yang berdampak pada penambahan output industri otomotif bisa menyumbang sebesar Rp 1,4 triliun.
"Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp 1,62 triliun," ungkap Airlangga.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menambahkan, relaksasi PPnBM untuk mobil ini diprediksi akan mengembalikan produksi ke angka 1 juta unit. Angka seperti sebelum masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Kontribusi sektor otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional cukup besar, hingga mencapai 6 persen.
Sektor otomotif juga melibatkan banyak sektor pendukung, memiliki nilai tambah yang rata-rata mencapai Rp 700 triliun dan 91,6 persen pasar otomotif di Indonesia telah dipasok oleh industri dalam negeri dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 60-70 persen.
"Inilah pentingnya sektor otomotif. Dengan kebijakan ini, kita berharap bisa menjadi bagian untuk jump start ekonomi," ujar Menperin.
Namun konsekuensi juga harus didapat pemerintah. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan insentif PPnBM yang turun berpotensi menggerus pendaparan negara hingga Rp 2,3 triliun.
"Kami bersama Kemenkeu dan Kemenperin sudah membahas ini dan kita buat simulai dengan pengurangan PPnBM ini bahwa potensi penurunan pendapatannya ada di angka Rp 1 sekian hingga Rp 2,3 triliun untuk di dua segmen tadi," ungkap Susiwijono.
Meski masih ada hal baik, dari kebijakan akan tumbuh demand masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor atau mobil baru. Seiring dengan peningkatan demand, maka industri otomotif akan turut tumbuh.
"Sehingga hitung-hitungan kami masih cukup positif dibandingkan dengan potensi kerugian dari pendapatan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah mendorong kebijakan ini terutama untuk pengungkit pada kuartal I serta menjelang momen Ramadan dan Lebaran," jelasnya.
Stimulus dari Bank Indonesia
Mendukung kebijakan stimulus fiskal tersebut, Bank Indonesia (BI) ikut merilis stimulus. Bentuknya, penurunan batas uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk kredit kendaraan bermotor per 1 Maret 2021.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengemukakan, kebijakan tersebut merupakan komitmen dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna meningkatkan sektor pembiayaan untuk dunia usaha.
Menurut dia, pemerintah perlu mendorong permintaan kredit pada dunia usaha yang lesu akibat pandemi Covid-19. Demikian juga untuk penawaran kredit dari perbankan yang harus didorong.
"Dari pemerintah, Menteri Keuangan (Sri Mulyani) tentu saja diberi insentif perpajakan, jaminan, dan juga insentif suku bunga kredit yang juga sudah diumumkan," kata Perry dalam sesi teleconference, Kamis (18/2/2021).
"Melonggarkan uang muka kredit kendaraan bermotor 0 persen untuk semua jenis kendaraan untuk dorong pertumbuhan kredit subsektor otomotif. Berlaku efektif 1 Maret 2021 sampai 31 Desember 2021," sambungnya.
Saksikan Video Ini
Pro Kontra Relaksasi PPnBM
Pengamat Ekonomi Piter Abdullah menyambut baik kebijakan relaksasi pajak ini. Tapi sasaran konsumennya kurang tepat dengan segmen kendaraan bermotor ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Target dari kendaraan ini adalah konsumen menengah ke bawah.
"Program ini bukan untuk meningkatkan daya beli, tapi untuk memanfaatkan daya beli yang masih ada. Karena program ini tidak memberikan sesuatu yg menyebabkan masyarakat memiliki daya beli walaupun harganya diturunkan," kata Piter.
Kebijakan pemerintah ini dinilai akan lebih baik jika juga menyasar kelompok masyarakat menengah atas. Terlebih lagi, berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kontribusi konsumsi Rumah Tangga terbesar adalah kelompok menengah atas sebesar 80 persen.
Dorongan untuk peningkatan konsumsi kelompok menengah ke atas akan berpengaruh sangat besar terhadap pertumbuhan demand di Indonesia.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira juga menilai bahwa insentif penurunan PPnBM mobil baru belum tentu mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia. Pemerintah disarankan untuk saat ini fokus mengatasi pandemi.
Dalam penanganan pandemi, kata Bhima, pemerintah bisa sekaligus membantu para pekerja di sektor otomotif.
"Belum tentu akan mempercepat pemulihan ekonomi, sebaiknya pemerintah saat ini fokus dulu untuk mengatasi pandemi. Secara paralel pekerja di sektor otomotif yang rentan diberikan jaring pengaman seperti bantuan subsidi upah yang nominalnya dinaikkan menjadi setidaknya Rp5-7 juta per pekerja," kata Bhima kepada Liputan6.com.
Selain itu, Bhima menilai insentif ini kontradiktif dengan mobilitas yang masih rendah di tengah pandemi. Menurutnya, kebijakan ini juga belum tentu menaikkan angka penjualan mobil.
Dijelaskan Bhima, prioritas belanja masyarakat untuk saat ini adalah terkait kesehatan, makanan, minuman, dan kebutuhan primer lain. Hal ini jika merujuk pada prediksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai virus Covid-19 bisa terkendali pada September 2021.
Advertisement
Kata Pabrikan
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menjelaskan, jika ditanya seberapa besar dampak berbagai insentif relaksasi PPnBM ke industri otomotif nasional, pihaknya memang belum memperediksi dengan pasti.
"Kita belum pernah punya pengalaman implementasi PPnBM ini diberikan relaksasi. Tapi, kalau melihat pengalaman dari negara-negara lain di sekitar kita seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan beberapa negara Eropa ini cukup manjur menyiasati pemulihan industri otomotif di tengah pandemi," jelas Nangoi saat dihubungi Liputan6.com.
Lanjut Nangoi, hal tersebut bisa terjadi karena sejatinya minat beli masyarakat yang memang belum timbul. Tapi, kemampuan beli sudah ada karena itu konsumen merasa untuk membeli mobil bisa dilakukan di waktu yang akan datang.
"Tentunya, hal inin kita melihat peluang. Kita berikan (relaksasi) di Maret sangat positif, karena pemerintah tengah gencar memberikan vaksin," tambahnya.
"Mudah-mudahan, pada waktunya nanti feeling saya, Mei Juni pemberian vaksin sudah cukup tinggi, pandemi covid sudah lebih terkendali kemudian pemerintah memberikan insentif ini ujungnya harusnya minat beli bisa tumbuh cukup baik," tegasnya.
Sementara itu, terkait kebijakan tersebut mampu mengangkat penjualan mobil, Gaikindo tetap menargetkan sebanyak 750 ribu unit terjual tahun ini.
"Harapan kami angka 750 ribu ini bisa tercapai, sehingga paling tidak tumbuh sekitar hampir 50 persen dibanding tahun lalu. Tapi kalau kita lihat, dibanding 2019 masih ada penurunan sekitar 25 persen lebih, dan itu belum bagus," pungkasnya.
PT Honda Prospect Motor (HPM) turut menyambut baik kebijakan relaksasi PPnBM. Business Innovation and Sales & Marketing Director PT HPM Yusak Billy menyebutkan, kebijakan ini bisa menggairahkan kembali industri otomotif.
"Kami sangat appreciate dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri. Relaksasi pajak ini hal yang positif sekali, memberikan keringangan kepada konsumen, dapat menggerakkan industri dan pasar otomotif," ungkapnya saat virtual press conference, Kamis (18/2/2021).
Menurut Yusak, relaksasi pajak untuk model di bawah 1.500 cc adalah pilihan yang tepat. "Segmen ini merupakan segmen terbesar saat ini, banyak konsumen 1st time buyer," lanjut Yusak.
Sementara PT Astra Daihatsu Motor (ADM) menilai, pengumunan rencana relaksasi membuat laju penjualan di Februari ini melambat. Banyak calon konsumen yang menunda pembelian akibat pengumuman tersebut.
"Setelah pengumuman relaksasi PPnBM umumnya masyarakat menunda pembelian. Saya sudah berkomunikasi dengan teman-teman Toyota juga kondisinya sama," kata Marketing Director dan Corporate Planning & Communication ADM Amelia Tjandra, Jumat (19/2/2021).
"Pada dasarnya masyarakat menantikan untuk merealisasikan pembelian mereka yang di Februari ini diganti nanti di Maret karena di bulan itu diharapkan engine yang di bawah 1.500 liter bisa mendapatkan relaksasi," tambahnya.
Amelia menjelaskan, pihaknya belum menerima Petunjuk Pelaksanaan (juklak) mengenai aturan tersebut sehingga pihaknya belum bisa berkomentar banyak mengenai besaran harga mobil yang mendapatkan relaksasi pajak.
"Juklaknya belum kami terima. Jadi untuk besarannya belum bisa dihitung sebelum kami melihat juklaknya," ujarnya.
Sementara itu, Marketing & CR Relations Div. Head PT Astra International-Daihatsu Sales Operation (AI-DSO) Hendrayadi Lastiyoso mengaku, pihaknya telah menghitung sesuai dengan aturannya. Namun pihaknya enggan merilis karena ditakutkan mendahului ketentuan.
"Kami mau mengeluarkan hitungan yang pastinya tidak akan diralat lagi. Oleh karena itu kami masih menunggu juklaknya yang kami harap awal minggu depan keluar sehingga akhir minggu depan kami sudah bisa rilis angkanya," sambung Hendrayadi.
Kata Pedagang Mobil Bekas
Sedangkan Presiden Direktur Mobil88, Halomoan Fischer Lumbantoruan mengatakan, penjual mobil bekas skala besar seperti Mobil88 kemungkinan tidak akan tertekan akan kebijakan PPnBM. Namun kebijakan tersebut akan berpengaruh kepada penjual mobil bekas kelas kecil.
"Yang kasihan itu pedagang-pedagang kecil, showroom kecil. Kalau kita kan pegang seribu mobil misalnya, tidak semua terkena dampak," ungkap Fischer saat dihubungi Liputan6.com.
Pedagang mobil bekas dalam skala yang kecil tidak memiliki stok terlalu banyak. Belum lagi, kemungkinan besar mobil bekas yang dijual memiliki kapasitas cc kecil atau yang termasuk dalam penerapan kebijakan insentif dengan TKDN 70 persen.
Menurut Fischer, pedagang mobil bekas pada akhirnya harus melakukan penyesuaian jika ada insentif mobil baru. Hal ini harus dilakukan agar mobil bekas tetap dilirik.
Kebijakan Relaksasi BI
Halomoan pun ikut berkomentar mengenai relaksasi uang muka 0 persen untuk kendaraan. Kebijakan ini dinilai akan mendongkrak volume penjualan mobil bekas. Tapi secara tak langsung, aturan ini dikhawatirkan bakal membuat harga jual mobil bekas naik di pasaran.
Dia lantas mencontohkan segmen pembeli yang kerap tak cukup uang untuk bayar DP 25 persen pada suatu mobil bekas seharga Rp 100 juta. Hal itu lantas menghambat angka penjualan mobil bekas, terutama di masa pandemi Covid-19 saat ini.
"Kalau DP 0 persen atau rendah sekali ya jelas segmen yang seperti itu akan beli mobil semua. Itu akan mendongkrak volume (penjualan)," kata Halomoan kepada Liputan6.com, Jumat (19/2/2021).
Terlebih, Halomoan menyampaikan, DP 0 persen secara langsung tidak akan mempengaruhi harga jual mobil bekas. Namun harganya otomatis akan terpengaruh ketika volume penjualan naik, sementara stok barang habis atau tidak mencukupi.
"Begitu pembelinya meningkat stoknya kan habis ya. Hukum ekonomi dasar kan kalau demand lebih tinggi dari suplai harga akan naik. Otomatis harga akan naik, terutama untuk level mobil yang memang akan ketarik banyak volume-nya dengan DP 0 persen ini," terangnya.
Menurut dia, kasus ini potensi terjadi utamanya untuk penjualan mobil bekas berharga murah (low price). Harga mobil bekas secara tak langsung akan melambung ketika ketersediaannya menipis.
"Nanti mereka semua pada beli mobil ya stok mobilnya habis. Begitu stok mobil habis ya pedagang pasti akan naikin harga," ujar Halomoan.
Bank Lebih Selektif
Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menilai, perbankan dan perusahaan pembiayaan (leasing) tidak akan sampai obral kredit kendaraan berkat adanya penetapan DP 0 persen pada 1 Maret 2021.
Dalam situasi normal, Eddy mengatakan, DP 0 persen tersebut memang akan mendongkrak volume penjualan mobil dan motor jika dilaksanakan dalam situasi normal. Masalahnya, kebanyakan orang saat ini condong menyimpan tabungannya di bank ketimbang membelanjakannya.
Oleh karenanya, ia menganggap bank dan perusahaan pembiayaan akan lebih selektif dalam memberikan kredit dan melihat persepsi risiko.
"Saya kira mereka tentu akan sangat dibantu akan hal ini. Tapi yang faktor persepsi risiko tadi pasti akan jadi pertimbangan," kata Eddy kepada Liputan6.com, Jumat (19/2/2021).
Kendati begitu, Eddy tak tutup mata jika masih ada kesempatan bagi perbankan dan leasing mengobral DP 0 persen kredit kendaraan untuk konsumen menengah atas. Sebab, mereka saat ini banyak menumpuk simpanannya dalam bentuk tabungan bank.
Ketua Komisi XI Dito Ganinduto mengatakan, kebijakan DP 0 persen sangat mendukung pemulihan ekonomi. "Saya optimis ditengah kebijakan dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi ini didukung perbankan dan perusahaan pembiayaan," kata Ketua Komisi XI Dito Ganinduto kepada Liputan6.com.
Dengan catatan, Dito menghimbau bank dan perusahaan leasing untuk tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam pemberian DP 0 persen tersebut. Sehingga pada akhirnya memberikan daya dorong terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi di 2021 ini.
Advertisement