Bangun 1.400 Rumah, Pengembang Ini Sasar PNS dan TNI-Polri

DMS Propertindo tengah membangun proyek strategis di Kawasan Bandung Selatan dengan konsep kota mandiri berisikan rumah tapak serta area komersial

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Feb 2021, 15:51 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2021, 13:20 WIB
Ilustrasi Rumah Properti
Ilustrasi perumahan.

Liputan6.com, Jakarta - PT DMS Propertindo Tbk (KOTA) tengah membangun proyek strategis di Kawasan Bandung Selatan dengan konsep kota mandiri berisikan rumah tapak serta area komersial. Proyek rumah tapak ini memadukan antara konsep kota yang nyaman, terhubung dengan area komersial dan ramah lingkungan.

Kawasan ini diharapkan mampu mengakomodir kebutuhan para masyarakat modern akan hunian, khususnya bagi kalangan pegawai pemerintah seperti TNI, Polri, dan PNS yang tinggal di Bandung.

"Di bangun di atas lahan seluas 63 hektar, proyek rumah tapak ini telah berjalan hingga 20 persen," kata Sekertaris Perusahaan PT DMS Propertindo Tbk Hariyadi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/2/2021).

Nantinya perumahan akan menerapkan konsep cluster dengan arsitektur modern yang banyak diminati oleh masyarakat urban masa kini. Di lahan seluas 63 hektar tersebut, akan berdiri 1400 unit rumah dengan kapasitas huni mencapai 5.600 orang.

Terdapat 7 tipe rumah cluster yang bisa dipilih oleh para calon penghuni, yaitu tipe 36, 45, 54, 60, 70, 90, dan 120. Bukan hanya arsitektur modern, proyek rumah tapak Bandung Selatan ini juga menonjolkan konsep ruang hijau, gabungan antara hunian, taman, pusat hiburan, fasilitas publik, sekolah, pasar modern, dan area komersial lainnya.

"Hal ini dapat memudahkan penghuni untuk mobilitas mengakses berbagai layanan publik hanya dalam satu kawasan," kata dia.

Peningkatkan Cash Flow Berkat Project Bandung Selatan Adanya project rumah tapak di kawasan Bandung Selatan ini diproyeksikan aktivitas operasi perusahaan PT DMS Propertindo Tbk (KOTA) pada tahun ke-6 membaik hingga mampu menciptakan cash in flow sebesar 600 miliar.

Sebagaimana yang telah diketahui masyarakat luas, bahwasanya minat terhadap sebuah hunian kian meningkat semenjak adanya pandemi COVID-19 ini.

"Ini adalah akibat dari social distancing yang menuntut masyarakat Indonesia untuk beraktivitas dari rumah," tutur dia.

Proyek rumah tapak di Bandung Selatan ini seolah menjadi strategi jitu bagi PT DMS Propertindo Tbk. (KOTA) untuk meningkatkan cash in flow mereka. PT DMS Propertindo Tbk sendiri merupakan pengembang properti dan manajemen perhotelan yang dikelola oleh para profesional dibidangnya.

Dengan mengedepankan standartinggi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan konsumen, PT DMS Propertindo Tbk. hingga kini menjadi salah satu perusahaan di bidang properti yang berkembang sangat pesat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dongkrak Sektor Properti Tak Cukup dengan Kebijakan DP 0 Persen

Ilustrasi rumah properti
Ilustrasi perumahan.

Bank Indonesia (BI) mengeluarkan kebijakan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) 100 persen untuk kredit properti. Itu berarti, seluruh dana untuk mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) ditanggung 100 persen oleh bank, alias tak perlu membayar uang muka atau down payment (DP) 0 persen.

Namun, Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menilai, eskalasi penyaluran KPR bukan hanya mempertimbangkan kebijakan fiskal dan moneter saja, tapi juga dapat memberikan stimulus untuk sektor riil.

"Salah satu yang mungkin bisa dilihat adalah sesuai dengan tujuan dari UU Cipta Kerja, yakni mengurangi biaya perizinan. Itu yang cukup besar," ujar Eddy kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (21/2/2021).

Sebagai contoh, ia menyoroti pengenaan tarif untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen.

"Salah satu komponen yang masih besar itu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang 5 persen itu. Padahal juga sudah membayar juga PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)," ungkapnya.

Secara umum, Eddy melihat DP KPR 0 persen yang mulai berlaku 1 Maret 2021 nanti sebagai kebijakan komprehensif untuk mendorong daya beli rumah. Namun itu masih perlu ditopang oleh keringanan lain di sektor riil.

"Karena kita tahu di sektor properti juga salah satu yang menghambat itu ketika membahas UU Cipta Kerja adalah biaya perizinan cukup besar. Termasuk biaya pembebasan tanah dan seterusnya," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya