KPK Diminta Gerak Cepat Urus Ekstradisi Paulus Tannos Sebab Waktu Penahanan Hanya 45 Hari

Yudi mewanti sejumlah dalil yang bisa digunakan Paulus Tannos seperti tidak lagi warga negara Indonesia dan ancaman keselamatan diri jika dibawa ke Indonesia.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Jan 2025, 15:32 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2025, 15:32 WIB
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo angkat suara soal upaya mengekstradisi buronan kasus e-KTP Paulus Tannos. Menurut dia, proses ekstradisi berkejaran dengan waktu masa penahanan. Karenanya, dia meminta KPK bisa cepat bergerak.

"Terkait masa penahanan 45 hari tentu kita hormati, KPK harus gerak cepat untuk memulangkan dan saya pikir sudah ada kerja sama antara kejaksaan, kepolisian, kementerian hukum, termasuk juga kementerian Luar Negeri melalui KBRI Singapura, dan tentu pemerintah Indonesia sebisa mungkin memulangkan cepat Paulus Tannos sehingga waktu penahanan tidak habis," kata Yudi melalui pesan suara diterima, Senin (27/1/2025).

Yudi menjelaskan, sebelum ekstradisi dilakukan ada persidangan yang harus dilalui untuk membuktikan apakah orang tersebut bisa diekstradisi. Dia mewanti sejumlah dalil yang bisa digunakan Paulus Tannos seperti tidak lagi warga negara Indonesia dan ancaman keselamatan diri jika dibawa ke Indonesia.

"Ada pengadilan yang menguji permasalahan ekstadisi ini, tapi saya kira itu bisa dibantah bahwa yang bersangkutan masih WNI, termasuk juga isu keselamatan diri mungkin bisa diajukan pihak Paulus Tannos. Tapi saya kira itu bisa dibantah juga karena pihak Indonesia bisa menjaga keselamatan siapa pun karena hal itu adalah kewajiban penegak hukum," jelas Yudi.

Yudi menegaskan, langkah KPK saat ini hanya perlu bergerak cepat. Sebab, Paulus Tannos adalah sosok penting yang dapat membongkar kasus E-KTP sampai ke akar-akarnya. Dia pun mengapresiasi pemerintah Singapura yang mau menindaklanjuti perjanjian ekstradisi dengan Indonesia dan menahan Paulus Tannos.

"Ini merupakan yang pertama jadi saya pikir ini bagus, kita akan lihat bagaimana pihak indonesia meyakinkan pihak Singapura melakukan ekstradisi Paulus, setidaknya dengan penahanan pihak Singapura ini merupakan hal yang sangat penting karena tentu pihak Singapura sudah menganalisis dan pro ke Indonesia," Yudi menandasi.

Sebagai informasi, Paulus adalah buronan dari kasus mega korupsi e-KTP. Dia sudah berstatus buron atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. Sementara itu, Paulus sendiri menjadi tersangka bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019.

Mereka adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota DPR periode 2014-2019 Miryam S Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Kejagung Siap Bantu KPK untuk Ekstradisi Buronan Kasus Korupsi E-KTP Paulus Tannos

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan kesiapannya untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses ekstradisi buronan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin. Saat ini, Paulus diketahui masih menjalani penahanan sementara di Changi Prison, Singapura.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa perkara tersebut sepenuhnya ditangani oleh KPK, bukan oleh Kejagung.

"Perkara ini ditangani teman-teman KPK, tadi mereka yang tahu apa kebutuhannya untuk pemulangan yang bersangkutan. Kami selama ini melalui atase sudah memfasilitasi dan ke depan kita siap memberi bantuan," ujar Harli saat dihubungi, Minggu (26/1/2025).

Sebelumnya, buronan kasus korupsi pengadaan KTP-el Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.

Paulus Tannos saat ini ditahan di Changi Prison setelah Pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara. Penahanan sementara ini merupakan mekanisme yang diatur dalam Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura.

Atas penangkapan tersebut, pihak KPK, Kemenkum, Polri, dan Kejaksaan Agung langsung memulai proses pemenuhan berbagai dokumen dan persyaratan untuk segera memulangkan Tannos ke Indonesia.

 

Konstruksi Perkara

KPK pada 13 Agustus 2019 mengumumkan empat orang sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Empat orang tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2014–2019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP elektronik Husni Fahmi.

KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik tersebut sekitar Rp2,3 triliun.

Meski demikian, salah satu tersangkanya, yakni Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, diduga melarikan diri ke luar negeri setelah mengganti namanya dan menggunakan paspor negara lain.

Paulus Tannos diketahui telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron KPK sejak 19 Oktober 2021 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik.

 

Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Jauh di Bawah Negeri Jiran. (Liputan6.com/Trieyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya