Kemenkeu Buka-bukaan soal Penyitaan Gedung dan Vila Keluarga Cendana

Kementerian Keuangan menyampaikan informasi terbaru mengenai dua aset milik keluarga Cendana, Gedung Granadi dan vila di Megamendung yang disita negara.

oleh Andina Librianty diperbarui 01 Mei 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2021, 12:00 WIB
Gedung Granadi
Petugas keamanan berjaga jelang penyitaan aset oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di Gedung Granadi, Jalan HR Rasuna Said, Senin (17/12). Penyitaan dilakukan buntut dari penyelewengan uang negara oleh Yayasan Supersemar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan informasi terbaru mengenai dua aset milik keluarga Cendana, Gedung Granadi dan vila di Megamendung. Keduanya telah disita oleh negara.

Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu, Tri Wahyuningsih, menjelaskan bahwa bukan Kemenkeu ataupun DJKN yang melakukan pengambilalihan. Melainkan, Jaksa Agung dengan mekanisme sita eksekusi.

"Intinya bukan kita atau DJKN yang melakukan pengambilalihan. Namun, yang melakukan adalah Jaksa Agung dengan mekanisme sita eksekusi," jelas Tri Wahyuningsih, dalam Bincang Bareng DJKN pada Jumat (1/5/2021).

Setelah proses penyitaan itu selesai, baru akan dikelola oleh DJKN.

"Kalau itu sudah proses, baru nanti akan dikelola oleh DJKN. Saat ini keduanya, posisinya disita oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Cibinong," ungkap Tri Wahyuningsih.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2018 menyita aset Yayasan Supersemar yang didirikan oleh Presiden ke-2 RI, Soeharto, berupa Gedung Granadi di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan dan vila yang berada di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Yayasan tersebut terbukti telah merugikan negara.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Sederet Aset Keluarga Cendana yang Bakal Dikelola Negara

20150719-5 Tempat Wisata di Jakarta yang Jadi Primadona Saat Lebaran 3
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) selalu ramai saat Lebaran. TMII mempunyai berbagai macam anjungan dan bangunan terkenal dari seluruh pelosok Indonesia, dapat membantu pengunjung untuk menikmati berbagai budaya yang ada di Indonesia. (Istimewa)

Pemerintah mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dari Yayasan Harapan Kita (YHK) milik Keluarga Cendana. Dua tahun sebelumnya, yayasan lain milik Keluarga Cendana juga menjadi sorotan terkait aset-asetnya yang disita oleh pemerintah.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2018 menyita aset Yayasan Supersemar yang didirikan oleh Presiden ke-2 RI, Soeharto, berupa Gedung Granadi di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Selain Itu, PN Jaksel juga menyita vila lain milik yayasan tersebut yang berada di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Luas tanah di lokasi vila 300 meter persegi.

"(Aset di Megamendung berupa) vila, berbentuk rumah, sudah disita tanah dan bangunannya," ungkap Direktur Pertimbangan Hukum Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) saat itu, Yogi Hasibuan, di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (21/11/2018).

Penyitaan vila tersebut berbarengan dengan Gedung Granadi pada November 2018. Selain itu, PN Jaksel juga menyita 113 rekening dengan nilai berkisar Rp 242 miliar milik Yayasan Supersemar.

Yayasan Supersemar digugat oleh Kejaksaan Agung secara perdata pada 2007 atas dugaan penyelewengan dana beasiswa pada berbagai tingkatan sekolah, yang tidak sesuai serta dipinjamkan kepada pihak ketiga.

Pada Maret 2008, Kejaksaan Negeri Jaksel telah mengabulkan‎ gugatan Kejaksaan Agung dan menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Februari 2009.

Begitu pula pada tingkat kasasi, MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI‎ Jakarta pada Oktober 2010. Namun ternyata terjadi salah ketik terkait jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Yayasan Supersemar kepada pemerintah. Jumlah yang seharusnya ditulis sebesar Rp 185 miliar menjadi hanya Rp 185 juta, sehingga putusan itu tidak dapat dieksekusi.

Kejaksaan Agung lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pada September 2013. Permohonan tersebut dikabulkan oleh MA dan memutuskan bahwa Yayasan Supersemar harus membayar ganti rugi ke negara sebesar Rp 4,4 triliun.

Sementara untuk kasus TMII, negara merupakan pemilik sah dari kawasan taman wisata budaya tersebut sejak awal. Namun berdasarkan Keputusan Presiden nomor 51 tahun 1977 tanggal 10 September 1977, penugasan dan pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita (YHK). Hingga akhirnya pemerintah kembali mengambil alih agar pengelolaannya agar lebih maksimal. 

Dikelola Negara

Gedung Granadi
Personel kepolisian disiagakan jelang penyitaan aset di Gedung Granadi, Jakarta, Senin (17/12). Penjagaan ketat tersebut dikarenakan akan ada aksi yang menuntut semua aset Soeharto, keturunan dan kroni-kroninya disita negara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), Encep Sudarwan, mengatakan bahwa Gedung Granadi dan aset vila Megamendung yang disita tersebut akan dikelola oleh DJKN. Hal ini karena keduanya termasuk dalam Barang Milik Negara.

"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN," tutur Encep dalam Bincang Bareng DKJN pada Jumat (16/4/2021).

DJKN sebagai pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menkeu selaku pengelola aset negara, dalam hal ini BMN, berwenang menetapkan pemanfaatan BMN yang berada pada pengguna barang yakni kementerian/lembaga (K/L). Pada dasarnya, BMN diperuntukkan sebagai penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi K/L.

Pemanfaatan BMN termasuk TMII, merupakan langkah pemerintah dalam mengoptimalisasikan aset sehingga lebih bernilai guna. Dijelaskan Encep, pemanfaatan BMN dapat dilakukan apabila tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi K/L, tidak mengubah status kepemilikan pada BMN yang dimanfaatkan, dapat dilakukan untuk menyediakan infrastruktur dan pemeliharaan BMN tersebut menjadi tanggung jawab mitra pemanfaatan.

Selain itu, biaya atas pemanfaatan BMN disetorkan seluruhnya ke kas negara sebagai penerimaan negara kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

"Bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan terhadap BMN yakni sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna (BGS/BSG), kerja sama penyediaan infrastruktur (KSPI), Kerja Sama Terbatas untuk Penyediaan Infrastruktur (Ketupi)," kata Encep.

Masing-masing bentuk pemanfaatan memiliki ketentuan sesuai PP 28 tahun 2020 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya