Literasi Rendah Bikin Masyarakat Terjebak Pinjaman Online Ilegal

literasi masyarakat Indonesia akan pinjaman online masih rendah yaitu di angka 38 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Mei 2021, 20:15 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2021, 20:15 WIB
Korban Pinjaman Online Gelar Aksi Tuntut Keadilan
Masa yang tergabung gerakan bela korban pinjaman online menggelar aksi di depan PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (6/2). Mereka menuntut hakim untuk memberikan keadilan kepada korban rentenir online. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan, masih banyak masyarakat yang belum paham tata cara meminjam uang melalui pinjaman online (pinjol) atau fintech P2P Lending. Hal itu terbukti dengan kasus yang dialami guru TK asal Malang Jawa Timur bernama Melati yang diteror banyak debt collector dari pinjol ilegal.

“Kenapa sih ini kejadian terkait dengan misalnya korban pinjaman online ilegal ini berulang itu ada beberapa sebabnya. Fintech lending itu potensinya di Indonesia sangat besar, berdasarkan data OJK yang terakhir itu ada kebutuhan kredit Rp 2.650 triliun,” kata Kuseryansyah dalam diskusi AFPI – Praktek Fintech Pendanaan Legal Vs Pinjaman Online illegal, Jumat (21/5/2021).

Memang, pasar pinjaman online di Indonesia besar. Hal tersebut terlihat dari perkembangan inklusi keuangan yang mencapai 76 persen. Namun sayangnya, literasi masyarakat Indonesia akan pinjaman online ini masih rendah yaitu di angka 38 persen.

“Banyak masyarakat kita yang sudah menggunakan layanan keuangan dan juga layanan keuangan digital tapi mereka enggak ngerti apa namanya, dan bagaimana cara yang bijak menggunakan pinjaman tersebut dan apa risiko, mereka jadi tidak paham,” ujarnya.

Masyarakat banyak yang asal pinjam ke perusahaan pinjaman online tanpa mempertimbangkan aspek risiko. Misalnya terkait bunga pinjaman yang tinggi. Tentunya bagi masyarakat yang masih dangkal literasi keuangan terkait pinjaman online tidak akan memperdulikan bunga pinjaman yang tinggi asalkan kebutuhannya terpenuhi.

“Sehingga banyak terjadi seperti yang sekarang banyak masyarakat yang terperangkap pinjaman online ilegal. Pinjol ilegal ini kenapa harus di-notice? Kenapa harus dicatat karena karena dia tidak mengikuti prosedur peraturan yang berlaku di Indonesia maka dia menjalankan bisnisnya Seenaknya,” jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Peduli Hukum

Korban Pinjaman Online Gelar Aksi Tuntut Keadilan
Masa yang tergabung gerakan bela korban pinjaman online menggelar aksi di depan PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (6/2). Mereka menuntut hakim untuk memberikan keadilan kepada korban rentenir online. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kuseryansyah menegaskan, pinjol illegal tidak perduli dengan masalah hukum maupun terkait penagihan yang sifatnya mengancam kepada peminjam. Hal serupa dialami Bu Melati yang trauma mendapatkan terror dari debt collector pinjol illegal.

“Terkait Bu Melati, asosiasi kami prihatin dengan yang kejadian musibah yang menimpa Ibu Melati, masalahnya penagihannya membuat trauma, terornya mengancam pribadi kemudian menghina dan lain-lain,” katanya.

Berdasarkan informasi, ternyata Bu Melati meminjam uang pada 24 aplikasi pinjol dengan total hutang mencapai Rp 40 juta. Dari 24 aplikasi pinjaman online tersebut, hanya lima aplikasi yang terdaftar di OJK.

Demikian, Kuseryansyah menghimbau agar masyarakat bijak dalam mengajukan pinjaman online. Sangat penting untuk dilihat terlebih dahulu sisi kebutuhan, jangan meminjam karena keinginan tapi karena kebutuhan.

Kemudian, jika tidak mendesak sebaiknya tidak memilih pinjaman online. Meskipun terpaksa, pinjamlah di pinjol yang legal terdaftar di OJK.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya