Liputan6.com, Jakarta Tingkat ekspansi Indonesia di sektor manufaktur mencetak rekor baru pada Mei 2021. Ini terlihat dari catatan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang menembus level 55,3 pada Mei dibanding April yang berada di posisi 54,6, sesuai yang dirilis oleh IHS Markit.Â
Â
Dengan capaian itu, PMI manufaktur Indonesia pada bulan kelima tahun ini di atas ASEAN yang berada di level 51,8.
Â
Di tingkat regional ini, PMI manufaktur Indonesia mengungguli PMI manufaktur Vietnam (53,1), Malaysia (51,3), Singapura (51,7), Filipina (49,9), dan Thailand (47,8).
Â
Bahkan, PMI manufaktur Indonesia juga memimpin dibanding PMI manufaktur Korea Selatan (53,7), Jepang (53,0), China (52,0), dan India (50,8).
Â
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, posisi ekspansi tersebut ditandai dengan permintaan baru, output, dan pembelian yang naik pada tingkat yang belum pernah terjadi selama 10 tahun sejarah survei.
Â
Bahkan, aspek ketenagakerjaan kembali tumbuh setelah 14 bulan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas operasional yang semakin meningkat.Â
Â
"Alhamdulillah, kami sangat bersyukur dan berterima kasih banyak kepada para pelaku industri di tanah air yang masih agresif menjalankan usahanya di tengah dampak pandemi Covid-19 saat ini. Pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim bisnis yang kondusif melalui berbagai kebijakan strategis," kata dia di Jakarta, Kamis (3/6/2021).
Â
Menperin menyatakan, terjadinya peningkatan PMI manufaktur Indonesia menandakan bahwa sektor industri sudah mulai bangkit, yang akan mendorong laju roda ekonomi nasional dalam kondisi pulih.
Â
"Tidak hanya kembali memecahkan rekor, kami optimistis bahwa kenaikan PMI manufaktur Indonesia ini juga menunjukkan pertumbuhan industri pada triwulan II tahun 2021 akan kembali positif," ujarnya.
Â
Agus menegaskan, capaian kinerja gemilang dari sektor industri tersebut merupakan buah dari kebijakan yang sudah berada di jalur yang benar (on the right track). "Pemerintah terus menyelaraskan instrumen-instrumen kebijakan agar dapat mendukung para pelaku industri dalam berusaha secara optimal," ungkapnya.
Â
Selain itu, kebijakan insentif yang telah digulirkan pemerintah tidak hanya memberikan fasilitas kepada pelaku usaha, namun juga mampu membentuk demand dari masyarakat, sehingga penggunaan produk industri nasional dapat pasar kembali.
Â
Contohnya adalah pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP), yang telah berhasil meningkatkan penjualan kendaraan bermotor roda empat (KBM-R4) hingga 150%.
Â
"Pemerintah terus menjaga momentum baik ini agar PMI manufaktur Indonesia tetap di atas 50 yang menunjukkan bahwa industri manufaktur kita sedang ekspansif. Oleh karena itu, kami akan terus menyelaraskan dan memperkuat kebijakan terutama terkait dengan masalah lama waktu pengiriman bahan baku dan penolong industri sebagaimana yang diindikasi oleh IHS Markit," papar Agus.
Â
Â
Â
Â
Tetap Optimis
Implementasi TKDN akan memperkuat struktur manufaktur sehingga bisa mendongkrak daya saing industri sekaligus perekonomian nasional. (Dok Kemenperin)
Direktur Asosiasi Ekonomi IHS Markit Jingyi Pan mengatakan, secara keseluruhan, perusahaan tetap optimistis mengenai output pada masa mendatang, dengan harapan kondisi Covid-19 membaik.
Â
"Sangat penting bahwa situasi pandemi terus terkendali, khususnya dengan wabah yang meluas di wilayah Asia dan pasca-liburan Idulfitri, agar tidak menggagalkan pemulihan yang sedang berlangsung," tuturnya.
Â
Menurut IHS Markit, PMI Manufaktur Indonesia di posisi 55,3 pada Mei 2021 adalah tertinggi selama tiga bulan berturut-turut. Hal ini juga menandakan kondisi bisnis telah menguat dalam tujuh bulan belakangan.
Â
Dua komponen terbesar indeks headline, yaitu output dan permintaan baru, merupakan kontributor utama dalam peningkatan rekor PMI manufaktur Indonesia pada bulan Mei.
Â
Di samping itu, IHS Markit juga melaporkan, waktu pengiriman dari pemasok diperpanjang selama enam belas bulan berturut-turut karena kendala pasokan berlanjut di tengah-tengah kondisi cuaca yang buruk, kurangnya bahan baku, dan masalah pengiriman seputar pandemi Covid-19.
Â
Dengan adanya kesulitan bahan pokok yang berlanjut, stok pembelian dan barang jadi terus menipis guna memenuhi kenaikan permintaan yang dialami produsen Indonesia.
Advertisement
Lanjutkan Membaca ↓