48.345 Orang Kena PHK sepanjang 2024

Jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode 2024 bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi.

oleh Arthur Gideon Diperbarui 05 Mar 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2025, 16:00 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Kemenperin)
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Kemenperin)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui adanya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri manufaktur. Namun juga pekerja yang di-PHK lebih kecil dibanding dengan penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, memang benar terdapat penutupan beberapa pabrik dan PHK. "Kami menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (5/3/2025). 

Kemenperin terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja baru lebih banyak dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi pekerja yang terdampak PHK.

 Agus pun kemudian menyampaikan data bahwa sektor manufaktur menyerap tenaga kerja baru lebih banyak, dibanding jumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Hal ini diketahui dari pelaku industri yang melaporkan mulai melakukan produksi pada Kemenperin.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada 2024, jumlah tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur yang mulai berproduksi 2024 mencapai 1.082.998 tenaga kerja baru.

Angka ini lebih besar dari jumlah PHK yang dilaporkan Kemenaker pada 2024 sebesar 48.345 orang (sesuai data Kementerian Ketenagakerjaan).

Sebagai catatan, jumlah pekerja yang ter-PHK pada periode tersebut bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi.

Hal ini menunjukkan bahwa banyak perusahaan industri manufaktur bermunculan dan mulai berproduksi dengan menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak pula, bahkan lebih banyak dari jumlah tenaga kerja yang kena PHK di berbagai sektor ekonomi.

Pertumbuhan sektor industri manufaktur juga membuka lapangan kerja yang semakin luas. Jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nonmigas terus meningkat, dari 17,43 juta di tahun 2020 menjadi 19,96 juta di tahun 2024.

 

Promosi 1

Rasio 1 Banding 20

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan standardisasi baterai untuk motor listrik ini akan menjadi terbosan besar bagi industri kendaraan listrik Tanah Air.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan standardisasi baterai untuk motor listrik ini akan menjadi terbosan besar bagi industri kendaraan listrik Tanah Air.... Selengkapnya

Data dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) tersebut menunjukkan, pada tahun 2024 rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1 banding 20. Artinya, ketika 1 tenaga kerja kena PHK sektor manufaktur mampu menciptakan dan menyerap 20 tenaga kerja baru.

Rasio ini terus naik sejak tahun 2022 sebesar 1:5, menjadi 1:7 pada, dan 1:20 di tahun 2024. Kenaikan ini menunjukkan kinerja serapan tenaga kerja manufaktur Indonesia semakin baik.

Terkait penutupan perusahaan industri yang disertai dengan PHK yang banyak mewarnai pemberitaan akhir-akhir ini, Menperin menjelaskan bahwa penutupan tersebut disebabkan oleh berbagai alasan, di antaranya penurunan demand pasar ekspor, karena mismanagement pabrik, perubahan strategi bisnis principal yang ingin mendekatkan basis produksi dengan pasar di luar negeri, pelaku industri terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi sehingga produknya kalah bersaing, dan alasan lainnya.

 

Banjir Produk Impor

Dari berbagai alasan tersebut, sebagian besar penutupan pabrik disebabkan turunnya permintaan domestik karena pasar dalam negeri dibanjiri produk impor. Selain itu, faktor penyebab PHK juga didorong oleh pelemahan belanja dalam negeri, dan kelangkaan bahan baku.

“Dari beberapa alasan tersebut, kita tidak bisa kendalikan, terutama alasan terkait lemahnya permintaan pasar ekspor. Sedangkan yang terjadi di lapangan, penutupan industri/pabrik lebih banyak terjadi karena strategi bisnis. Namun demikian, Kemenperin fokus memonitor penutupan industri yang terutama disebabkan karena kelangkaan dan hambatan bahan baku produksi serta upgrade teknologi produksi, untuk bisa mencari penyelesaiannya,” jelas Menperin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya