Ternyata Pemekaran Daerah Ganggu Efisiensi Ekonomi

Bambang Brodjonegoro membeberkan sejumlah tantangan untuk mewujudkan desentralisasi fiskal dalam pelaksanaan otonomi daerah.

oleh Athika Rahma diperbarui 16 Jun 2021, 16:10 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2021, 16:10 WIB
Menteri Bambang Bahas Persiapan Pembangunan Ibu Kota Baru
Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?" di Jakarta, Senin (13/5/2019). Presiden Joko Widodo ingin ibu kota baru berada di luar Pulau Jawa, terutama Kalimantan dan Sulawesi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro membeberkan sejumlah tantangan untuk mewujudkan desentralisasi fiskal dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Bambang menyebut, pemerintah harus siap jika terjadi pemekaran daerah akibat desentralisasi fiskal sehingga mengganggu efisiensi ekonomi.

"Memang ternyata ini adalah salah satu side effect dari otonomi daerah. Pemekaran daerah ini pasti ada, tapi tidak akan sebanyak itu," ujar Bambang dalam webinar, Rabu (16/6/2021).

Pemekaran daerah ini tentu akan mengganggu struktur anggaran pemerintah. Dana yang harusnya digunakan untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi rakyat akan habis untuk pemekaran daerah.

Tantangan lainnya ialah penerapan keadilan secara fiskal yang horizontal sehingga tidak menguntungkan kalangan tertenu. "Ujungnya adalah transparansi dalam pembagian dana dari pusat ke daerah," ujarnya.

Terakhir, penerapan desentralisasi fiskal tidak boleh mengganggu stabilitas ekonomi makro. Desentralisasi fiskal harusnya mendukung stabilitas ekonomi makro agar tahan dari goncangan dan tumbuh secara berkelanjutan.

"Makanya desentralisasi fiskal ini harus diimbangi dengan desentralisasi ekonomi agar tidak mengganggu ekonomi secara keseluruhan," kata Bambang Brodjonegoro.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Mantan Kepala Bappenas Bocorkan Alasan Pengucuran Dana Desa Lambat

RAKER MENRISTEK DENGAN KOMISI VII DPR
Menristek/Kepala BRIN, Bambang Brodjonegoro mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/3/2021). Rapat kerja tersebut membahas tentang progres kelembagaan BRIN sesuai amanat UU nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) periode 2016-2019 Bambang Brodjonegoro menyoroti pemanfataan dana desa dalam mendukung peningkatan ekonomi daerah.

Bambang juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan periode 2014-2016 membeberkan, kebijakan penyaluran dana desa dimulai pertama kali sejak dirinya menjadi bendahara negara.

"Waktu saya jadi Menkeu itu pertama kali menyalurkan dana desa, sesuai dengan amanat UU mengenai desa. Dana desa bisa diperlakukan sebagai pelengkap bagi upaya memberi kesejahteraan ke masyarakat karena targeted langsung ke desa meskipun penyaluran lewat pemerintah daerah," ujar Bambang dalam webinar, Rabu (16/6/2021).

Terkait lamanya dana desa cair dari pemerintah, Bambang menyebutkan dua kemungkinan. Pertama, ada unsur kekurangdisiplinan di desa sehingga Pemerintah Kabupaten belum mau menyalurkan dana. Di sisi lain, ada Pemerintah Kabupaten juga belum mau menyalurkan. 

Masalah ini, kata Bambang, memang sudah banyak selesai. Dengan terobosan dan inovasi yang dikembangkan pemerintah, dana desa saat ini sudah cepat disalurkan.

"Tapi pertanyaannya saat ini adalah, bagaimana pemanfaatannya. Apakah pemanfaatan dana desa ini sudah memperbaiki kesejahteraan desa itu sendiri, atau belum," ujar Bambang.

Menurut Bambang, rentang waktu kepemimpinan daerah selama 5 taun diakui belum cukup dalam membangun suatu, terutama jika daerah tersebut menggunakan sumber dana luar seperti pinjaman. Tenor pinjaman hanya 5 tahun tentu akan menyulitkan daerah untuk mengembalikan jumlah dana yang dipinjam.

"Sebenarnya ini lazim, banyak dilakukan di negara maju asal dibarengi pengawasan dan governance yang baik. Tapi kalau hanya 5 tahun batas waktunya, tentu akan menyulitkan cashflow daerah dalam melakukan pengembalian dan jumlah yang dipinjam," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya