Liputan6.com, Jakarta Posisi utang pemerintah menembus angka Rp 6.418,15 triliun pada Mei 2021. Dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 40,49 persen.
Angka utang pemerintah ini turun bila dibandingkan dengan posisi pada akhir April 2021 yang sebesar Rp 6.527,29 triliun. Posisi utang pada bulan sebelumnya itu setara dengan 41,18 persen terhadap PDB.
Baca Juga
Namun, mengutip data APBN Kita, Kamis (24/6/2021), secara nominal, posisi utang Pemerintah Pusat pada Mei 2021 justru naik dibandingkan dengan periode yang sama di 2020.
Advertisement
Dari catatan, posisi utang pemerintah hingga akhir Mei 2020 adalah sebesar Rp 5.258,57 triliun. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 32,09 persen.
"Hal ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi Covid-19," mengutip penjelasan Kemenkeu.
Adapun utang pemerintah pada Mei 2021 berasal dari pinjaman Rp 838,13 triliun. Ini terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 12,32 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 825,81 triliun.
Pinjaman luar negeri dibagi lagi, terdiri atas bilateral Rp 316,83 triliun, multilateral sebesar Rp 465,52 triliun, bank komersil Rp 43,46 triliun.
Sumber utang lainnya adalah surat berharga senilai Rp 5.580,02 triliun. Dengan rincian, domestik Rp 4.353,56 triliun (Surat Utang Negara Rp 3.606,07 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp 747,49 triliun).
Selain surat berharga negara dari domestik, utang pemerintah juga berasal dari valas senilai Rp 1.226,45 triliun. Ini terdiri dari SUN Rp 984,2 triliun dan Berharga Syariah Negara Rp 242,2 triliun.
Saksikan Video Ini
Pembiayaan Utang Dikelola dengan Baik
Dalam APBN Kita, Kemenkeu menyatakan jika Pembiayaan utang di tahun 2021 digunakan sebagai instrumen untukmendukung kebijakan countercyclical, dikelola secara pruden, fleksibel dan terukur, terutama untuk menangani Pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
"Pembiayaan utang Pemerintah dikelola dengan baik untuk mendapatkan biaya yang optimal dan risiko yang terkendali," mengutip keterangan Kemenkeu.
Dikatakan jika seiring masa pandemi, kebutuhan utang mengalami peningkatan, namun Pemerintah senantiasa menyiapkan strategi untuk memitigasi volatilitas pasar keuangan serta mengelola risiko agar utang tetap terjaga dalam batas aman, salah satunya terlihat dari risiko suku bunga mengambang (variable rate) dan suku bunga tetap (fixed rate) yang selalu dikelola dengan hati hati.
Dalam rangka memitigasi pembiayaan dan mengurangi ketergantungan akan valuta asing, porsi valas diturunkan dari 44,6 persen pada tahun 2015 menjadi 32,0 persen pada akhir Mei 2021.
Selanjutnya, indikator risikorefinancing juga tejaga denganwaktu jatuh tempo utang rata-rata(average time to maturity/ATM)yang menurun dari semula 9,39 tahun pada tahun 2015 menjadi 8,7 tahun pada Mei 2021.
Lebih lanjut, potensi tapering off oleh Pemerintah US yang dapat memicu kenaikan yield UST tetap dalam pemantauan Pemerintah sehingga Pemerintah dapat mengantisipasi dengan membuat strategi serta mitigasi risiko pembiayaan utang.
Advertisement