Anggota DPR Soal Vaksinasi Berbayar: Cari Keuntungan dengan Memeras Rakyat

Layanan vaksinasi berbayar dinilai tidak tepat karena dianggap sebagai cara mencari untung dari rakyat.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2021, 11:40 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2021, 11:40 WIB
Dorong Percepatan Vaksinasi Covid-19 di Sektor Perbankan
Karyawan difoto usai vaksin di Sentra Vaksinasi Covid-19 di Bank DKI Kantor Layanan Juanda, Jakarta, Sabtu (10/7/2021). Kamrussamad menegaskan bahwa percepatan 300 ribu vaksin di sektor perbankan HIMBARA, Bank Swasta Nasional, BPD se Indonesia harus segera diselesaikan. (Liputan6.com/HO/Nado)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher menyoroti upaya Kimia Farma melakukan Vaksinasi Gotong Royong (VGR) untuk individu alias vaksinasi berbayar. Menurutnya kebijakan tersebut tidak tepat karena dianggap sebagai cara mencari untung dari rakyat.

“Vaksinasi untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi adalah tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya. Setiap individu harus mendapat akses yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis. Jadi, opsi vaksin berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat," ungkap Netty di Jakarta, Senin (12/7).

Netty mengatakan kebijakan itu belum didiskusikan dengan Komisi IX DPR RI. Adapun kebijakan yang sudah disetujui adalah vaksinasi gotong royong yang dibiayai perusahaan. Namun persetujuan didapat Itu pun dengan banyak catatan.

"Tidak ada diskusi dengan Komisi IX terkait vaksinasi gotong royong bagi individu atau perorangan.Sekarang tiba-tiba muncul kebijakan vaksin berbayar untuk individu," ungkapnya.

Menurut politisi F-PKS itu, Permenkes RI Nomor 19 Tahun 2021 dijadikan landasan hukum bagi vaksinasi berbayar untuk individu setelah ada perubahan redaksi atas definisi vaksin gotong royong. Karena awalnya hanya ditujukan untuk karyawan perusahaan atau badan usaha, kemudian ditambahkan juga untuk individu atau perorangan yang dibebankan pembiayaannya pada yang bersangkutan.

Menurut Netty, pemerintah tidak bisa berdalih bahwa vaksinasi berbayar menjadi opsi bagi rakyat yang tidak bersedia antri dalam pelaksanaan vaksinasi.

"Ini soal tanggung jawab negara melindungi rakyatnya. Jangan sampai publik berpikir hanya orang kaya yang mampu membeli vaksin yang dapat melindungi diri dari bahaya pandemi," paparnya.

Netty meminta pemerintah mengakselerasi program vaksinasi agar segera mencapai target alih-alih menjual vaksin pada rakyat. Selain itu, Netty juga mempertanyakan kejelasan bantuan 500.000 dosis vaksin Sinopharm dari UEA.

“Kemana rencana distribusi bantuan sinoparm dari UEA ini? Pemerintah harus transparan dan bertanggung jawab, jangan sampai ada penyelewengan dan penyalahgunaan bantuan. Terlebih Sinopharm termasuk jenis vaksin dalam skema gotong royong,” tambahnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kaji Ulang Kebijakan

Thailand Mulai Vaksinasi Covid-19 Sinovac
Seorang perawat menyuntikkan vaksin Covid-19 CoronaVac dari Sinovac di Institut Penyakit Menular Bamrasnaradura di Bangkok, Thailand, Minggu (28/2/2021). Tenaga medis dan relawan kesehatan menjadi golongan pertama yang menerima vaksin Covid-19 tersebut. (Lillian SUWANRUMPHA/AFP)

Atas polemik ini, Netty meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan vaksinasi berbayar untuk individu agar tidak menimbulkan kegaduhan publik. Apalagi saat ini sektor ekonomi sedang terganggu. Banyak rakyat yang tengah menderita dan terjepit.

"Jangan menambah beban rakyat dengan isu vaksin berbayar dan isu kewajiban menyertakan sertifikat vaksinasi sebagai syarat pengurusan administrasi publik dan mengakses bantuan sosial atau pelayanan sosial," tutup Netty.

Kabar terbaru, Kimia Farma menunda pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu yang direncanakan dihelat mulai hari ini, Senin (12/7/2021). Pengumuman tersebut disampaikan pihak Kimia Farma melalui website resmi mereka, kimiafarmaapotek.co.id. Informasi ini didapat MNC Portal saat melacak laman website pendaftaran program vaksinasi gotong royong individu tersebut.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya