Garuda Indonesia Rugi Rp 35 Triliun, Ini Kata INACA

PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak signifikan menjadi USD 2,44 miliar atau sekitar Rp 35,40 triliun

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 17 Jul 2021, 16:30 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2021, 16:30 WIB
Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia
Pesawat Airbus A330 Garuda Indonesia mendarat di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda di Blang Bintang, Provinsi Aceh pada 13 Juli 2021. (CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP)

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melonjak signifikan menjadi USD 2,44 miliar atau sekitar Rp 35,40 triliun (asumsi kurs Rp 14.483 per dolar AS pada 2020. Pada periode sama tahun sebelumnya perseroan masih mencatat rugi USD 38,93 juta atau sekitar Rp 563,99 miliar. 

Menanggapi laporan keuangan Garuda Indonesia yang mengalami kerugian, Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Denon Prawiratmadja menilai itu juga akan terjadi pada semua maskapai di dunia.

Pandemi ini menyebabkan pergerakan masyarakat dibatasi sehingga jumlah penumpang transportasi, termasuk transportasi udara atau penerbangan menurun tajam.

Misalnya pada libur lebaran tahun 2020 dan 2021, jumlah penumpang pesawat hampir-hampir tidak ada karena adanya pembatasan pergerakan masyarakat untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

"Akibat menurunnya penumpang, jumlah penerbangan pesawat juga berkurang drastis. Banyak pesawat diparkir dan tidak beroperasi yang membuat aliran kas (cash flow) maskapai penerbangan terganggu. Walaupun demikian kami melihat manajemen Garuda Indonesia telah melakukan berbagai upaya dilakukan agar kondisi keuangannya bisa tertangani dengan baik dan operasional perusahaan mereka tetap berjalan. Salah satunya adalah mengoptimalkan bisnis kargonya," kata Denon dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (17/7/2021).

Dalam upaya Garuda Indonesia untuk bertahan didasari oleh tren pertumbuhan sektor ekspor nasional menjadi momentum penting bagi maskapai ini untuk optimalisasi lini bisnis penunjang yang dijalankan perusahaan di tengah tekanan kinerja usaha imbas pandemi Covid-19, terutama melalui lini bisnis kargo charter maupun berjadwal.

Kendati demikian, Denon menilai Garuda Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan angkutan kargo yang semakin menjanjikan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Langkah Tepat

Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG
Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG (dok: GIA)

Denon Prawiratmadja memandang langkah Garuda Indonesia yang mengoptimalkan angkutan kargo selama masa pandemi adalah tepat. Pasalnya sektor logistik ini termasuk sektor kritikal yang diperbolehkan beroperasi selama pembatasan.

Terlebih lagi hal ini untuk mendongkrak kinerja perusahaan disaat menurunnya jumlah penumpang maskapai.

Menurut Denon, sejak awal tahun 2020 lalu hingga sekarang, jumlah penumpang pesawat turun tajam hingga lebih dari 50 persen. Akibatnya, maskapai juga mengurangi jumlah penerbangan demi melakukan efisiensi biaya operasional.

"Optimalisasi bisnis kargo yang dilakukan oleh Garuda Indonesia merupakan langkah yang sangat tepat. Dan kejelian Garuda Indonesia menangkap peluang bisnis ini diproyeksian dapat mendongkrak _income_ perusahaan di tengah lesunya dunia penerbangan saat ini," kata Denon.

Menurut data yang dimilikinya, sektor kargo udara yang diangkut oleh maskapai tanah air pada 2020 hanya mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan penurunan penumpang.

Misalnya, dari 15 bandara PT Angkasa Pura I, pada tahun 2020 lalu lalu lintas kargo udara yang dilayani adalah 436.049 ton. Hanya turun sedikit dari tahun 2019 yang tidak pandemi yaitu 481.180 ton. Dan pada kuartal 1 tahun 2021 ini, Angkasa Pura I sudah melayani lalu lintas 105.411 ton kargo udara. Dan diprediksi pada akhir tahun 2021 jumlah kargo udara yang dilayani di 15 bandara Angkasa Pura I mencapai 445.049 ton.

"Kami melihat bisnis kargo udara Indonesia yang tahan banting dari pandemi juga dikarenakan beberapa hal. Yang pertama tentunya bahwa dalam kondisi apapun, setiap manusia pasti memerlukan barang untuk memenuhi kebutuhannya," katanya.

Lalu, penerbangan menjadi salah satu pilihan kuat karena kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Ini karena penerbangan mempunyai beberapa kelebihan dibanding transportasi lain, seperti misalnya kecepatan, keselamatan dan keamanan, serta sanggup menghadapi berbagai cuaca.

Dia optimistis Garuda Indonesia bisa melewati masa pandemi dengan pengoptimalan sektor kargonya.


Kargo Jadi Tumpuan

Terminal 3 Bandara Soetta Siap Melayani Penerbangan Internasional
Pemandangan pesawat Garuda Indonesia yang bisa dilihat dari bourding lounge Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (24/04). Terminal ini mampu 25 juta calon penumpang per tahun. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengakui bahwa lini bisnis kargo kini menjadi tumpuan pendapatan usaha Garuda Indonesia, di tengah penurunan trafik angkutan penumpang yang terjadi sejak tahun lalu dan berimbas terhadap perfoma kinerja finansial Perusahaan sepanjang tahun 2020.

"Pada Mei 2021 lalu, kami berhasil membukukan pertumbuhan angkutan kargo hingga 35 persen—dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020 lalu. Dengan proyeksi pertumbuhan yang positif itu, Garuda Indonesia akan terus mengoptimalkan utilisasi armada bagi perluasan jaringan penerbangan kargo, khususnya guna menunjang aktivitas _direct call_ komoditas ekspor unggulan dan UMKM dari berbagai wilayah Indonesia, salah satunya melalui pengoperasian dua armada _passenger freighter_ yang kini melayani sejumlah penerbangan kargo domestik maupun internasional," kata Irfan.

Melalui penyampaian laporan keuangan tahun buku 2020, Garuda Indonesia mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD 1,4 miliar yang ditunjang oleh pendapatan penerbangan berjadwal sebesar USD 1,2 miliar, pendapatan penerbangan tidak berjadwal USD 77 juta, dan lini pendapatan lainnya sebesar USD 214 juta.

"Dalam kondisi yang penuh tantangan ini, Garuda Indonesia konsisten penerapan protokol kesehatan di seluruh lini operasi Garuda Indonesia, yang turut mengantarkan kami menjadi salah satu maskapai penerbangan terbaik di Asia Tenggara dalam hal kualitas penerapan protokol kesehatan di seluruh aspek layanan," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya