Liputan6.com, Jakarta - Meningginya angka infeksi Covid-19 membuat pemerintah terus memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Hal ini pun turut berdampak pada penjualan produk di sektor ritel, salah satunya produk hasil produk tembakau lainnya seperti rokok elektrik.
Ketua Umum Asosiasi Personal Vapers Indonesia (APVI) Aryo Andriyanto menuturkan, pandemi yang saat ini belum usai ditambah makin ketatnya PPKM yang membatasi mobilitas turut memberi dampak buruk kepada industri HPTL.
“Kami pun terdampak pandemi, PPKM karena adanya pembatasan waktu penjualan yang diperbolehkan untuk ritel fisik,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).
Advertisement
Tidak hanya akibat pembatasan operasi, Aryo menjelaskan tekanan terhadap penjualan produk-produk HPTL juga terjadi akibat daya beli masyarakat yang terus melemah. Mengingat gelombang kedua infeksi Covid-19 ini terjadi saat ekonomi sama sekali belum pulih.
APVI bahkan memperkirakan penjualan HPTL tahun ini akan turun lebih dalam dibandingkan tahun lalu. Sampai semester I-2021 penjualan produk HPTL menurun sampai 50 persen, sementara sampai akhir tahun nanti diprediksi akan terjadi penurunan sampai 35 persen.
Sekretaris Jenderal APVI Garindra menambahkan, saat ini sejumlah produsen produk HPTL bahkan telah mengurangi produksi untuk meminimalkan potensi kerugian. Sekaligus sebagai upaya bertahan di tengah pandemi ditambah pembatasan operasi ritel vape dikarenakan PPKM.
“Fokusnya sekarang bagaimana buat survive, beberapa produsen ada yang mengurangi produksi, ada juga yang memotong marjin. Tapi paling banyak kasusnya adalah mengurangi produksi. Sejumlah toko juga banyak tutup secara permanen, meskipun pertumbuhan beberapa toko baru juga ada,” kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penjualan Secara Online
Di tengah kondisi PPKM, sejumlah pengecer HPTL memang lebih fokus untuk memasarkan produk secara daring. Namun, menurut Garindra, pemasaran via daring juga tak mudah, mengingat produk HPTL yang sangat ariative, perlu aspek edukasi dan konsultasi saat memasarkannya kepada konsumen.
Terpukulnya industri HPTL ini, diperkirakan juga akan mempengaruhi penerimaan negara. Sebagai gambaran saja, sejak dilegalkan pada Oktober 2018, penerimaan cukai HPTL tumbuh signifikan. Di tahun 2018 HPTL menyumbang cukai Rp99 miliar, kemudian meningkat lagi menjadi Rp427 miliar pada 2019. Dan pada 2020 lalu, HPTL menyumbang kepada kas negara dari cukai sebesar Rp689 miliar.
Di tahun ini AVPI memperkirakan kontribusi cukai HPTL di tahun ini tidak akan mengalami peningkatan. Sebab, para pelaku industri HPTL telah mengantisipasi dengan mengurangi pemesanan pita cukai agar dapat bertahan, sekaligus mengurangi tekanan penurunan penjualan. Apalagi ekonomi nasional dan daya beli masyarakat juga belum menunjukan sinyal pemulihan.
“Cukai HPTL sampai Juni 2021 jelas terjadi penurunan. Para pelaku usaha sudah cukup belajar dari pengalaman tahun lalu,” pungkas Aryo.
Tahun lalu, anggota AVPI tercatat memesan 4 juta pita cukai yang tak sepenuhnya dapat ditebus lantaran minimnya permintaan di pasar akibat daya beli yang lemah. Alhasil anggota AVPI justru mesti menanggung kerugian karena harus membayar denda Rp300 per pita cukai yang gagal ditebus.
Advertisement