Liputan6.com, Jakarta - Selama pandemi Covid-19, keberadaan angkutan umum plat hitam berkembang pesat. Hal ini seiring dengan adanya larangan bagi angkutan umum legal, seperti Bus AKDP dan Bus AKAP yang tidak dapat beroperasi karena ada penyekatan di sejumlah ruas jalan di daerah.
Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menilai keberadaan angkutan tersebut makin tumbuh subur ketika ada perlindungan dari oknum aparat hukum bekerjasama dengan perantara (makelar).
"Ada peluang beroperasinya angkutan umum plat hitam, berkembang pesat di saat pandemi. Apalagi angkutan umum legal, seperti Bus AKDP dan Bus AKAP tidak dapat beroperasi," kata Djoko di Jakarta, Jumat, (30/7).
Advertisement
Makin maraknya angkutan umum plat hitam sejak pemberlakuan larangan mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ini sejalan dengan saat angkutan umum resmi tidak boleh beroperasi.
"Angkutan umum plat hitam mengambil alih sejumlah penumpang masih melakukan perjalanan antar kota," kata dia.
Di banyak daerah seperti Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur beroperasinya angkutan umum plat hitam yang tidak terkendali berakibat menghilangnya trayek sejumlah Bus AKDP dan Bus AKAP. Bahkan, di sejumlah daerah, Bus AKDP tinggal menunggu waktu saja tidak dapat beroperasi lagi.
Para pengusaha angkutan umum plat hitam, makelar, oknum aparat melihat adanya keterbatasan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan yang hanya bisa menertibkan angkutan di dalam terminal. Angkutan umum plat hitam beroperasi di luar terminal.
"Masyarakat yang mau ke terminal inginnya praktis, tanpa harus jalan jauh di dalam terminal, akhirnya menggunakan jasa angkutan umum plat hitam, walaupun konsumen tahu minim perlindungan," tuturnya.
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemilik Mobil
Sementara itu, pemilik mobil, hanya menyerahkan mobil ke oknum-oknum untuk dikelola. Pengemudinya juga pengemudi tembak yang penting bisa mengemudi. Kadang mereka juga tidak memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM), tidak melakukan uji laik jalan (KIR), dan membayar asuransi jiwa ke PT Jasa Raharja.
Jika penumpang sedikit, akan dikumpulkan pada 1 mobil, untuk menghemat biaya. Sehingga protokol kesehatan (prokes) tidak dipenuhi.
"Tanpa disadari angkutan umum plat hitam salah satu sumber penularan Covid-19," kata dia.
Djoko membeberkan saat ini sudah ada jaringan angkutan plat hitam, yang bekerjasama dengan makelar (agen). Mereka juga bayar bulanan ke oknum aparat melalui perantara dengan masuk wilayah Jabodetabek bayar Rp 300 ribu per bulan. Sehingga jadi binaan yang menguntungkan.
Jika kendaraan plat kuning tidak operasi, maka para perantara dapat memobilisasi sejumlah angkutan umum plat hitam. Untuk urusan armada, angkutan umum plat hitam sudah relatif maju. Mereka menggunakan kendaraan berkapasitas 8-20 penumpang, seperti Toyota Hiace, Toyota Innova, Isuzu Elf, Toyota Avanza, Daihatsu GranMax.
Â
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement