Nota Keuangan 2022 Dibacakan Jokowi Besok, Ekonom Harap Anggaran Kesehatan dan Sosial Ditambah

Dalam nota keuangan 2022 ini akan dibeberkan berbagai rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara.

oleh Arief Rahman H diperbarui 15 Agu 2021, 20:42 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2021, 20:42 WIB
Jokowi Serahkan Nota Keuangan dan RUU APBN 2020 kepada DPR
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Nantinya DPR akan membahas RAPBN 2020 untuk selanjutnya disahkan menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menyampaikan Nota Keuangan 2022 pada Senin, 16 Agustus 2021, sebagai bagian HUT ke-76 RI.

Dalam nota keuangan 2022 ini akan dibeberkan berbagai rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara. Mulai dari pertumbuhan ekonomi hingga belanja negara.

Ekonom berharap pemerintah akan menambah alokasi anggaran untuk penanganan kesehatan dan perlindungan sosial dalam penyampaian nota keuangan.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai dengan perhatian pada aspek kesehatan, maka pemulihan ekonomi akan semakin solid. Artinya, perjalanan bangkitnya ekonomi tidak akan terganjal masalah kesehatan di tengah jalan.

“Harapannya pemerintah tetap fokus pada masalah pandemi, sehingga anggaran kesehatan dan perlindungan sosial tetap dipertahankan bahkan diperbesar pada tahun depan,” katanya saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (15/8/2021).

Dengan fokus pada penanganan pandemi di tahun 2022, selanjutnya pemerintah perlu memperhatikan tiga aspek.

Yakni upaya mendorong kinerja investasi yang berkualitas, aspek kinerja ekspor, serta percepatan proses digitalisasi.

Tiga aspek itu, menurut Bhima jadi hal penting dalam mendorong ekonomi nasional. Ia memprediksi momentum ekspor pada 2022 menjadi krusial karena adanya tekanan dari sisi kurs rupiah yang membesar.

Tapering off yang dilakukan The Fed, Bank Sentral AS diperkirakan membuat gejolak kurs negara berkembang kembali berisiko. Oleh karena itu titik perimbangannya ada pada mempercepat kinerja ekspor bukan saja produk komoditas tapi juga produk industri pengolahan,” tutur dia.

Ia menilai, jika bisa diimbangi, maka pemasukan devisa ekspor bisa mencegah tekanan kurs rupiah yang dalam terhadap Dolar AS.

 

Penyesuaian Asumsi Pertumbuhan

Rapat Paripurna Tentang RUU APBN
Tiga anggota DPR menghadiri rapat paripurna Masa Sidang I Periode 2019-2020 di antara bangku yang tak terisi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2019). Rapat yang membahas RUU APBN Tahun 2020 beserta nota keuangannya itu hanya dihadiri 55 orang. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selanjutnya, ia menilai, pada proyeksi dalam pembahasan lanjutan RAPBN 2022, pemerintah akan menyesuaikan asumsi pertumbuhan ekonomi.

“Proyeksinya sendiri pertumbuhan tahun 2022 berada di di kisaran 4-4,5 persen,” kata Bhima.

Bukan tanpa alasan, Bhima memandang penyesuaian asumsi pertumbuhan ekonomi ini diperlukan karena menimbang masih rendahnya daya beli masyarakat terutama pasca PPKM Level 4 di semester II 2021.

Bahkan, ia menilai akan ada tekanan eksternal seperti pemulihan ekonomi di negara mitra dagang yang tidak seragam. Ini tentunya akan memengaruhi pemulihan ekonomi nasional juga.

“Risiko tapering off yang menekan kurs rupiah juga menjadi hambatan utama pertumbuhan di 2022,” katanya.

Fluktuasi Harga

Lebih lanjut, ia mengatakan gejolak geopolitik di timur tengah yang terjadi akan membuat fluktuasi harga komoditas semakin sulit untuk diperkirakan. Misalnya, peningkatan harga minyak mentah akan memengaruhi harga BBM non-subsidi.

Dengan peningkatan tersebut, ia memprediksi perlu ada anggaran subsidi yang lebih besar. Sebaliknya, jika terjadi penyesuaian harga energi, inflasi dan tekanan daya beli masih berisiko terjadi.

“Tahun 2022 tentu tidak mudah bagi pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM non subsidi maupun tarif listrik ketika harga minyak mentah mungkin diatas USD 70 per barel. Sehingga dibutuhkan anggaran subsidi yang lebih besar. Atau sebaliknya jika harga energi perlu penyesuaian maka antisipasi terhadap inflasi dan tekanan daya beli masih berisiko terjadi,” kata Bhima memungkaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya