YLKI Usul PLTS Atap Dipakai pada Daerah Tak Surplus Listrik

YLKI tetap mengapresiasi langkah pemerintah untuk mengkampanyekan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) melalui PLTS Atap.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Sep 2021, 00:12 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2021, 20:41 WIB
FOTO: PLTS 1 MWp Bangli Kembangkan Pertanian Sumber Tenaga Surya
Pekerja merawat solar cell di Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) 1 MWp, Bangli, Bali, Selasa (31/8/2021). Selain menjual listrik ke PLN, PLTS 1 MWp ini juga mengembangkan sistem pertanian hidroponik dengan sumber listrik dari tenaga surya. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah merevisi aturan PLTS Atap menuai sorotan. Pengembangan PLTS atap diusulkan berlokasi pada wilayah yang memang belum terpenuhi kebutuhan listriknya.

Seperti diungkapkan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Dia menyarankan implementasi revisi Permen PLTS Atap difokuskan di daerah-daerah yang pasokan listriknya tidak berlebih.

Hal ini agar pengembangan PLTS atap menjadi solusi pemerataan akses energi di Tanah Air. Serta tidak hanya dinikmati segelintir konsumen.

Dia mengakui jika pengembangan energi baru terbarukan memang sebuah keniscayaan, karena sudah dituangkan menjadi komitmen di RUPTL.

Namun diharapkan agar implementasinya perlu dilakukan dengan hitung-hitungan secara cermat.

Dia mencontohkan kondisi PLN yang saat ini sedang mengalami surplus cadangan listrik seiring adanya kebijakan pembangkit 35.000 megawatt (MW).

Melihat kondisi ini, dia mengusulkan agar  pengembangan PLTS Atap sebaiknya mulai digaungkan di daerah dengan pasokan listrik yang tidak berlebih.

Dia berharap pemerintah selalu membuat kebijakan tidak holistik dan saling tumpang tindih. "PLN milik negara (BUMN). Yang buat kebijakan juga pemerintah," jelas dia.

Lebih lanjut, dia  tetap mengapresiasi langkah pemerintah untuk mengkampanyekan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) melalui PLTS Atap.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Pemerintah Berambisi Kembangkan Industri Pendukung PLTS

FOTO: PLTS 1 MWp Bangli Kembangkan Pertanian Sumber Tenaga Surya
Pekerja menyiram dan memotong tanaman dengan sumber energi dari solar cell di Pembangkit Listrik Tenga Surya (PLTS) 1 MWp, Bangli, Bali, Selasa (31/8/2021). Selain menjual listrik ke PLN, PLTS ini mengembangkan sistem pertanian hidroponik dengan sumber listrik tenaga surya. (merdeka.com/Arie Basuki)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) tengah merevisi Peraturan Menteri (Permen) terkait pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. Salah satu urgensinya adalah untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pendukung PLTS di dalam negeri.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengungkapkan bahwa sudah banyak pelaku industri yang ingin berinvestasi pada sumber energi yang lebih bersih daripada yang ada saat ini. Salah satu ketertarikan mereka adalah pada PLTS Atap.

Daya tarik investasi PLTS Atap tersebut, kata Dadan, pada akhirnya akan berdampak baik pada pertumbuhan industri PLTS di dalam negeri.

"Sehingga pada akhirnya, kita bisa berkembang dan menumbuhkan industri PLTS dalam negeri. Kita bisa menambah kapasitasnya, serta bisa punya industri dari sisi hulu untuk pembuatan sel yang sekarang masih impor," kata Dadan dalam konferensi pers Pemanfaatan PLTS Atap pada Jumat (27/8/2021).

Sesuai dengan arahan Menteri ESDM, Dadan mengatakan bahwa pemerintah akan menciptakan pasarnya terlebih dahulu di dalam negeri. Salah satunya dengan pengembangan PLTS Atap, sehingga nanti akan mendorong tumbuhnya industri di dalam negeri.

"Dan ini akan memperbaiki keekonomian kalau pabriknya sudah ada di sini nanti, secara biaya juga akan lebih kompetitif," tuturnya.

Salah satu yang disiapkan dalam pengembangan PLTS adalah kesiapan industri panel dalam negeri. Kementerian ESDM saat ini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan asosiasi terkait mengenai kapasitas yang ada.

Dari data yang ada, saat ini terdapat 22 atau 26 pabrikan yang siap dengan kapasitas total sekitar 500 megawatt (MW).

"Terus bagaimana 1.000 MW? ya kita tidak bisa, kita bisanya 500 MW, tapi kalau nanti ada keinginan untuk 1.000, di atas 500, ya kita buka. Mana yang bisa dilakukan dari dalam negeri, mana yang harus kita impor," ungkap Dadan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya