Liputan6.com, Jakarta - Warga Amerika Serikat (AS) kini menghadapi tantangan baru saat bepergian ke luar negeri. Di masa pemerintahan Presiden Donald Trump yang kedua, rasa takut dan ketidaknyamanan jadi perasaan yang umum di kalangan mereka yang merencanakan perjalanan internasional.
Melansir CNN, Selasa, 8 April 2025, bagi Raj Gyawali, pendiri socialtours yang berbasis di Kathmandu, Nepal, fenomena ini jadi nyata ketika seorang klien Amerika membatalkan perjalanan yang telah terkonfirmasi karena merasa tidak aman untuk bepergian di bawah pemerintahan saat ini.
Advertisement
Baca Juga
"Pemesanan yang sepenuhnya terkonfirmasi dibatalkan ketika orang tersebut merasa tidak aman untuk bepergian," ungkap Gyawali. Ia menyadari peningkatan kekhawatiran di antara klien Amerika lainnya yang merasakan hal serupa.
Advertisement
Fenomena ini tidak hanya memengaruhi warga Amerika yang ingin bepergian, tapi juga berdampak pada turis asing yang berkunjung ke AS. Data dari Tourism Economics menunjukkan bahwa kunjungan dari wisatawan internasional ke AS diperkirakan turun 5,1 persen, dengan pengeluaran yang menurun sebesar 11 persen.
Penurunan ini mengindikasikan kerugian ekonomi yang signifikan, diperkirakan mencapai 18 miliar dolar AS, sekitar Rp304 ribu. Sierra Malone, seorang spesialis hubungan masyarakat dan pemasaran digital, adalah salah satu dari banyak warga Amerika yang merasakan kecemasan ini.
"Terakhir kali (Trump menjabat), rasanya memalukan; kali ini terasa menakutkan," kata Malone. Dia merasa lebih gugup dari biasanya menjelang perjalanan panjangnya ke Eropa, meski sebelumnya ia adalah pelancong berpengalaman yang pernah tinggal di Inggris selama tiga tahun.
Perubahan Persepsi Global terhadap Amerika
Perubahan persepsi global terhadap Amerika Serikat juga memengaruhi bagaimana warga Amerika dipandang saat bepergian. Menurut data YouGov, dukungan terhadap AS di Eropa telah menurun drastis sejak Trump menjabat untuk kedua kalinya.
Misalnya, hanya 20 persen warga Denmark yang menyatakan pandangan mendukung AS, turun dari 48 persen pada Agustus 2024. Penurunan ini mencerminkan kekritisan warga Eropa terhadap kebijakan pemerintahan Trump, termasuk posisinya terhadap Ukraina.
Lisa VanderVeen, seorang administrator sekolah dan pelancong yang gemar menghabiskan waktu di luar negeri, merasakan dampak dari kebijakan global pemerintahan saat ini. Kebijakan perdagangan yang kacau dan ancaman tarif tinggi terhadap produk Eropa menambah sorotan negatif terhadap warga Amerika yang bepergian ke luar negeri.
Keengganan warga Amerika untuk bepergian ke luar negeri dan penurunan jumlah turis asing yang berkunjung ke AS menunjukkan dampak nyata dari kebijakan internasional yang kontroversial. Beberapa negara Eropa bahkan menyarankan warga trans dan non-biner untuk menghindari AS, menambah ketegangan dalam hubungan internasional.
Advertisement
Adaptasi Perubahan
Sementara itu, industri pariwisata harus beradaptasi dengan perubahan ini. Perusahaan tur Kanada, misalnya, mengalami pembatalan hingga 30 persen. Ketidakpastian ini memaksa pelaku industri untuk mencari cara baru dalam menarik wisatawan dan menjaga keberlanjutan bisnis mereka.
"Sebelumnya, ia lebih dianggap sebagai karikatur AS daripada ancaman di luar negeri," kata VanderVeen. "Sekarang, ia lebih relevan secara langsung dengan orang-orang yang tinggal di negara lain."
Akibatnya, beberapa warga Amerika melaporkan bahwa mereka merasa semakin bimbang—dan terkadang khawatir akan keselamatan mereka—saat berada di luar negeri. "Saya bimbang antara tidak ingin menjadi sasaran, terutama sebagai pelancong solo, tetapi juga merasa berkewajiban atau bertanggung jawab untuk menjadi semacam duta besar (bagi) negara kita," kata VanderVeen.
Dia juga mencatat bahwa ketika topik politik muncul dan merasa nyaman membahasnya, dia menjelaskan dengan sangat jelas bahwa dia tidak pernah memilih Trump. Sementara itu, Malone khawatir "disalahkan atas apa yang sedang terjadi" dan "merasa tidak berdaya karena tidak dapat melakukan apa pun" karena dia mengantisipasi kemungkinan percakapan—atau konfrontasi—selama berada di luar negeri.
"Saya ingin menulis di dahi saya, ‘Saya orang Amerika, tetapi saya bukan orang Amerika itu, atau tipe orang Amerika itu," katanya. "Tetapi itu juga tidak sesederhana itu."
Lindungi Pariwisata di Dunia yang Terpengaruh Trump
Eduardo Santander, CEO Komisi Perjalanan Eropa, mengatakan pada CNN bahwa data kedatangan terbaru "tidak menunjukkan indikasi bahwa peristiwa politik terkini memengaruhi perjalanan AS ke Eropa," dan bahwa "pasar Amerika tetap jadi landasan utama pariwisata Eropa."
Namun, beberapa pakar pariwisata bersiap menghadapi perubahan di masa mendatang. Bagi Gyawali, industri perjalanan secara keseluruhan perlu mengambil sikap yang lebih proaktif untuk beradaptasi dengan tantangan yang ada yang memengaruhi wisatawan dan bisnis yang mereka dukung.
Dengan kata lain, "Saatnya menyusun strategi bagaimana melindungi pariwisata di dunia yang terpengaruh Trump ini," seperti yang ia katakan dalam unggahan LinkedIn tentang pembatalan perjalanan oleh klien AS-nya, baru-baru ini.
Ethical Travel Portal Norway, sebuah perusahaan tur tempat Gyawali jadi mitra, juga bersiap menghadapi pembatalan dari klien Amerika, yang merupakan bagian besar dari bisnis tersebut. "Akibatnya, komunikasi dengan klien AS semakin difokuskan pada proyeksi rasa empati alih-alih sekadar menutupi kekhawatiran atau ketakutan mereka, yang 'bukan cara tepat untuk menghadapinya,'" kata Gyawali.
Advertisement
