Pemerintah Diminta Tak Jor-joran Berikan Insentif di EBT

Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan atau RUU EBT yang tengah digodok pemerintah dan DPR RI dinilai berpotensi membuat harga energi menjadi mahal.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 04 Sep 2021, 13:49 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2021, 13:45 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan 3 proyek infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang dibangun PT Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan 3 proyek infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang dibangun PT Pertamina (Persero). (Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)

Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan atau RUU EBT yang tengah digodok pemerintah dan DPR RI dinilai berpotensi membuat harga energi menjadi mahal.

Selain itu, draft aturan tersebut juga dicurigai bertentangan dengan visi energi ramah lingkungan, dan punya risiko meningkatkan emisi karbon.

Akademisi ITS sekaligus mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Mukhtasor berpendapat, pemerintah telah meninggalkan acuan pada UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional Tahun 2005-2025.

Padahal menurutnya, pemerintah lewat aturan tersebut sudah berkomitmen membangun ekonomi produktif di dalam negeri, juga pembangunan yang ramah lingkungan, dan proses-proses yang bisa membangun kemampuan nasional

"Itu bisa dilihat di halaman 71 UU 17/2007. Tetapi yang ditempuh beberapa pihak yang dalam berbagai draft-draft (RUU EBT) yang beredar, dalam draft di Permen dan di Perpres itu menyebabkan energi jadi mahal, padahal bisa murah," kritiknya dalam sesi bincang virtual, Sabtu (4/9/2021).

Mukhtasor menyatakan, jika tujuan RUU EBT hendak menurunkan emisi karbon, dia menilai tujuan tersebut sebetulnya sudah terpenuhi dengan cara yang dipegang saat ini. Dia pun mempertanyakan Menteri ESDM yang bilang jika produksi di sektor energi kini belum memenuhi target.

"Sebenarnya pak Menteri ESDM tidak perlu bingung. Sektor energi enggak memenuhi target? Memenuhi target, saya yakin itu, dan hitung-hitungan itu ada. Termasuk saya membaca dari laporan bppt dan yang lain, hitung-hitungan itu ada," bebernya.

"Justru yang penting didorong bukan sektor energi, (tapi) sektor misalnya kehutanan. Jadi jangan kemudian yang di hutan itu digundul, ekspor batubara digenjot untuk emisi karbon, kan malah ditingkatkan itu ekspornya. Berarti emisi karbon tambah tinggi," imbuhnya.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tak Perlu Jor-Joran

Konsorsium PT UPC Sidrap Bayu Energi selaku kontraktor sedang mempersiapkan pembangunan PLTB Sidrap fase II.
Konsorsium PT UPC Sidrap Bayu Energi selaku kontraktor sedang mempersiapkan pembangunan PLTB Sidrap fase II.

Di sisi lain, ia meminta pemerintah tak perlu jor-joran memberikan kompensasi pada pelaku industri yang ingin memakai energi baru terbarukan (EBT). Sebab menurutnya, secara harga itu akan terus turun dengan sendirinya.

"Yang sudah makin murah ini jangan tambah kompensasi pada orang-orang kaya yang masang. Tanpa kompensasi pun harganya akan makin murah kok," sebut Mukhtasor.

"Jadi saya kira kalau banyak uang menyelesaikan PR-PR yang belum selesai untuk masyarakat terpencil. Bahkan di Jawa Timur pun masih ada yang belum punya akses listrik dari pemerintah melalui PLN," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya