Harga Batu Bara Naik, Permintaan Gas Industri Diprediksi Moncer

Saat ini harga batubara mencapai USD 150 per metric ton dan diperkirakan akan meningkat pesat.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Sep 2021, 16:30 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2021, 16:30 WIB
Ekspor Batu Bara Indonesia Menurun
Aktivitas pekerja saat mengolah batu bara di Pelabuham KCN Marunda, Jakarta, Minggu (27/10/2019). Berdasarkan data ICE Newcastle, ekspor batu bara Indonesia menurun drastis 33,24 persen atau mencapai 5,33 juta ton dibandingkan pekan sebelumnya 7,989 ton. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Produsen gas industri, PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) optimis bisnisnya ke depan kian meningkat pesat seiring dengan permintaan yang terus mengalir.

Hal ini sejalan dengan kenaikan aktifitas tambang batu bara dan migas yang terjadi saat ini. Diketahui saat ini harga batubara mencapai USD 150 per metric ton dan diperkirakan akan meningkat pesat.

Direktur Operasional SBMA, Iwan Sunyoto mengatakan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang diperkirakan akan terus meningkat ini, SBMA siap meningkatkan volume produksinya dari 2 juta liter per tahun menjadi 10 juta liter per tahun atau naik lima kali lipat. Untuk itu perseroan siap menambah tiga unit lorry tank, 50 tabung vgl oxygen dan investasi 5.000 tabung.

Oleh sebab itu, manajemen mengalokasikan dana sebesar 37 persen dari hasil IPO (Initial Public Offering) atau penawaran umum perdana yang dilakukan pada 8 September 2021 kemarin.

"Kami yakini pemakaian produk gas industri untuk menunjang kegiatan operasional tambang pasti akan tumbuh dengan pesat," ujar Iwan dikutip Senin (13/9/2021).

Perusahaan yang menjadi market leader untuk produk tabung migas, minerba dan petrokimia ini berharap dengan kapasitas produksi yang ditingkatkan bisa memenuhi kebutuhan pelanggannya sehingga produktifitasnya turut meningkat. Beberapa produk SBMA yang paling banyak diminati pasar yaitu oksigen, asetilen, Argon, nitrogen, karbondioksida.

Mengacu pada penjualan tahun lalu, segmen pasar yang paling banyak permintaan gas pada SBMA adalah industri tambang sebesar 26 persen, Engineering Procurement and Constuction (EPC) sebesar 11 persen, reseler 11 persen.

Kemudian industri migas, industri permesinan dan baja, serta industri galangan kapal masing-masing 10 persen. Untuk industri Petrokimia menyerap 20 persen, rumah sakit 2 persen dan laboratorium 7 persen.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Proyek RDMP

PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk
Pabrik gas oksigen.

Ditegaskannya bahwa pasar construction (EPC) terus menunjukkan pertumbuhan yang semakin meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan mulai bergairahnya kembali proyek RDMP (Refinery Development Master Plan) Pertamina yang setelah melambat sewaktu gelombang kedua pandemi Covid 19 di Mei, Juni dan Juli lalu.

"Jenis produk yang harus disiapkan oleh perseroan untuk mendukung project RDMP ini adalah jenis Argon, Oxygen dan acetylene," pungkasnya.

Saat ini, SBMA memiliki enam jaringan tranportasi dan distribusi yang tersebar di seluruh Kalimantan seperti di Samarinda, Berau, Bontang, Tarakan, Tanjung dan Nunukan.

Dengan memanfaatkan dana hasil IPO, perseroan akan menambah jumlah stasiun-stasiun distribusi berupa filling station dan distribution hub di beberapa titik yang berdekatan dengan pelanggannya.

Diharapkan penambahan fasilitas tersebut bisa mendukung kelancaran penyaluran gas kepada pelanggan yang selama ini hanya mengandalkan enam jaringan yang ada.

Beberapa pelanggan loyal seperti Pertamina (Persero), PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pama Persada Nusantara, PT Darma Henwa, PT Kukar Mandiri Shipyard, PT Trakindo Utama.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya