Liputan6.com, Jakarta - Investor di pasar keuangan global kini berada dalam ketidakpastian setelah raksasa properti China, Evergrande melewatkan tenggat waktu untuk pembayaran bunga obligasi sebesar USD 83,5 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun (estimasi kurs 14.000 per dolar AS).
Evergrande belum membuat pengumuman mengenai pembayaran bunga yang jatuh tempo pada Kamis 23 September 2021.
Awal pekan ini, perusahaan tersebut mengatakan telah mencapai kesepakatan atas pembayaran bunga lain senilai USD 35,9 juta (sekitar Rp 489 miliar), seperti dikutip dari BBC, Jumat (24/9/2021).
Advertisement
Pasar global telah diguncang kekhawatiran atas kemampuan Evergrande untuk menanggung lebih dari USD 300 miliar utang.
Saham Evergrande diperdagangkan anjlok hampir 10 persen di Bursa Hong Kong pada Jumat (24/9/2021) setelah melonjak lebih dari 17 persen di hari sebelumnya.
Sementara itu, otoritas China dilaporkan telah memperingatkan pemerintah daerah untuk bersiap menghadapi potensi kegagalan pembayaran utang Evergrande.
"Tindakan yang diperintahkan digambarkan sebagai persiapan untuk potensi badai masalah," menurut Wall Street Journal, yang mengutip pejabat yang mengetahui diskusi tersebut.
Langkah tersebut telah dilihat oleh beberapa investor sebagai tanda lebih lanjut bahwa pemerintah China enggan untuk menyelamatkan Evergrande yang dilanda krisis.
Otoritas China juga belum membuat pengumuman besar tentang Evergrande, dan media pemerintah hanya memberikan sedikit petunjuk tentang pemikiran Beijing terhadap krisis utang perusahaan tersebut.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Beberapa Analis Peringatkan Dampak pada Ekonomi China
Evergrande juga seharusnya akan melakukan serangkaian pembayaran bunga obligasi lainnya dalam beberapa pekan mendatang.
Berdasarkan perjanjian dengan investor, perusahaan itu memiliki masa tenggaT 30 hari sebelum pembayaran yang terlewatkan pada obligasi luar negeri senilai USD 83,5 juta menjadi default.
Beberapa analis telah memperingatkan bahwa kegagalan pengembang properti yang begitu besar dapat berdampak pada ekonomi China, dan berpotensi menyebar ke sistem keuangan global.
Industri real estat adalah komponen utama ekonomi China - menyumbang hampir 30 persen dari produk domestik bruto, sehingga dampak apa pun pada sektor ini kemungkinan akan memukul pertumbuhan negara yang sudah melambat.
Dan sementara ada risiko besar bagi industri properti China dan ekonomi negara yang lebih luas, sekitar USD 20 miliar utang Evergrande dipegang oleh investor asing.
Advertisement