Liputan6.com, Jakarta Studi menemukan bahwa negara berpenghasilan menengah ke bawah memiliki utang tersembunyi kepada China senilai USD 385 miliar (Rp 5.510 triliun).
China memberikan bantuan dana alias utang selama dua dekade terakhir kepada negara berkembang untuk mendukung pembangunan infrastruktur.
Baca Juga
Utang China ini diberikan melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan China (The Belt and Road Initiative atau BRI). Inisiatif tersebut merupakan bagian dari program Presiden China Xi Jinping yang diluncurkan pada 2013.
Advertisement
Tujuannya untuk melakukan investasi di hampir 70 negara dan dan organisasi internasional sehingga mendorong China untuk mendominasi dalam kekuatan perekonomian internasional.
Melansir dari CNBC, Jumat (1/10/2021), China telah memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman atau hibah untuk 13.427 proyek infrastruktur di 165 negara. Adapun jumlah pengeluarannya mencapai USD 843 miliar (Rp 12.066 triliun).
Faktanya, jumlah bantuan yang diberikan China ini dua kali lebih banyak jika dibandingkan dengan Amerika Serikat atau negara yang memiliki perekonomian kuat lainnya.
Lebih lanjut, data tersebut merupakan hasil studi dari laboratorium penelitian AidData di The College of William & Mary, Virginia.
AS berencana mengembangkan program serupa di Amerika Selatan. Selain AS, Uni Eropa juga mengumumkan terkait peluncuran program Global Gateaway di seluruh dunia pada September lalu.
Kedua wilayah tersebut ingin menantang China yang memiliki pengaruh keuangan dan geopolitik yang besar di negara berkembang.
Namun, sering kali bantuan ini diberikan dalam bentuk utang dibandingkan hibah. Ketidakseimbangan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
China membantah telah menjebak negara-negara berkembang ke dalam perangkap utang. Pasalnya, China berpotensi menyita aset negara berkembang sebagai jaminan atas utang yang belum terbayarkan.
Batas Utang yang Tidak Jelas
AidData memperkirakan utang senilai USD 385 miliar (Rp 5.510 triliun) tidak masuk dalam daftar utang yang dilaporkan kepada negara.
"Hampir 70 persen pinjaman luar negeri China sekarang diarahkan ke perusahaan negara, bank negara, perusahaan khusus (SPV), joint ventures, dan lembaga swasta," jelas peneliti.
Dengan demikian, batas antara utang milik pemerintah dan swasta menjadi tidak jelas sehingga menciptakan tantangan fiskal bagi negara.
Saat ini, terdapat 42 negara yang berutang ke China dengan rasio melebihi 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka. Â
Reporter: Shania
Advertisement